Mongabay.co.id

Biru Lazuardi Pesisir Selatan Lombok

Jumailah, perempuan lanjut usia ini tinggal di perkampungan nelayan di pusat wisata pantai Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia membuka warung kecil pinggir pantai. Salah satu dagangannya adalah nasi bungkus enak dengan lauk dominan ayam tiap hari. “Kalau isi ikan banyak yang protes, tidak suka. Mungkin sudah bosan,” ia terkekeh.

Bagi saya, mencoba ikan segar hasil tangkapan nelayan adalah harapan ketika mengunjungi sebuah kampung penangkap hasil laut. Tak sulit beli hasil tangkapan, tiap hari puluhan nelayan mendarat pagi sampai sore tergantung apa yang ditangkap. Ada tuna, cumi, aneka ikan karang, dan tongkol. Kamis (15/3) pagi sekitar pukul 10 itu saya mendapati para perempuan menurunkan beberapa ember ikan tongkol.

Jumailah bersedia mengolahnya untuk makan malam diganti dengan biaya masak. Jangan lupa pesan nasi, sambal beberuk (bawang, cabe, tomat dirajang dan dicampur mentah) dan sambal terasi khas Lombok.

baca : Asyiknya Jelajah Hutan Bersama Anak-anak di Taman Wisata Alam Kerandangan. Seperti Apa?

 

Keseharian nelayan masih bisa dilihat dan dinikmati di areal pantai Kuta Lombok, NTB, seperti menurunkan hasil tangkapan atau bakar ikan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sambil menunggu makan malam istimewa itu, mari menikmati pesisir Selatan pulau Lombok. Bisa jalan kaki atau naik motor sewaan. Paling enak sih parkir motor di satu titik kemudian jalan kaki sepanjang pinggir pantai. Terlebih sudah ada jalan paving setapak di pinggir pantai kampung Jumailah sampai landmark Kuta Mandalika, sedikitnya satu kilometer.

Pemerintah membuat beberapa tempat duduk atau barugaq (bale-bale khas Lombok) di pantai, sering dipakai nelayan istirahat. Perahu berderet aneka rupa, sesuai jenis tangkapan. Paling besar perahu bermotor penangkap tuna. Sejumlah nelayan berkisah kebanggaanya bisa menangkap tuna beratnya sampai 100 kg dan dijual lebih dari Rp3 juta. Tapi menangkap tuna bukan perkara mudah.

Berjalan di pesisir dan sela-sela perahu nelayan akan membuatmu kaya cerita. Keguyuban, canda ria anak-anak nelayan, dan beberapa anjing diliarkan tapi tak mengganggu ini membuat jiwa mekar. Termasuk tingkah polah seorang perempuan paruh baya yang terus bicara dan bernyanyi dalam bahasa Sasak di sepanjang pantai ini. Warga sekitar menyebutnya orang gila, dan anak-anak mengejeknya kemudian lari tunggang langgang saat dikejar. Tapi ia perempuan yang ceria dan penuh semangat. Ceritanya bak air laut, mengalir terus kadang memekik keras bak ombak.

Sampah anorganik yang banyak tercecer di kampung nelayan jauh berkurang saat mendekati pusat landamark Kuta Mandalika yang jadi spot berfoto para pelancong. Landamark ini memperlihatkan kondisi pesisir Lombok yang berkarang. Pasir berbulir-bulir persis seperti biji merica. Karang dan bebukitan menjadi bagian dari lansekap pesisir. Tak heran perairan Lombok disukai hewan karang seperti lobster untuk tumbuh dan berbiak.

baca : Mongabay Travel : Air Terjun Kembar Tiu Teja, Semburat Pelangi Lombok Utara

 

Bebukitan di pesisir Selatan Lombok, NTB, ini memberi lanskap unik di sepanjang pesisirnya. Foto: Luh De Suriyan/Mongabay Indonesia

 

Mencari cacing atau Bau Nyale juga dihelat di area karang mati. Di sela-sela karang inilah Nyale yang diyakini jelmaan Putri Mandalika ini tinggal lalu ditangkap ribuan orang dalam festival Bau Nyale tiap tahunnya. Tradisi ini pernah diulas Mongabay Indonesia.

Jelang tengah hari, pantai lebih sepi dibanding sore dan malam hari. Panas, tapi jika ingin situasi lebih menyepi, siang hari saat tepat. Ada beberapa batu karang besar (mirip atol tapi lebih kecil) menjadi tempat berteduh. Laut membiru lazuardi, hijau toska di pinggirannya, dan angin mengurangi rasa panas terik.

Mari lanjut ke arah timur namun tetap di pesisir selatan. Sekitar 10 menit berkendara, giliran pemandangan peselancar memburu ombak di Pantai Sager (ada yang menyebut Segar). Pengunjung yang tak ingin turun ke pantai, memilik mendaki beberapa bukit di sini. Menonton aksi para peselancar atau hanya menunggu matahari terbenam.

Sepotong sawah tadah hujan memberi suasana berbeda di sini. Para petani terlihat tengah memanen padi yang jaraknya sekitar 50 meter dari pantai. Dari bebukitan, silakan pilih bukit mana yang disukai, sawah dan kebun jagung yang sedang berwarna kekuningan usai panen terlihat kontras dengan laut.

Bumi di tempat berpijak berwarna cerah, tinggal menunggu rona merah di ufuk barat. Anak-anak penjual gelang ikut semangat mendaki mengerubungi para turis. Tak patah semangat, melihat turis kurang tertarik, anak-anak ini tak gentar. Mereka mengguyur dengan cerita-cerita keseharian mereka entah benar atau hanya ngarang tentang sekolah dan orang tuanya.

Petang datang terlalu cepat di situasi intim dan menentramkan seperti ini. Pedagang di warung-warung pinggir pantai bersiap pulang.

baca: Liputan Gili Matra : Gili Eco Trust, Penjaga Keindahan Gili Trawangan

 

Sejumlah peselancar menuju ombak di Pantai Sager, Lombok, NTB, yang dipotret dari bebukitan sekitarnya. Foto: Luh De Suriyan/Mongabay Indonesia

 

Esok hari, lanjutkan perjalanan ke arah timur, namun masih menuju pesisir selatan. Sekitar 20 menit berkendara, ada pantai termasyur dengan Batu Payungnya, Tanjung Aan.

Tiap pantai memiliki kesan berbeda. Di Tanjung Aan, pengunjung disapa sejumlah orang yang menawarkan paket foto di beberapa sudut pantai dan batu karang seperti Batu Payung. Untuk menuju ke sana, harus menyeberang dengan perahu dan paket inilah yang ditawarkan mereka. Sapaan lain dari perempuan penjaja kain dan baju.

Mereka mendatangi turis yang sedang berjemur dengan santai. Sebagian melakukannya dengan gaya bersahabat melalui cerita-cerita. Sampai terdengar obrolan hangat antara turis yang sedang berbikini atau telanjang dada dengan para pedagang yang berjilbab.

Pantai ini memiliki bentang pasir landai dan secara keseluruhan lansekapnya agak melingkar karena di sisi kanan kirinya adalah bebukitan. Saking landainya, warga malah hilir mudik ngebut dengan motor persis di batas pasir dan air laut. Ada juga dagang es krim tiba-tiba nongol dengan santainya depan orang yang sedang berenang.

Bale-bale dan tempat berjemur dengan desain alami menambah keindahan pantai. Pengelola juga menyiapkan beberapa ayunan untuk menambah spot selfie. Dari para penjaja layanan foto dan penyeberangan ke lokasi Batu Payung bisa dilihat aneka foto dengan beragam sudut indah di sini.

Batu Payung sendiri disematkan ke sebuah batu setinggi sekitar 10 meter yang lebih lebar di atas dibanding ujung bawahnya. Seperti payung, tapi tak persis. Keunikan dari kikisan air dan angin selama bertahun-tahun.

baca : Mongabay Travel: Mengenal Suku Sasak dari Dusun Sade

 

Tanjung Aan, salah satu pantai ramai dengan panorama tanjung dikelilingi bebukitan di Kuta Lombok, NTB. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pantai Kuta Lombok, Sager, dan Tanjung Aan ada di kawasan Mandalika yang akan dikembangkan oleh Indonesia Tourism Development Center (ITDC) BUMN yang mengelola kawasan resor Nusa Dua. Jadi, jalan kawasan pantai kini sedang ditata, jalan-jalan besar dengan lampu-lampu hias di pinggirnya serta kaplingan-kaplingan yang dialokasikan bagi investasi seperti hotel-hotel mewah.

Berkaca dari kawasan Nusa Dua yang langganan jadi tempat konferensi-konferensi internasional, tak keseluruhan pantai mudah diakses publik. Petugas keamanan berjaga di pantai memantau pengunjung bahkan ada yang mengusir warga non tamu hotel jika ingin mandi di area depan hotel tertentu. Agar seolah-olah tamu hotel mempunyai private beach, walau pantai termasuk kawasan umum. Ada beberapa pantai yang diperuntukkan bagi publik, di sini satpam hotel tak terlihat memantau pengunjung.

Entah bagaimana dengan kawasan Mandalika di masa depan. Beberapa hotel jaringan internasional terlihat sedang dibangun. Pantai dan bebukitan adalah anugerah alam yang jadi modal utama. Bandara internasional Lombok tak terlalu jauh sekitar 40 menit dari kawasan ini. Sebelum sampai pantai akan melewati beberapa kawasan cagar budaya seperti kampung tradisonal Sasak yang jadi obyek wisata sebelum sampai ke pesisir.

 

Exit mobile version