Mongabay.co.id

Pemerintah Indonesia Diminta Bebaskan Nelayan Natuna yang Ditangkap Malaysia

 

Tiga kapal nelayan Natuna dilaporkan ditangkap otoritas Malaysia karena dituduh mencuri ikan di perairan Malaysia. Menurut nelayan, perairan tempat mereka ditangkap masih berada di Indonesia.

Laporan kejadian tersebut pertama kali diterima Mongabay dari Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANNA) Hendri. Hendri mengirimkan potongan video dan beberapa foto kondisi nelayan saat berada di kantor otoritas Malaysia dengan keadaan digiring dan diborgol.

“Pemerintah Indonesia belum ada yang tahu tentang kejadian ini, saya sudah konfirmasi Konjen (Konsulat Jenderal Republik Indonesia/KJRI Kuching, Sarawak, Malaysia) disana, malahan kita yang dulu dapat informasi penangkapan itu,” katanya kepada Mongabay, Senin (22/04/2024).

Hendri melanjutkan, setelah KJRI memeriksa langsung informasi tersebut, memang benar ada delapan orang nelayan Natuna ditangkap oleh penjaga laut Malaysia. “Kita berharap pemerintah harus cepat tahu kejadian-kejadian seperti ini, agar nelayan bisa mendapat bantuan langsung,” katanya.

Tak hanya melaporkan kejadian kepada KJRI, Hendri juga melapor kepada pemerintah daerah setempat. “Kalau kita apalah daya, kita mau urus tak bisa,” tambahnya.

KJRI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono membantah pihaknya lambat mengetahui kejadian tersebut. Ia mengaku sudah mendapatkan laporan tersebut tetapi sesuai prosedur harus menunggu surat resmi dari Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) agar bisa ditindaklanjuti.

Sigit mengatakan bahwa tiga kapal nelayan Natuna tersebut ditangkap pada Jumat (19/04/2024), dua hari setelah itu KJRI baru mendapat surat resmi penangkapan tersebut dari APPM karena jarak tempuh titik kejadian menuju darat butuh dua hari perjalanan.

“Setelah mendapatkan surat resmi itu, kami langsung meminta bertemu dengan APPM, siang tadi kita sudah jalin pertemuan,” kata Sigit saat konferensi pers daring, Rabu (24/04/2024).

Sigit memastikan pihaknya tidak akan tinggal diam dan memberi bantuan hukum kepada nelayan yang ditangkap itu.

Baca : 9 Nelayan Tradisional Natuna Ditangkap di Perairan Malaysia

 

Nelayan Natuna saat digiring di kantor pemerintah Malaysia. Foto : Istimewa

 

Kronologis Penangkapan

Peristiwa penangkapan nelayan tersebut juga disampaikan APPM dalam situs resmi mereka pada Senin (22/04/2024). Dikutip dari situs tersebut dikatakan Maritim Negeri Serawak menahan tiga boat nelayan asing Indonesia karena melakukan aktivitas menangkap ikan tanpa izin di perairan Malaysia.

Nelayan tersebut ditangkap pada pukul 05.20 waktu Malaysia lebih kurang 156 mil laut sebelah utara Tanjung Po. Tidak hanya mengamankan delapan nelayan terdiri dari tiga tekong dan lima ABK, otoritas Malaysia juga menyebutkan negara rugi RM1 juta dari kegiatan melaut nelayan Natuna tersebut.

Terkait kerugian yang dimaksud dalam rilis tersebut tidak disampaikan APMM kepada KJRI Kuching Sarawak Malaysia dalam pertemuan. Sigit Witjaksono mengatakan, yang disampaikan APPM hanya kronologis kejadian. “Yang pasti penangkapan itu dilakukan karena nelayan kita sudah masuk perairan Malaysia, sejauh 13 batu atau 20 kilometer,” katanya.

Sigit mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia menyampaikan permohonan pelepasan untuk delapan nelayan tersebut. “Mudah-mudahan ada pertimbangan terkait permohonan tersebut,” katanya.

Namun, menurut Hendri, jika dilihat dari titik koordinat yang didapatkan nelayan, titik lokasi penangkapan nelayan oleh APPM masih berada di kawasan abu-abu (grey area). Selain itu menurut nelayan kejadian juga terjadi pada Selasa, (16/04/2024).

“Ketika kejadian itu, nelayan yang ditangkap sempat mengabari nelayan yang melaut di sekitarnya, mereka juga sampaikan titik koordinat kejadian yaitu 04 BT 110 LU sebelum dibawa otoritas Malaysia ke darat. Kalau memang wilayah sengketa harusnya tak boleh ditangkap, diusir saja,” tambahnya.

Hendri berharap pemerintah Indonesia melakukan diplomasi kepada otoritas Malaysia, supaya nelayan yang ditangkap dibebaskan dan kapalnya dikembalikan. “Mereka itu nelayan kecil, yang menangkap pakai pancing ulur, tidak merusak juga,” katanya.

Dia berharap pemerintah jangan membiarkan kejadian serupa terjadi setiap tahun. Nelayan yang ditangkap di Malaysia selalu mendapatkan hukuman. Saat ini masih ada nelayan yang sedang menjalani hukuman penjara karena dituduh menangkap di perairan Malaysia pada bulan November 2023 lalu.

Baca juga : Divonis 6 Bulan Penjara di Malaysia, KJRI Minta Pemda Perhatikan Nelayan Natuna

 

Bendera merah puih berkibar di atas kapal nelayan Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Kecaman Walhi

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi Parid Ridwanuddin mengecam penangkapan delapan nelayan Natuna dan tiga kapalnya oleh APPM.

“WALHI mendesak pemerintah Indonesia dan perwakilan pemerintah Indonesia di Malaysia untuk aktif membebaskan kedelapan nelayan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” katanya.

Parid menegaskan bahwa kewajiban Pemerintah Indonesia dan Perwakilan Pemerintah Indonesia di Malaysia ditegaskan dalam UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan petambak garam. Di dalam Pasal 42 ayat 1 disebutkan bahwa Pemerintah Pusat memberikan bantuan hukum dan perlindungan bagi nelayan yang mengalami permasalahan Penangkapan Ikan di wilayah negara lain.

Pada titik ini, WALHI mendesak pemerintah untuk segera menjalankan perintah Pasal 41 UU No.7/2016 itu. Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa ayat 2 Pasal 41 UU yang sama menyebutkan bahwa Pemberian bantuan hukum dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.

Berdasarkan ayat 2 itu, Parid meminta pemerintah Indonesia untuk mengecek lokasi penangkapan nelayan yang diklaim oleh otoritas Malaysia wilayah mereka. Jangan-jangan itu wilayah Indonesia yang diklaim oleh Malaysia. “Jika klaim kalau perairan itu masih wilayah Natuna benar, berarti secara internasional, Pemerintah Indonesia memiliki justifikasi kuat berdasarkan pasal 41 ayat 2 itu,” katanya.

 

Alasan Melaut ke Malaysia

Dalam tulisan Mongabay sebelumnya, salah satu penyebab nelayan Natuna melaut ke perbatasan Malaysia karena Laut Natuna Utara tidak menjanjikan lagi untuk nelayan lokal. Akhirnya nelayan Natuna terusir dari laut mereka sendiri, dan mencuri dilaut orang lain.

Hal itu juga disampaikan analis keamanan maritim senior di lembaga riset Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Imam Prakoso saat mengetahui nelayan Natuna kembali ditangkap otoritas Malaysia. Imam juga menunjukan data grafis meningkatnya intrusi kapal asing di Laut Natuna Utara pada dua bulan terakhir.

“Ketidakamanan Laut Natuna Utara dalam tiga tahun terakhir terhadap ancaman illegal fishing dari kapal ikan Vietnam menjadi penyebab nelayan Natuna kurang mendapat hasil laut dari Laut Natuna Utara,” kata Imam kepada Mongabay, Selasa (23/04/2024).

Baca juga : Nelayan Natuna Kembali Laporkan Maraknya KIA Vietnam

 

Grafis kenaikan jumlah kapal asing Vietnam melakukan ilegal fishing di Laut Natuna Utara. Sumber : IOJI

 

Kondisi itu, lanjutnya, membuat nelayan Natuna melakukan illegal fishing di negara tetangga seperti Malaysia hingga akhirnya ditangkap.

“Laut yang aman menjamin keberlanjutan bagi masyarakat yang bergantung hidupnya terhadap laut. Sebaliknya, laut yang tidak aman membuat masyarakat yang bergantung kepadanya mengalami kesulitan,” lanjutnya.

Menurut Imam, negara perlu memperkuat komitmen dalam menjaga keamanan laut Indonesia khususnya Laut Natuna Utara dan memperhatikan nasib masyarakat pesisir Kabupaten Natuna yang telah mengalami kesulitan hidup akibat praktik illegal fishing yang dilakukan kapal Vietnam.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim meminta pemerintah Indonesia harus dengan cepat melakukan diplomasi kepada pemerintah Malaysia agar nelayan cepat dibebaskan. “Jika terlambat bergerak, mereka akan mendapatkan sanksi 4 sampai 6 bulan kurungan, selain denda yang bakal membebani keluarga mereka,” katanya.

Halim juga menjelaskan, KKP mesti bersinergi dengan Kedubes di Malaysia untuk mengupayakan pemulangan kepada nelayan tradisional yang ditangkap oleh Malaysia berdasarkan MoU Perlindungan Nelayan Tradisional yang pernah ditandatangani oleh kedua negara.

KJRI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono menegaskan, permasalahan ini harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Termasuk tugas pemerintah daerah untuk memastikan agar nelayan Natuna tidak mencuri ikan di Malaysia.

“Tidak akan pernah selesai, kalau dari hulu tidak pernah ditangani dengan komprehensif. Kita dihilir seperti pemadam kebakaran, meskipun terus kita upaya perlindungan terhadap nelayan,” pungkasnya. (***)

 

 

Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia

 

 

Exit mobile version