Mongabay.co.id

Seperti Apa Pemulihan Ikan Air Tawar di Danau Tempe?

Danau Tempe di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, sejak lama sudah menjadi andalan warga setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Danau purba yang usianya disamakan dengan usia daratan pulau Sulawesi itu, salah satunya menjadi andalan warga untuk praktik perikanan budidaya. Di danau seluas hampir 13 ribu hektare itu, sedikitnya 3.000 nelayan memanfaatkannya untuk budidaya perikanan.

Akan tetapi, seiring berjalan waktu, daya dukung danau tersebut terhadap aktivitas perikanan budidaya semakin mengecil. Sementara di saat yang sama, para nelayan dan pemilik modal berlomba untuk membuka kawasan perairan tersebut dan memberi penanda berupa patokan bambu sebagai tanda kawasan tersebut dimiliki oleh seseorang.

Agar kondisi perairan tidak semakin memburuk, Kementerian Kelautan dan Perikanan memutuskan untuk melakukan pelepasliaran benih ikan lokal yang biasa hidup di danau tersebut. Menurut Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan KKP Arik Wibowo, ikan yang dilepasliarkan ke Danau Tempe jumlahnya mencapai 265.000 ekor.

“Ikan yang dilepasliarkan itu adalah ikan tawes, jelawat, dan baung yang biasa hidup di dalam danau tersebut,” ungkap dia di Jakarta akhir pekan lalu.

baca : Danau Tempe, Danau Purba yang Mengalami Banyak Masalah. Apa Saja?

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan melepasliarkan benih ikan lokal sebanyak 265.000 ekor di danau Tempe, Wajo, Sulsel. Restoking ikan bertujuan untuk memulihkan daya dukung Danau Tempe. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Arik menjelaskan, salah satu tujuan dilakukan pelepasliaran, adalah untuk memulihkan ekosistem Danau Tempe yang dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Permasalahan yang sudah lama ada di danau tersebut, adalah sedimentasi dan eutrifiokasi yang membuat ekosistem mengalami degradasi dan mengancam keragaman jenis ikan yang ada di dalamnya.

“Kami melihat Danau Tempe ini sebagai aset sumberdaya yang harus dipulihkan daya dukungnya, utamanya keseimbangan ekosistem. Oleh karenanya restocking ini penting untuk memulihkan ekosistem Danau Tempe,” tutur dia.

Melalui restocking ikan lokal, Arik berharap, selain memulihkan kondisi ekosistem danau, juga ke depannya perekonomian masyarakat dan nelayan akan mengalami peningkatan setelah produksi bertambah banyak. Untuk itu, ke depan diharapkan posisi danau Tempa sebagai penopang ekonomi masyarakat untuk sektor perikanan, bisa semakin kuat lagi.

baca : Eceng Gondok Danau Tempe, dari Biogas hingga Kerajinan Tangan

 

Pemulihan Danau

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo Nasfari, di danau Tempe mengatakan, penurunan kualitas ekosistem memang menjadi pekerjaan rumah yang harus diatasi segera. Persoalan yang hingga sekarang belum diatasi, adalah bagaimana membersihkan sedimentasi yang dari waktu ke waktu terus menebal.

“Padahal, dengan sedimentasi yang terus menerus bertambah, daya tampung air danau menjadi turun drastis,” ujarnya.

 

Terdapat sekitar 3000 nelayan di Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang ruang tangkapannya semakin menyempit seiring dengan adanya upaya komersialisasi dari Pemda setempat. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Menurut Nasfari, untuk memulihkan ekosistem danau, diperlukan langkah teknis melalui pengerukan danau dan bendungan gerak. Dengan pengerukan yang dilakukan secara rutin, dia yakin suplai air bisa tetap stabil dan bisa memnuhi kebutuhan warga di saat sedang terjadi musim kemarau.

“Perlu diketahui, Danau Tempe ini sangat penting untuk mensuplai kebutuhan air bagi masyarakat, dan pengairan untuk pertanian dan perikanan,” ungkapnya.

Untuk sedimentasi, Nasfari bercerita, setiap tahunnya danau Tempe selalu mengalami penambahan hingga 30 sentimeter. Kondisi itu, tak hanya merugikan sektor perikanan yang sejak lama ada di danau tersebut, juga merugikan warga sekitar yang biasa mendapat pasokan air dari danau. Dengan sedimentasi, daya tampung danau menjadi sedikit dan saat musim hujan air jadi melimpah dan membanjiri permukiman.

Sebagai danau purba yang luasnya mencapai 13 ribu ha, keberadaan danau Tempe menjadi tumpuan bagi sungai dan anak sungai yang ada di sekitarnya. Tercatat, saat ini terdapat 1 sungai dan 28 anak sungai yang bermuara di danau tersebut. Sungai tersebut adalah sungai Walanae yang mengalir langsung ke sungai Palime di Kabupaten Bone.

Dengan kondisi seperti itu, saat musim hujan turun, air melimpah dari semua anak sungai dan masuk ke sungai Walanae untuk kemudian berakhir di danau Tempe. Sementara, danau yang mengalami sedimentasi parah, tak mampu lagi menampung limpahan air dan akibatnya hanya sampai kedalaman sekitar 7 meter saja air masuk ke dalam danau.

 

Masyarakat yang hidup di sekitar Danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan setiap tahunnya harus bergelut dengan banjir. Mereka menggunakan sungai dan danau sebagai tempat aktivitas mandi dan mencuci. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Di saat musim hujan, danau tidak mampu menampung limpahan air, semetara pada musim kemarau, danau Tempe juga tidak bisa memasok warga untuk kebutuhan air. Penyebabnya, karena danau tidak bisa menyimpan banyak air lagi. Kondisi danau yang kering, kemudian dimanfaatkan warga untuk bertani dengan menanam jagung dan kacang panjang.

Yang lebih memprihatinkan, selain sedimentasi dan penurunan daya dukung danau, dari waktu ke waktu permukaan danau terus diserang tanaman eceng gondok. Pertumbuhannya yang cepat membuat sedimentasi semakin menebal dan itu mengancam permukiman warga yang ada di sekitar danau.

 

Konservasi

Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Sulistiono mengatakan, ikan endemik perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak yang terlibat. Tujuanya, agar ikan asli lokal itu bisa bertahan dan populasinya terus meningkat.

Untuk itu, perlu dilakukan sumberdaya ikan yang ada di perairan daratan seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No.31/2004 tentang Perikanan. Kata dia, dalam UU tersebut sudah diatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melaui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik.

Menurut Sulistiono, dalam melaksanakan konservasi sumber daya ikan, prosesnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan. Selain dalam UU, konservasi juga diatur lebih rinci di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang di dalamnya diatur tentang pengelolaan konservasi atau habitat ikan.

“Termasuk di dalamnya adalah pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem,” ujarnya.

 

Banyak masalah mendera Danau Tempe, dari eceng gondong, pendangkalan sampai pencemaran. Sumber foto: Syafruddin/Mongabay Indonesia

 

Selain mengatur tentang konservasi, Sulistiono menyebutkan, di dalam PP disebutkan juga aturan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari jenis-jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.

Lebih jauh Sulistiono mengatakan, banyak pendapat dari para ahli tentang batasan konservasi. Namun, itu semua tergantung dari waktu, keahlian, dan pandangan terhadap alam beserta dinamikanya.

“Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengertian konservasi tidak ada yang berdiri sendiri, tetapi selalu dikaitkan dengan objek pengaturan hukumnya,” jelasnya.

Dengan adanya konservasi, Sulistiono mengatakan, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk di dalamnya adalah ekosistem, jenis, dan genetika bisa menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.

Alasan kenapa beberapa jenis ikan perlu diberikan tindakan konservasi, kata Sulistiono, adalah karena mereka mengandung nilai ekonomi, nilai sosial, nilai ekologi, nilai budaya, nilai religi, nilai estetika, dan adanya ancaman kepunahan.

Adapun, tujuan dilaksanakan konservasi jenis ikan tertentu, menurut Sulistiono, adalah untuk menjaga atau meningkatkan produksi; menjaga keseimbangan alam; melaksanakan perbaikan genetika/spesies; menggali manfaat potensial; keperluan turisme; keperluan pendidikan dan penelitian; estetika; endemik, etnik; untuk kesehatan lingkungan; dan untuk kelestarian keanekaragaman.

 

Sejauh mata memandang di tengah danau Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, terlihat hamparan tanaman eceng gondok, seperti gugusan pulau yang bergerak. Di tengah danau banyak ditemukan rumah apung, yang biasa digunakan sebagai tempat istirahat nelayan setempat. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Sementara Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono, menjelaskan, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa.

“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia.

Di Indonesia, Haryono mengatakan, perairan umum daratan luasnya mencapai 55 juta hektare yang terdiri dari perairan sungai seluas 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.

Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.

Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik. Namun, terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas.

“Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif,” papar dia.

Mengingat ikan air tawar tumbuh dan berkembang biak di perairan daratan, Haryono mengatakan, jumlahnya dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan dan di antaranya adalah ikan endemik.

 

Exit mobile version