Mongabay.co.id

Belasan Juta Hektar Kawasan Moratorium Ternyata Tak Berhutan Lagi…

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membeberkan data di dalam kawasan moratorium hutan dan lahan atau peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB) setidaknya  13 jutaan hektar lahan ternyata tak berhutan lagi. Lahan-lahan ini,  sudah berubah menjadi beragam hal antara lain, perkebunan, pertanian, pertambangan, pemukiman sampai semak belukar dan lain-lain. Guna mengatur tata kelola lahan ini, KLHK sedang menyusun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tata Kelola Hutan Alam, Lahan Gambut, dan Kawasan Tak Produktif yang tak dibebani izin. Demikian terungkap kala KLHK rilis peta PIPPIB X di Jakarta, Rabu (25/5/16).

San Avri Awang, Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan, KLHK, mengatakan, dalam perjalanan masa moratorium ini, banyak masukan harus ada tindaklanjut untuk perbaikan tata kelola.

Untuk itu, KLHK pun melakukan verifikasi dan membuka data PIPPIB, serta  terlihat lahan dalam peta moratorium belasan juta hektar bukan hutan lagi. KLHK, berupaya memperbaiki tata kelola lahan ini. “Jadi, jangan sampai ada ilegal dalam PIPPIB dan tak diselesaikan.  Buka semua data itu, jadi semua bisa lihat.,” katanya.

Tampak dalam tabel PIPPIB yang terbagi dalam  kawasan hutan dan alokasi penggunaan lain (APL) ini, sudah menjadi beragam pemanfataan, seperti pada gambut kawasan konservasi alam (pelestarian alam)–seharusnya kawasan terlindungi oleh UU– sekitar 448.862 hektar jadi perkebunan, pemukiman, pertanian, tambang dan lain-lain. Begitu juga, di hutan gambut lindung ada kebun 27.184 hektar, pertanian 14.361 hektar dan belukar 228.331 hektar dan banyak lagi.

Di hutan lindung tanah mineral juga serupa, ada perkebunan 70.907 hektar, pertanian 2.358.201 hektar dan lain-lain. Di hutan produksi terbatas, hutan produksi sampai hutan produksi konversi, juga tak jauh beda. Begitu juga di APL, dengan total perkiraan ada sekitar 13 jutaan hektar. (lihat tabel).

“Sekitar 13 juta hektar lahan tak produktif (tak berhutan lagi-red). Kebun 980.000 hektar. Lahan kering diduduki rakyat 2,3 juta hektar. Cukup signifikan,” katanya.

Dengan kondisi seperti ini,  ucap Awang, sebagai upaya menata kelola lahan-lahan ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang menyiapkan aturan.

Menurut Awang, lahan gambut memang tak boleh ada izin tetapi fakta di lapangan, sudah menjadi perkebunan, pertambangan dan lain-lain. “Jadi kami tak ingin biarkan seperti ini. Kita akan selesaikan. Kalau ada pelanggaran, akan tegakkan hukum. Mengapa bisa bangun kebun dalam hutan?  Ini sudah ada sejak 2011.”

Meskipun begitu, katanya, aturan ini dalam semangat memperbaiki tata kelola dan menyelesaian masalah.  “Bukan beri izin baru tapi benarkan tata kelola.”  Detil kawasan, katanya, akan menentukan bentuk penanganan yang akan dilakukan.

Data 13 jutaan hektar itupun masih belum final. “Masih terus bergerak. Itu data per 10 Mei,” kata Ruanda A Sugardiman, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan,KLHK.

Peta ini menjabarkan kawasan moratorium (di kawasan hutan maupun APL) yang sudah bukan hutan lagi karena menjadi beragam manfaat, dari kebun, pertanian, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Meskipun dalam peta ini belum terlihat kejadian itu di daerah mana saja. Peta ini juga memperlihatkan, hutan-hutan bagus yang belum terlindungi kuat, yang rencana menjadi hutan lindung. Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dengan data ini, katanya, akan terlihat kondisi kawasan moratorium, di kawasan hutan maupun APL yang menjadi kebun, pemukiman, pertanian dan lain-lain. “Lain-lain itu banyak, ada tambang, tambak, sawah, bandara juga pelabuhan dan banyak lagi.”

Setelah data tersaji lengkap, baru pembahasan lebih dalam soal penanganan seperti apa—yang akan diatur dalam peraturan menteri. “Misal, pemukiman di tengah hutan, mau diapakan? Kebun di tengah hutan. Selama ini kan didiamkan. Sekarang mau kita buka, mau perbaiki.”

Walhipun menanggapi. Bagi organisasi lingkungan ini, selama aturan menteri bertujuan melindungi areal dari ancaman ekspansi perusahaan skala besar, mempebaiki fungsi lingkungan hidup dan tak menutup akses rakyat, rencana ini mesti dilakukan. “Karena kawasan tak berhutan mestinya dipulihkan, bukan diprioritaskan untuk perizinan seperti kebijakan selama ini,” kata Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Walhi Nasional.

Tata kelola kawasan moratorium ini, katanya, semestinya tak hanya berorientasi pengurangan emisi, tetapi bagaimana menekan laju degradasi lahan, dan menjadi bagian pengurangan konflik lahan. Juga memulihkan fungsi daya dukung lingkungan terhadap kultur manusia.

Sumber: KLHK
Seorang warga desa Tewang Kampung, Kecamatan Semendawai, Katingan, Kalteng menunjukkan lahan konsesi PT PEAK yang telah dibuka beberapa bulan yang lalu. Padahal sebagian konsesi lahan PT PEAK masuk dalam moratorium hutan. Apakah ini juga bagian dari kawasan moratorium yang ternyata tak berhutan itu?

Usulkan jadi hutan lindung

Sedangkan, kata Awang, kawasan moratorium, khusus hutan gambut, masih banyak berada di kawasan yang belum terlindungi kuat. Untuk pengelolaan ini, katanya, ada rencana kawasan yang berhutan bagus menjadikan hutan lindung, baik yang berada di hutan produksi (HP), hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi konversi (HPK) maupun APL. “Di APL, masih banyak hutan alam,” ucap Awang.

Dari tabel PIPPIB yang dipaparkan, tampak hutan gambut di APL sekitar sekitar 1.469.708 hektar, sedang di HP, HPT dan HPK lebih 3,5 juta hektar. (Lihat tabel)

Untuk wilayah di kawasan hutan, KLHK sedang dalam bahasan termasuk berbicara dengan daerah. Sedangkan, di APL, KLHK meminta pandangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan pemerintah daerah. Ruwanda mengatakan, KLHK sudah menyurati Kementerian ATR maupun pemerintah daerah soal niatan menjadi hutan gambut di APL sebagai kawasan lindung.

Menurut Zenzi, pemerintah mesti menemukan mekanisme atau sistem perlindungan hutan alam di APL ini. Namun, dia mengingatkan, pemerintah jangan terburu buru menetapkan status hutan lindung.

“Bisa jadi hutan itu lestari karena perlindungan masyarakat yang hidup di dalam maupun sekitar.  Khawatir proses penetapan jadi hutan lindung tanpa verifikasi sungguh-sungguh justru menambah deretan konflik komunitas dengan pemerintah.”

Sumber: KLHK

Kawasan moratorium naik tipis

Adapun pada revisi PIPPIB X ini, peta moratorium mengalami kenaikan tipis sebesar 191.706 hektar. Hingga total kawasan yang terlindungi moratorium menjadi 65.277.819 hektar, dari sebelumnya 65.086.113 hektar.

Perubahan ini, kata Awang, karena terjadi pengurangan dan penambahan oleh beberapa faktor, seperti pembaruan data perizinan, pembaruan data bidang tanah, perkembangan tata ruang sampai laporan hasil survei lahan gambut dari Kementerian Pertanian. (Lihat tabel).

Dalam poin revisi peta moratorium itu, juga menyebutkan beberapa mengecualian seperti  permohonan telah mendapat persetujuan prinsip Menteri LHK, pembangunan nasional bersifat vital, yaitu geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Lalu, perpanjangan izin pemanfaatan hutan atau penggunaan kawasan hutan yang ada sepanjang izin usaha masih berlaku dan restorasi ekosistem.

“Moratorium hendaknya bukan sebatas menunda izin baru, juga menghentikan proses izin. Dalam artian menghilangkan klausal pengecualian terhadap izin prinsip dan perpanjangan izin pada moratorium,” ucap Zenzi.

Saat ini, katanya,  daratan indonesia hampir habis terbagi dalam izin prinsip dan izin produksi. Arti, ujar dia, kalau moratorium tak menghentikan peningkatan status izin prinsip ke izin produksi, proses deforestasi dan degradasi akan terus terjadi di daratan Indonesia.

Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut, mendukung publikasi transparan peta moratorium hutan dan lahan. “Masukan publik bagus buat memperkuat. Bagaimana data itu dipakai kementerian/lembaga, dan lembaga lain juga pemda untuk menyesuaikan dengan rencana pembangunan. Ini juga bagian kebijakan satu peta.”

Gedung perusahaan sawit yang dibangun di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang, Sulteng ( Temuan Jatam Sulteng). Apakah ini salah satu yang disebutkan KLHK bahwa kawasan moratorium banyak tak berhutan? Apa upaya penegakan hukum bagi pelanggar seperti ini? Foto: Etal Douw
Sumber: KLHK
Ruanda A Sugardiman, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan,KLHK, kala menjelaskan kepada wartawan kawasan moratorium yang ternyata tak berbentuk hutan lagi…Foto: Sapariah Saturi
Exit mobile version