Mongabay.co.id

Navicula Menggugah Ingatan Soal Moratorium Akomodasi Bali Selatan. Seperti Apa?

Saat semua semakin cepat. Bali berani berhenti dan menyepi.
Ku telah terlampau lelah. Berilah aku waktu sesaat. Tuk membasuh luka tuk membasuh jiwa agar suci lagi. Oh meski hanya sehari.

Band Navicula mengingatkan betapa berartinya jika Bali berani berhenti sejenak dari pikuk pembangunan fisik terutama industri massal pariwisata. Lagu ini terinsipirasi dari perayaan tahun baru saka umat Hindu di Bali, hari raya Nyepi yang diperingati dengan berdiam di rumah tak boleh bepergian, dan seluruh fasilitas publik termasuk transportasi darat dan udara tutup.

Gede Robi, vokalis Navicula menyanyikannya dalam aksi parade budaya Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa pada Sabtu (17/02/2018) di sekitar Kantor Gubernur Bali. Massa berkumpul setelah longmarch mengelilingi Lapangan Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi dengan barisan orang ratusan meter.

baca : Ketika Tolak Reklamasi Teluk Benoa Jadi Komoditas Pilkada Bali

 

Band Navicula menyulut energi massa dengan bersuara lewat musik dalam aksi parade budaya Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa pada Sabtu (17/02/2018) di sekitar Kantor Gubernur Bali. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

“Sayangnya Gubernur sendiri yang menghentikan moratorium,” seru Robi sebelum menyanyikan lagu ini bersama massa aksi. Seperti biasa, Robi selalu meletakkan konteks dalam lagu-lagunya yang bernada protes dan introspeksi. Mengenakan kaos Bali Tolak Reklamasi dipadupadankan dengan kamen (kain) dan udeng (ikat kepala) Navicula menyuarakan kegundahan kaum muda dengan koor lima lagu yang merangkum sengkarut urusan politik dan lingkungan saat ini.

Penelitian dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2010 menyatakan bahwa Bali Selatan khususnya (Denpasar, Badung dan Gianyar) mengalami kelebihan kamar hotel sehingga perlu dilakukan moratorium. Kemudian pada 26 Desember 2010 Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menerbitkan keputusan pemberhentian sementara (moratorium) izin akomodasi pariwisata di daerah Bali Selatan sampai adanya penelitian mengenai kebutuhan akomodasi seperti hotel berbintang dan melati. Moratorium ini lalu dicabut pada 2016 lalu.

Namun kontradiksi sudah mendahului karena sebelum dicabut pun kawasan moratorium pembangunan akomodasi wisata malah dijadikan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dokumen MP3EI 2011 – 2025 ini merupakan kebijakan yang tercipta di masa pemerintahan SBY – Boediono dalam bentuk Peraturan Presiden No.32/2011.

baca : Kala Bendesa Adat Bali Ngadu ke DPR Soal Reklamasi Teluk Benoa

 

Tol Bali, yang dibilang tol laut yang paling cantik di Indonesia, apakah juga indah buat alam Teluk Benoa? Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Awalnya kawasan Teluk Benoa dinyatakan Perpres No.45/2011 sebagai wilayah konservasi laut. Tetapi kemudian oleh pemerintah, dilakukan perubahan Perpres secara sepihak menjadi Perpres No.51/2014 tentang Perubahan Atas Perpres No.45/2011 tentang Kawasan Strategis Perkotaan Sarbagita dan sekaligus menjadikan program tersebut sebagai bagian dari MP3EI.

Policy Paper WALHI Nasional pada 2015 mengkritisi MP3EI ini dan khusus untuk rencana reklamasi oleh TWBI menyebut krisis ekologi yang mengancam Bali sudah di depan mata sehingga membutuhkan kebijakan-kebijakan yang beradaptasi dengan krisis. Salah satu alat minimal untuk menjaga lingkungan hidup di Bali adalah peraturan daerah mengenai tata ruang dan peraturan turunannya, baik di darat maupun di laut (termasuk pula perairan pesisir dan pulau-pulau kecil).

Namun, ternyata peraturan ini tidak cukup kuat menghadapi derasnya investasi, bukan karena substansi dan muatan pengaturan penataan ruangnya, lebih karena peraturan penataan ruang ini tidak ditaati bahkan dapat diubah setiap saat atau setidak-tidaknya dilakukan penyelundupan hukum demi mengakomodir kepentingan investasi pemilik modal.

Menurut pemodelan yang dilakukan Conservation International (CI), pengurugan laut di Teluk Benoa lebih dari 700 hektar untuk kawasan wisata terpadu ini akan menyebabkan perubahan arus air yang pada gilirannya akan dapat menyebabkan abrasi dan beberapa wilayah yang secara geografis berposisi rendah tergenang akibat banjir rob.

baca : Komnas HAM Rekomendasikan Rencana Reklamasi Teluk Benoa Dibatalkan

 

Taman hutan rakyat Teluk Benoa, akankah tetap bertahan di tengah beragam ancaman termasuk reklamasi besar-besaran? Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Penelitian Puslit Geoteknologi LIPI 2010 memperlihatkan Teluk Benoa memiliki potensi bahaya likuifaksi. Artinya, lapisan tanah pada kawasan ini sangat rentan mengalami perubahan dari padat menjadi cair maupun terjadi amblesan jika terjadi pergeseran lapisan bumi. Dengan demikian, kawasan ini sangat beresiko jika dibangun infrastruktur pariwisata skala besar dan tinggi.

Kadek Suta, salah seorang orator aksi dari Jimbaran menyebut beberapa kali kena banjir saat hujan deras. “Belum reklamasi saja jimbaran sudah tenggelam apalagi jika Teluk Benoa jadi direklamasi atau diurug?” ujarnya.

Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) Teluk Benoa sudah mengirim surat pada kandidat calon gubernur dan partai pengusungnya. Isinya, jika serius ikut menyuarakan penolakan maka berani bersurat sesuai jabatannya dan memerintahkan seluruh fraksi-fraksi partai pengusungnya agar melakukan hal yang sama yakni bersurat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres No.51/2014.

baca : ForBALI Menuntut Presiden Jokowi Batalkan Perpres Teluk Benoa

 

Aksi parade budaya Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa pada Sabtu (17/02/2018) yang mengusung kain panjang bertuliskan “Tolak Reklamasi Teluk Benoa – On Fire”. Foto : Riski Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Tahun 2018 merupakan tahun penentuan bagi izin lokasi reklamasi yang dipegang oleh investor PT.TWBI yang akan habis pada tanggal 25 Agustus mendatang. Koordinator ForBALI Wayan “Gendo” Suardana menyebut karena menteri Susi Pudjiastuti tak berani menolak perpanjangan izin lokasi maka 25 agustus adalah puncak pertarungan selama lima tahun gerakan ini.

“Gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa adalah gerakan independen, kita berkomitmen untuk memenangkan Teluk Benoa dari ancaman reklamasi oleh investor rakus,” teriaknya dalam orasi.

Peserta aksi yang didominasi anak muda ini memompa energinya dengan menambah amunisi aksi. Misalnya kain panjang atau lelancingan bertuliskan “Tolak Reklamasi Teluk Benoa – On Fire”. Kain ini digunakan ‘menutup’ sebagian kantor Gubernur Bali seolah menyatakan protes dan semangat tak pernah surut walau sudah 5 tahun aksi penolakan.

 

Exit mobile version