Mongabay.co.id

Tren Kenaikan Harga Bisa Picu Eksploitasi Batubara Makin Menggila

Tren kenaikan harga batubara khawatir memicu eksploitasi besar-besaran. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

 

Kenaikan harga batubara terjadi sejak awal 2018 khawatir kembali memicu eksploitasi besar-besaran. Pemerintah pun diminta tegas memperketat pengawasan tata kelola batubara.

“Memang selalu ada hubungan antara kenaikan harga batubara dengan laju eksploitasi,” kata Muhammad Ikbal Damanik, peneliti Auriga Indonesia, baru-baru ini.

Dia merujuk 2008-2010,  kala harga batubara anjlok, eksploitasi praktis menurun. Tren penurunan harga batubara terus berlanjut, bahkan pada pertengahan Mei 2012 sampai US$85 per ton.

Penurunan harga pada November 2011 karena kelebihan produksi Januari-Maret 2012 mencapai 102 juta ton. Ia naik dari periode sama tahun sebelumnya, hanya 90 juta ton.

Pada 2013-2014,  harga batubara kembali merangkak naik. “Eksploitasi naik lagi. Karena itu ada evaluasi izin usaha pertambangan pada 2014,” katanya.

Tahun ini, harga batubara acuan (HBA) Februari 2018 ditetapkan US$100.69 per ton naik US$5.15 dibanding HBA Januari mencapai US$95.54.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) kenaikan harga batubara dipicu permintaan dari Tiongkok tinggi untuk musim dingin, dan produksi serta pengiriman terhambat karena cuaca di negara itu.

HBA merupakan harga dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya dengan kualitas disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, total moisture 8%, total sulphur 0,8% dan ash 15%.

KESDM sedang memfasilitasi perumusan formula baru harga batubara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/dmo) dengan melibatkan PLN dan industri dalam negeri.

Keperluan batubara dalam negeri pertahun biasa dilaporkan tiap Maret tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan ini, KESDM bikin keputusan menteri soal badan usaha mana saja yang akan memenuhi kebutuhan itu.

Tak semua jatah batubara domestik untuk PLTU batubara. Data DMO 2016/2017, hanya 81% untuk pembangkit listrik. Sisanya perusahaan semen.

Bagi pemerintah,  formula baru ini diharapkan dapat menjaga kestabilan tarif listrik untuk jaga daya beli masyarakat, inflasi dan daya saing industri. Sebelumnya,  pemerintah menegaskan tarif listrik tak akan naik hingga akhir Maret 2018.

Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye Walhi melihat ini sebagai bukti menunjukkan harga listrik dari pembangkit batubara makin mahal.

“Jika tanpa eksternalitas memang murah, jika dipasang air pollution control dengan baku mutu emisi ketat ditambah lagi harga batubara makin mahal, jadi mahal ke tarif listrik. Meskipun ada subsidi untuk masyarakat, tetap kembali beban ke negara,” kata Alin, sapaan akrabnya.

 

Produksi naik?

KESDM menargetkan, produksi 2018 naik sebesar 5% dari rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2017, sekitar 485 juta ton.
“Kenaikan harga batubara tentu jadi pemicu korporasi tambang menggenjot produksi semaksimal mungkin,” kata Melky Nahar, Juru Kampanye Jatam.

Kenaikan harga ini, katanya, melanggar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menetapkan produksi batubara 406 juta ton pada 2018. Juga, katanya,  rencana umum energi nasional (RUEN) yang memandatkan pembatasan produksi maksimal 400 juta ton pada 2019.

“Lagi-lagi, kita sedang dipimpin rezim sangat bergantung pada ekonomi tambang batubara, selalu abai keselamatan rakyat dan lingkungan di wilayah keruk batubara.”

Rizky Ananda, Peneliti Publish What You Pay (PWYP) mengatakan, keadaan ini makin menguatkan arah kebijakan pemerintah masih menempatkan batubara sebagai sumber penerimaan negara dengan menaikkan target produksi.

“Sisi lain, tata kelola batubara masih menyisakan masalah serius yang belum terselesaikan dengan baik,” katanya.

Dari Koordinasi dan Supervisi Minerba KPK tercatat 704 IUP batubara masih berstatus non-clean and clear per Desember 2017. Tumpang tindih pertambangan dengan kawasan hutan yang teridentifikasi sejak 2014 tak kunjung terselesaikan.

Data PWYP dari KESDM per Desember 2016, menunjukkan, setidaknya masih ada 631.000 hektar konsesi batubara di hutan lindung dan 212.000 hektar di hutan konservasi. Kepatuhan pelaku usaha dalam menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang juga rendah.

 

Lubang tambang batubara PT MHU, tempat Mulyadi tewas. Kala kenaikan harga picu eksploitasi, bakal makin banyak danau-danau asam muncul. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

Hingga awal 2018, persentase pemegang IUP yang menempatkan dana itu hanya 50% dari total IUP sektor pertambangan minerba.

Tak terkecuali potensi kerugian negara dari ekspor batubara secara ilegal, dan pemegang IUP yang tak membayar pajak dan kewajiban penerimaan negara lain.

“Terus meningkatkan target produksi tanpa perbaikan di sisi pengawasan sama dengan membuka keran eksploitasi batubara,” katanya,  seraya bilang ada sekitar 373 IUP eksplorasi batubara berakhir pada 2016-2017 dan akan memasuki fase produksi pada 2018.

Maryati Abdullah, Koordinator PWYP Indonesia, menambahkan, kebijakan pengelolaan batubara masih cenderung berorientasi ekspor. Hal ini, katanya,  terlihat dari ketentuan pemenuhan DMO 2018 turun dibandingkan 2017. Ia sebagaimana diatur dalam Kepmen ESDM Nomor.23 K/30/MEM/2018. Dampaknya, kata Maryati,  penurunan ekspor bertahap sebagaimana amanat RUEN makin sulit terealisasi.

“Akibatnya, tren harga pasar global makin memicu ekspor batubara, yang bisa berdampak pada kekurangan pasokan bagi kebutuhan domestik.”

 

Konsekuensi

Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, kenaikan harga batubara akan sangat berpengaruh kondisi keuangan PLN dan tarif.

“Ini konsekuensi dari ketergantungan tinggi terhadap batubara padahal sumber energi lain banyak,  yang tak memiliki fluktuasi harga tak terkontrol,” katanya.

Meskipun begitu, katanya, terpenting saat ini pemerintah mengambil langkah tegas transisi energi, ke sumber terbarukan.  Dalam jangka panjang, katanya, harga jauh lebih murah dan PLN tak terbebani perdebatan panjang soal harga.

“Ini bukti nyata paradigma berpikir batubara murah selalu jadi argumen pemerintah dan industri itu,  salah.”

Sisi lain, katanya, batubara mengancam lewat polusi udara yang sangat berbahaya dan menyebabkan ongkos kesehatan sangat besar.

Tak hanya regulasi penetapan harga batubara, katanya, berbagai regulasi berkaitan kepentingan masyarakat luas harus transparan.

 

Foto utama: Tren kenaikan harga batubara khawatir memicu eksploitasi besar-besaran. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version