Mongabay.co.id

Minimnya Informasi Pulau-pulau di Sumatera Selatan, Kenapa?

Berapa jumlah pulau di Sumatera Selatan? Bagaimana pula kondisinya?

Setahun lalu, Rabu (16/03/2017), Wakil Gubernur Sumatera Selatan Ishak Mekki dalam rapat paripurna di DPRD Sumsel, mengatakan ada 23 pulau di Sumatera Selatan. Tapi tidak dirinci keberadaan pulau-pulau tersebut. Dia hanya menyebut Pulau Maspari, sebagai potensi kemaritiman, yang merupakan satu-satunya pulau yang berada di laut.

Namun, berdasarkan data Daftar Pulau di Sumatera Selatan, jumlahnya ada 53 buah. Namun, yang memiliki nama hanya 23 pulau.

Selain Pulau Maspari yang berada di Selat Bangka, ada satu pulau atau delta yang berada enam kilometer dari jembatan Ampera, Palembang. Pulau ini cukup dikenal secara nasional maupun internasional yakni Pulau Kemaro. Delta yang luasnya sekitar 32 kilometer ini, selain menjadi kediaman sejumlah penduduk, juga didirikan vihara, klenteng Hok Tjing Rio, serta kuil Budha. Perayaan Cap Go Meh di Palembang selalu dipusatkan di Pulau Kemaro ini.

Setelah dijadikan camp konsentrasi tahanan politik PKI atau diduga mendukung Gerakan 30 September tahun 1960-an, pulau ini kemudian dipromosikan dengan legenda kisah cinta Siti Fatimah, putri Raja Sriwijaya, dengan pangeran dari Tiongkok bernama Tan Bun Ann. Kisah cinta mereka berakhir tragis, karena keduanya meninggal dunia, tenggelam di Sungai Musi. Kisah cinta ini mirip cerita San Pek Eng Tay di Medan.

Baca: Maspari, Pulau Tempat Penyu Sisik Bertelur yang “Sendirian”

 

Pantai Pulau Maspari yang dari jauh terlihat seperti buntut ikan pari. Secara administratif pulau ini berada di Desa Simpang Tiga Jaya, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Foto Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Kisah cinta Siti Fatimah dan Tan Bun Ann ini menjadi daya tarik objek wisata ke Pulau Kemaro, apalagi di pulau tersebut ada makam Siti Fatimah. Tapi, berdasarkan catatan sejarah, pulau ini juga sempat menjadi basis penyerangan Belanda ke Kesultanan Palembang.

Bagaimana kisah pulau lainnya? “Itu salah satu target ekspedisi Sungai Musi periode ketiga yang rencananya kami laksanakan 2018 ini. Terus terang, masyarakat Sumatera Selatan (Sumsel) saja buta dengan keberadaan pulau-pulau ini, termasuk kondisinya,” kata Sutrisman Dinah, Rabu (28/3/2018).

Sutrisman Dinah merupakan salah satu penggagas ekspedisi Sungai Musi yang kali pertama dilaksanakan 2006 bersama Wigwam, organisasi pencinta alam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Ekspedisi pertama yang targetnya semacam pemetaan jalur itu dimulai dari Tanjungraya (Ulu Musi), Kabupaten Empat Lawang, hingga Palembang, dan dilanjutkan ke Sungsang.

“Pada 2017, Wigwam kembali menggelar Musi River Camp. Pemetaan lainnya, seperti kondisi sosial dan ekonomi masyarakat kekinian, serta perubahan bentang alam di sekitar Sungai Musi akan dilakukan. Juga, mencari keberadaan ikan endemik seperti belida dan baung,” katanya.

Baca juga: Musi River Camp, Melihat Lebih Dekat Kearifan Masyarakat Menjaga Sungai

 

Jembatan Ampera yang begitu terkenal di Palembang yang dibawahnya mengalir Sungai Musi. Foto: Wikimedia Commons/Public Domain/Badan Usaha Milik Negara

 

Terkait pulau-pulau di Sumatera Selatan, meskipun dibutuhkan sebuah penelitian, dia menilai banyak pulau atau delta sudah berubah bentang alamnya. Misalnya Pulokerto, Deltaupang, dan Deltasugihan yang sungai atau rawa pembatas pulau tersebut sudah tertimbun pertanian, jalan, maupun lainnya.

“Seharusnya pemerintah memperhatikan hal ini, sebab perubahannya jelas menyebabkan terganggunya tata kelola air. Akibatnya, pada musim penghujan terjadi banjir dan kekeringan saat kemarau,” kata Sutrisman.

Sirah Pulau Padang, yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), yang sekarang menjadi nama kecamatan, dulunya merupakan sebuah delta atau pulau yang berada di Sungai Komering.

“Dulu desa ini merupakan sebuah pulau yang semuanya hutan. Kemudian berkembang permukiman, dusun, desa, dan kini kecamatan. Belanda tidak mengubah keberadaan pulau ini, mereka membangun jembatan yang menghubungkan pulau dengan daratan lainnya. Sejak 2004, wilayah rawa gambut kami yang terhubung ke Sepucuk, sebagian besar sudah dijadikan perkebunan sawit,” kata Budi, warga Sirah Pulau Padang, yang dihubungi Mongabay, Rabu (28/3/2018).

“Dampaknya sekarang ini, kami kesulitan bersawah. Sebab kalau musim penghujan, sawah kami tergenang karena Sungai Komering meluap. Sementara kemarau kekeringan, sehingga padi tidak tumbuh,” jelasnya.

 

Air Terjun Panjang di Tinggihari, Kecamatan Pulaupinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Foto: Jabrik-INFIS

 

Hutan dan sungai rusak

Sejak ekspedisi pertama dilakukan, Sutrisman maupun kawan-kawan dari Wigwam dan pencinta lingkungan sudah menyampaikan ke publik tentang kerusakan Sungai Musi, sebagai akibat kerusakan hutan atau bentang alam sekitarnya. Bukan hanya disebabkan limbah industri.

“Jika hutan di bagian hulu atau di sekitar daerah aliran Sungai Musi tidak dijaga atau diperbaiki, bukan tidak mungkin masyarakat Palembang dan sekitar sungai akan mengalami bencana. Sebenarnya, saat ini sudah kita rasakan, dan tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.

Selain itu, limbah industri, perkebunan dan pertambangan juga semuanya dibuang ke Sungai Musi sehingga kualitas air mengalami penurunan. Pemerintah, lanjutnya, harus bekerja lebih optimal untuk memperbaiki kondisi Sungai Musi yang menjadi salah satu sungai prioritas pemulihan hingga 2019.

“Yang perlu diperhatikan, pemerintah harus menghentikan atau memoratorium penambangan batubara, pembukaan perkebunan sawit, perkebunan karet, HTI, dan lainnya. Sebab, jika hal tersebut tetap dilakukan maka pemulihan sulit diwujudkan. Keseimbangan alam tidak tercapai,” tandas Sutrisman.

 

 

Exit mobile version