Mongabay.co.id

Seperti Apa Indeks Kesehatan Mangrove dan Lamun di Indonesia?

Selama 72 tahun Indonesia merdeka, tak sekalipun Negeri ini memiliki indeks kesehatan mangrove dan lamun. Kondisi itu dinilai memprihatinkan, karena Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki luas laut hingga 5,8 juta kilometer dan membentang jaiuh dari Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua. Untuk itu, pada 2019 mendatang ditargetkan indeks sudah bisa tersedia dan dipantau oleh publik.

Demikian dikatakan Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Dirhamsyah di Jakarta, Selasa (20/2/2018). Menurut dia, indeks sangat diperlukan, untuk memantau kondisi mangrove dan lamun sejauh mana kesehatannya. Mengingat, hutan mangrove dan padang lamun di perairan Indonesia hingga saat ini masih banyak ditemukan.

“Tetapi, jika tidak dipantau, maka keberadaannya bisa saja terancam,” ucapnya.

baca : 7 Fakta Penting Mangrove yang Harus Anda Ketahui

 

Mangrove yang penting mencegah abrasi pantai dan penting bagi kehidupan biota laut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ciri-ciri tanaman mangrove dan lamun sehat, kata Dirhamsyah, paling sederhana adalah melihat biota laut yang ada di sekitarnya. Jika biota laut yang biasanya ada, tapi berkurang bahkan menghilang, maka bisa dipastikan mangrove dan atau lamun mengalami kerusakan atau tidak sehat.

Dirhamsyah mencontohkan, biota laut yang biasa ada di hutan mangrove atau bakau, adalah jenis krustasea seperti kepiting, rajungan, dan kerang-kerangan. Semakin sehat tanaman bakau, maka jumlah biota laut yang disebut akan semakin banyak. Tetapi sebaliknya, jika tanaman bakau mengalami kerusakan, maka keberadaan biota laut tersebut akan berkurang.

Sementara, untuk padang lamun, Dirhamsyah menyebutkan, biasanya terdapat biota laut yang cukup langka, khususnya Dugong (duyung). Mamalia laut tersebut, hidupnya sangat mengandalkan habitat lamun yang biasanya ditemukan di perairan khas dangkal dengan suhu yang hangat dan dasarnya pasir.

baca : Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?

 

Dugong yang terpantau di wilayah perairan Kabupaten Alor, NTT. Foto: WWF-Indonesia/Tutus Wijanarko

 

Agar biota laut seperti disebutkan di atas tetap ada dan jumlahnya tidak berkurang, bahkan harusnya bertambah, menurut Dirhamsyah, langkah yang harus dilakukan adalah dengan mempertahankan ekosistem mangrove dan lamun secara baik. Untuk bisa mempertahankan, diperlukan upaya penjagaan dan perawatan yang konsisten dari masyarakat dan Pemerintah.

Untuk memantau kondisi mangrove dan lamun, Dirhamsyah mengatakan, LIPI mulai sekarang sudah melakukan pemantauan dan penelitian di 20 lokasi secara acak di seluruh Indonesia. Pemantauan yang dilakukan oleh tenaga ahli terlatih LIPI itu, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kondisi mangrove dan lamun.

“Setelah dipantau dan diteliti, kita ingin itu menjadi data indeks kesehatan. Paling lambat pada 2019 indeks sudah bisa dirilis ke publik,” jelas dia.

baca : Begini Rekomendasi untuk Pelestarian Ekosistem Mangrove Dunia

 

Kawasan hutan mangrove di pesisir Pantai Ayah dan pantai Logending, Kebumen, Jateng yang kini menjadi penahan tsunami dan kawasan wisata. Foto : L Darmawan

 

Konservasi Ekosistem Laut

Menurut Dirhamsyah, pembuatan indeks mangrove dan lamun dilakukan, tujuannya salah satunya untuk mendukung program konservasi ekosistem laut yang ada di Indonesia. Selama ini, program ekosistem laut, belum menghitung secara detil bagaimana indeks mangrove dan lamun.

Sebelum memulai pembuatan indeks kesehatan, Dirhamsyah mengatakan, LIPI lebih dulu membuat indeks kesehatan terumbu karang dan ekosistem laut dan sudah diluncurkan secara resmi pada 2017. Indeks yang sudah dibuat itu, berikutnya dilaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Setelah indeks dirilis, kita langsung gunakan sebagai parameter untuk penilaian terumbu karang dan ekosistem laut di Indonesia,” jelas dia.

Selain Indonesia, menurut Dirhamsyah, baru Australia dan Amerika Serikat yang sudah membuat data indeks kesehatan. Negara lain, kata dia, hingga saat ini masih belum memiliki data indeks kesehatan yang lengkap seperti dua negara tersebut.

baca : Benarkah Kehadiran CTI Belum Maksimal dalam Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia?

 

Coral reef in Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia. Foto : Conservation International

 

Sebelumnya, pada Juli 2017, LIPI merilis data tentang terumbu karang dan ekosistem laut di Indonesia. Saat itu, disebutkan bahwa kondisi terumbu karang di wilayah perairan Indonesia secara keseluruhan terus memperlihatkan kondisi membaik. Meskipun, pada saat yang sama, ada terumbu karang yang masih terkena pemutihan (white bleaching) akibat fenomena perubahan iklim (climate change).

Menurut Dirhamsyah, data yang diperoleh merupakan hasil monitoring jangka panjang yang sudah dimulai sejak 1993 atau 24 tahun sebelumnya. Selama periode pemantauan tersebut hingga 2017, terjadi kecenderungan peningkatan kondisi terumbu karang ke arah yang lebih baik. Artinya, terumbu karang yang sebelumnya mengalami kerusakan atau terancam mati, pelan-pelan berhasil memulihkan kondisinya hingga kembali sehat.

“Walaupun di pengujung 2016 terjadi sedikit penurunan. Hal ini disebabkan pada 2015 dan 2016 hampir di seluruh perairan Indonesia dilaporkan terjadi pemutihan karang yang diikuti dengan infeksi penyakit dan serangan hama,” ucap dia.

Selama pemantauan yang dilakukan jangka panjang, Dirhamsyah memaparkan, pihaknya berhasil melakukan verifikasi dan analisa data kondisi terumbu karang di perairan Indonesia. Semua data tersebut diambil dari 108 lokasi dan 1.064 stasiun di seluruh Indonesia.

Meski disimpulkan terus membaik, Dirhamsyah mengakui, dari hasil pemantauan tersebut, kondisi terumbu karang yang dinyatakan masih sangat baik, kini tinggal 6,39 persen saja. Kemudian, terumbu karang yang kondisinya baik saat ini mencapai 23,40 persen, kondisi cukup sekitar 35,06 persen, dan kondisi jelek berkisar 35,15 persen.

Pengukuran kondisi tersebut, kata dia, didasarkan pada persentase tutupan karang hidup yaitu kategori sangat baik dengan tutupan 76-100 persen, kategori baik dengan tutupan 51-75 persen, cukup dengan tutupan 26-50 persen, dan jelek dengan tutupan 0-25 persen.

baca : Seperti Apa Upaya Penyelamatan Terumbu Karang di Wilayah Segitiga Karang Indonesia?

 

Terumbu karang di perairan Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. kelestarian terumbu karang dunia, akan menyelamatkan 200 juta penduduk. Foto: The Nature Conservancy

 

Pusat Data Ekosistem

Selain menyiapkan indeks kesehatan mangrove dan lamun, LIPI yang sudah berdiri sejak 113 tahun lalu, juga menjadi pelopor penyedia informasi dan data yang lengkap tentang penelitian oseanografi. Data tentang ekosistem penting di wilayah pesisir, yaitu terumbu karang, padang lamun, dan mangrove serta lingkungan perairannya, bisa diakses oleh publik secara bebas.

Peneliti P2O LIPI Nugroho Dwi Hananto, pada kesempatan yang sama, menjelaskan, untuk bisa mengakses informasi dan data yang lengkap, publik bisa membuka laman khusus pusdata.oseanografi.lipi.go.id. Laman tersebut, menjadi bukti komitmen LIPI untuk mengawal penelitian oseanografi.

Menurut Nugroho, dalam laman yang menjadi pusat data tersebut, di dalamnya terdapat rujukan pengelolaan ekosistem pesisir, perencanaan dan pengembangan wilayah pesisir, dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang oseanografi.

“Upaya ini adalah yang pertama dilakukan di Indonesia. Basis data yang telah terintegrasi diwujudkan dalam satu pusat data nasional ekosistem pesisir,” tutur dia.

baca : Begini 6 Langkah Strategis Perbaikan Tata Kelola Mangrove di Indonesia

 

Mangrove yang berada pesisir Padang Tikar ini harus dijaga ekosistemnya. Foto: Putri Hadrian

 

Nugroho menambahkan, melalui pusat data tersebut, masyarakat bisa mengakses data dan informasi yang berkaitan dengan ekosistem pesisir secara lengkap dan menyebarkannya ke sekitar melalui berbagai upaya seperti organisasi atau edukasi. Selain data, masyarakat juga bisa mengakses literatur yang tersedia di laman perpustakaan.

“Literatur itu adalah hasil penelitian yang sudah diterbitkan P2O LIPI dan koleksi hasil penelitian yang didanai pihak asing,” sebut dia.

Menurut Nugroho, pembuatan laman khusus pusat data, didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak pulau dan bentang laut hingga 99.093 kilometer. Selain itu, Indonesia juga memiliki ekosistem terumbu karang yang luasnya mencapai 25 juta hektare, serta ekosistem lamun seluas 150.000 hektare.

“Di dalam laman, kita sediakan juga akses ke kanal khusus seperti coastal monitoring system dan coastal ecosystem web GIS,” jelas dia.

Walau sudah tersedia banyak dan dan informasi, Nugroho mengatakan, LIPI berencana untuk menambah lagi data yang dibutuhkan seperti jejaring pengamatan kualitas air, pemasangan sensor, logger, dan telemetri data. Tak cukup disitu, LIPI sudah berencana untuk memperbanyak data seputar geologi atau geofisika kelautan.

 

Exit mobile version