Mongabay.co.id

Hiu Paus Akan Masuk Akuarium Raksasa di Ancol?

Upaya untuk memindahkan hiu paus (Rhincodon typus) dari perairan di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur ke wahana rekreasi dan edukasi akuarium raksasa di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, mendapat penolakan dari pecinta lingkungan di Indonesia. Cara tersebut, dinilai tidak tepat, karena habitat hiu paus adalah di lautan lepas.

Selain mendapat penolakan secara langsung, dalam beberapa pekan terakhir, pengguna internet di Indonesia diramaikan dengan kampanye penolakan pemindahan hiu paus dari Berau ke Ancol melalui sebuah petisi. Aksi tersebut, mendapat dukungan dari publik figur seperti Riyanni Djangkaru dan masyarakat umum.

Petisi yang beredar luas di sosial media itu, menautkan nama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai pelindung utama wilayah laut di Indonesia beserta kekayaan biota laut di dalamnya. Saat tulisan ini dibuat, petisi sudah mendapat dukungan 70.882 tanda tangan dan kampanye terus dilakukan untuk mendapatkan minimal 75 ribu tanda tangan.

baca : Hiu Paus Terjebak di Laguna Pulau Sombori Morowali, Bagaimana Akhirnya?

 

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International/Mongabay Indonesia

 

Penggagas kampanye penolakan, baik di internet maupun di lapangan langsung, adalah Forum Pemuda Bahari dan Perkumpulan Lintas Alam Borneo. Kedua perkumpulan sosial itu, melakukan penolakan, karena Ancol disebutkan akan memindahkan ikan terbesar di dunia, hiu paus dari perairan Kecamatan Talisayan ke dalam sebuah akuarium.

Berdasarkan informasi dari dua komunitas itu, PT Pembangunan Jaya Ancol disebutkan sudah melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintah Kabupaten Berau. Penandatanganan itu, mencakup rencana pengiriman hiu paus dari Talisayan yang dituangkan dalam satu item kerja sama.

Ketua Perkumpulan Lintas Alam Borneo Krisna, pekan lalu memberikan informasi kepada publik, seharusnya Ancol dan Pemkab Berau bisa berpikir dengan lebih baik tentang kerja sama yang sudah dijalin. Jangan sampai, hiu paus yang habitat aslinya di laut lepas, dipaksa untuk hidup di akuarium raksasa yang dipakai sebagai wahana edukasi dan rekreasi.

“Pendidikan itu penting namun dapat diselenggarakan tanpa menempatkan satwa dalam resiko,” ungkapnya.

baca : Konservasi Hiu Paus Perlukan Data Populasi dan Pola Migrasi. Untuk Apa?

 

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua. Foto : Shawn Heinrichs / Conservation International/Mongabay Indonesia

 

Krisna mengatakan, hiu paus adalah satwa yang sudah dilindungi di Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/2013. Alasan diberikan perlindungan, karena satwa air ini terus mengalami penurunan populasi dan tingkat reproduksi yang rendah. Kemudian, perlindungan juga diberikan, karena di alam, hiu paus terus mendapat banyak tantangan, salah satunya dari pariwisata.

“Hiu paus diketahui tidak berbahaya bagi manusia. Meski bertubuh besar, hiu paus adalah hewan laut yang jinak dan kadang-kadang membiarkan para penyelam menungganginya, dan ini tidak dibenarkan dalam kaidah konservasi,” jelasnya.

 

Batalkan Translokasi

Walau tidak berbahaya, Krisna dengan tegas menentang pemindahan biota laut tersebut dari habitat asli di laut ke dalam wahana rekreasi dan edukasi seperti akuarium raksasa. Menurut dia, pemindahan itu berpotensi akan membuat hiu paus mengalami stres dan itu bisa membahayakan kesehatannya. Hiu paus, biasanya melakukan migrasi secara rutin dan itu bisa dilakukan dengan bebas di lautan lepas.

“Perlakuan terhadap hiu paus yang semestinya adalah dengan cara membiarkan hiu paus lestari di habitat asli mereka,” tegasnya.

baca : Hiu Terbesar Tapi Jinak Dan Bukan Karnivora, Begini 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus  

 

Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap illegal dilepasliarkan kembali ke laut dari karamba jaring apung milik PT. Air Biru Maluku, di dekat Pulau Kasumba, Maluku. Sebelumnya, aparat menggerebeg tempat tersebut. Foto : Paul Hilton/WCS/Mongabay Indonesia

 

Selain faktor kelestarian di laut, Krisna menganalisa, jika Ancol berhasil mengirim hiu paus dari Berau, maka itu dikhawatirkan akan menurunkan minat wisatawan untuk mendatangi daerah yang memiliki perairan yang menjadi habitat hiu paus. Jika itu terjadi, maka itu juga akan menurunkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

Di Indonesia sendiri, wisata hiu paus bisa dijumpai di berbagai daerah seperti Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara, Papua Barat, dan Kalimantan Timur. Sementara, di perairan di pulau lain seperti Jawa, hiu paus masih bisa dijumpai, walau eksistensinya semakin terancam dari waktu ke waktu.

baca : Wisata Hiu Paus di Gorontalo dan Kelestarian yang Harus Dijaga

Sementara, Ketua Forum Pemuda Bahari Indonesia (FPBI) Yudhistira menjelaskan, hiu paus memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak dapat digantikan oleh manusia. Dia menyebut, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memasukan hiu paus ke dalam status rentan (vulnerable).

Selain Yudhistira, penolakan juga diungkapkan Masyarakat Pemerhati Satwa Liar di Kabupaten Berau. Rini, salah seorang pegiat komunitas tersebut, menolak hiu paus dipindahkan ke Ancol, karena itu menentang konsep pelestarian dan perlindungan satwa yang ada di alam liar. Untuk itu, dia dan komunitas mendesak Ancol untuk membatalkan rencana kerja sama dengan Pemkab Berau.

Diketahui, luas perairan Kabupaten Berau mencapai 1,2 juta hektar dengan kekayaan aneka ragam hayati dan biota laut ikut melengkapinya. Di kawasan perairan tersebut, terdapat sejumlah jenis biota laut yang sudah dilindungi, diantaranya adalah penyu, pari manta, kima, mamalia laut dan hiu paus.

“Ini menjadi daya tarik yang luar biasa bagi turis untuk datang ke Berau. Dengan demikian maka sektor pariwisata secara langsung akan membantu PAD (pendapatan asli daerah),” papar dia.

baca : Jangan Biarkan, Nasib Hiu Paus di Gorontalo Merana

 

Satu dari 26 ekor hiu paus di di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua Barat yang diteliti oleh Tim peneliti memeriksa kesehatan dari 26 ekor hiu paus di di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Papua Barat. Foto: Mark V Erdmann/CI Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Pada Senin (26/3/2018) lalu, Wakil Bupati Berau Agus Tantomo memberikan keterangan kepada publik bahwa ide pemindahan hiu paus dari Berau ke Ancol berasal dari dia. Tetapi, ide tersebut hingga saat ini belum ditegaskan dalam bentuk perjanjian kerja sama (KPS) yang sekaligus menjadi kerja sama bisnis antara kedua pihak.

“Saat ini baru sebatas MoU saja,” tegas dia.

Agus menjanjikan, jika ada kajian yang menyebutkan bahwa hiu paus tidak bisa dipindahkan dari habitat asli, maka dia siap untuk membatalkan rencana translokasi. Kemudian, jika ternyata Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tidak memberikan izin untuk translokasi hiu paus, maka rencana itu juga akan dibatalkan.

Bagi Krisna, dan juga bagi komunitas pecinta lingkungan yang ada di Berau maupun di seluruh Indonesia, pernyataan dari pejabat Kabupaten Berau tersebut menjelaskan bahwa pengiriman hiu paus masih besar peluangnya untuk dibatalkan.

baca : Bertamu ke “Rumah” Hiu Paus di Teluk Triton

 

Patuhi Aturan

Terpisah, Corporate Communication Manager PT Pembangunan Jaya Ancol Rika Lestari menjelaskan, rencana pemindahan hiu paus dari perairan di Berau ke Taman Impian Jaya Ancol hingga saat ini belum ada. Kalaupun sudah terjadi, statusnya baru sebatas perjanjian MoU yang sudah ditandatangani antara Ancol dan Pemkab Berau.

Menurut Rika, dalam MoU belum dibahas tentang perjanjian bisnis dan juga klausul mendetil tentang pemindahan biota laut seperti hiu paus. Semua itu, akan dilakukan secara bertahap dan mengikuti semua prosedur ketentuan yang berlaku di Indonesia seperti peraturan yang ada dalam perundang-undangan, KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan atau peraturan lainnya.

“Jika memang pada akhirnya kita mendapat kesepakatan pemindahan biota laut dari Berau, kita pasti akan penuhi semua persyaratan itu. Kalau tidak bisa mengikuti semua prosedur, ya kita memilih mundur,” jelasnya.

 

hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Hiu Paus di perairan Teluk Cendrawasih, Kabupaten Nabire, Papua Barat. Foto : Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Meski belum ada pembicaraan tentang hiu paus, Rika Lestari menyebutkan, setelah penandatanganan MoU, kedua pihak sudah membicarakan tentang pemindahan biota laut ubur-ubur asli Berau di Danau Kakaban yang dikenal tidak menyengat seperti ubur-ubur di lautan. Di antara ubur-ubur di Danau Kakaban, adalah Moon Jellyfish dan Golden Jellyfish.

“Kita juga sudah bicarakan itu, karena memang tujuan kita adalah untuk edukasi, rekreasi, sekaligus menjadi wahanan konservasi. Kita itu juga lembaga konservasi. Kita pasti akan mengikuti prosedur konservasi. Jika tidak, kita tidak akan lakukan,” pungkas dia.

 

Exit mobile version