Mongabay.co.id

Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong

Desa Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (11/4/2018) siang terlihat sepi. Aktivitas warga desa pada waktu tersebut, tak nampak memperlihatkan kesibukan. Hanya sesekali saja, warga berlalu lalang di jalan raya yang membelah desa tersebut.

Kawasan pantai yang di hari libur atau akhir pekan selalu dipenuhi wisatawan lokal ataupun mancanegara, pada siang hari tersebut juga terlihat lengang. Hanya beberapa wisatawan dari sekitar desa saja yang tampak menikmati pantai. Suasana tersebut, didukung oleh cuaca yang pada saat itu tidak terasa terik.

Di bibir pantai yang sebagian besar sudah terkena abrasi, tertambat sebuah perahu kecil berukuran tak lebih dari 5 gros ton (GT). Perahu milik nelayan desa setempat itu, tertambat di perairan yang letaknya persis di belakang rumah Kepala Desa Teluk Bogam Syahrial. Perahu tersebut berikutnya akan menjadi kendaraan saya bersama rombongan Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) untuk mencapai kawasan perairan Gosong Beras Basah.

baca : Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

 

Sebuah perahu berada di atas padang lamun di perairan Gosong Beras di Desa Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Foto : DSCP Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Untuk mencapai kawasan yang menjadi habitat lamun di Teluk Bogam itu, diperlukan waktu sekitar 30 menit. Saat kami sudah berada di atas perahu, perjalanan langsung dilakukan tanpa ada penundaan. Demi mengejar tujuan utama untuk melihat padang lamun di bawah perairan Teluk Bogam, perahu berhenti sekitar 500 meter sebelum pasir timbul Gosong Beras Basah.

Saat rasa penasaran masih menyergap kami karena perahu berhenti, sekelompok orang yang sebagian ada di atas perahu dan sebagian lagi di air, terlihat tak jauh dari kami. Usut punya usut, kelompok orang tersebut, tidak lain adalah tim survei DSCP yang sedang memantau kondisi lamun di perairan tersebut. Tim tersebut terdiri dari ilmuwan dan praktisi dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Antakusuma – Pangkalan Bun, dan WWF Indonesia.

Tak lama, seorang pria berkulit gelap langsung menghampiri kami yang sedang berada di atas perahu. Pria yang memilih tetap ada di air dengan kedalaman sekitar 150 centimeter itu tanpa canggung langsung memberitahu kami bahwa ada padang lamun yang cukup luas di bawah perairan. Sontak saja, kami semua langsung berebut untuk terjun ke air demi melihat dan merasakan lamun secara langsung.

“Airnya dangkal. Jadi aman untuk kita lalui,” ucap pria yang kemudian diketahui bernama Juraij Bawazier itu setengah berteriak dari samping perahu.

baca : Indonesia Terus Berupaya Lestarikan Dugong dan Padang Lamun dari Kepunahan, Bagaimana Caranya?

 

Padang lamun di pesisir pantai Auki. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Setelah sebagian besar dari kami berada di air, Juraij yang juga menjabat Sekretaris Yayasan Lamun Indonesia (Lamina) itu menerangkan tentang kondisi lamun di perairan tersebut. Menurutnya, lamun di Gosong Beras Basah kondisinya masih cukup baik dan terbagi kepada beberapa spesies. Tetapi, dari semua spesies yang ada, lamun halus yang memiliki ketinggian sekitar 10 centimeter, disebutkan sebagai lamun kesukaan Dugong (Dugong dugon), mamalia laut yang langka karena populasinya terus menyusut.

Juraij menyebut, lamun halus tersebut jenisnya adalah Halophila dan Halodule. Kedua jenis lamun tersebut, disukai Dugong karena teksturnya halus dan ukurannya kecil. Dengan demikian, saat mulut mamalia laut tersebut memakannya, lamun bisa mudah dicerna. Saat sedang makan, kata dia, Dugong biasanya akan membentuk pola memanjang seperti traktor sedang membajak sawah. Pola tersebut besar kecilnya bisa berbeda untuk setiap kali makan.

“Jika polanya memanjang, besar, dan dalam, itu hampir dipastikan bahwa yang memakan adalah Dugong dewasa dan dilakukan dalam kondisi nyaman, waktu yang panjang dan tidak terburu-buru,” jelasnya.

 

Feeding Trail

Tentang jejak makan Dugong yang membentuk pola tersebut, Juraij mengatakan bahwa itu biasa disebut dengan istilah feeding trail. Jejak makan Dugong tersebut, menjadi bukti otentik bagi para ilmuwan untuk mengukur secara detil fisik mamalia laut tersebut. Kata dia, pengukuran paling akurat sebenarnya tetap dengan cara mengukur tubuh Dugong secara langsung.

“Tetapi, jangankan untuk mengukur langsung, melihat mereka saja susahnya setengah mati. Dugong itu mamalia paling pemalu di laut. Kita kalau mau melihat mereka, sebisa mungkin harus senyap untuk beberapa saat,” jelas dia.

baca : Sains: Padang Lamun Ekosistem Penting untuk Ikan dan Ketersediaan Pangan. Mengapa?

 

Mangrove di atas air, dan padang lamun di bawahnya, kombinasi kekuatan untuk menyimpan karbon dunia. Foto: Keith Elienbogen@iLCP

 

Di perairan Gosong sendiri, menurut Juraij, sedikitnya terdapat 10 spesies lamun yang tumbuh subur. Dari 10 jenis, 7 jenis tercatat ditemukan di perairan Gosong Beras Basah. Sementara sisanya, ditemukan di perairan sekitar Gosong lainnya. Jumlah spesies tersebut diketahui, setelah pada 2016 tim DSCP melakukan survei dan menelitinya secara ilmiah.

Adapun 7 spesies lamun yang ada di Gosong Beras Basah itu, adalah Cymodeocea rotundata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii.

Selain pada 2016, Juraij mengemukakan, penemuan serupa juga didapat pada survei yang dilakukan sepanjang 2017. Selain 7 spesies lamun yang kembali ditemukan, juga ditemukan jejak makan di atas padang lamun. Jejak tersebut, semakin menguatkan fakta bahwa perairan tersebut menjadi habitat Dugong sejak lama hingga sekarang.

Jejak makan Dugong yang ditemukan, menurut Site Manager WWF Indonesia Kotawaringin Barat (Kobar) untuk DSCP Idham Farsha, panjangnya mencapai 9 meter dengan kedalaman hingga 6 sentimeter. Pola kedalaman tersebut menjelaskan tentang pola makan Dugong yang selalu mengeruk pasir dengan sayapnya.

“Jika sampai enam sentimeter kedalamannya, itu menandakan bahwa jejak tersebut berasal dari Dugong yang sudah dewasa,” tegas dia.

Selain melakukan survei di habitat utama di Gosong Beras Basah, Juraij menerangkan, tim juga melakukan survei di Gosong Senggora, Sepagar dan perairan beberapa desa, seperti Teluk Bogam, dan Sungai Bakau. Semuanya masih satu wilayah dalam Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat. Di sela melakukan survei, beberapa kali tim melihat Dugong sedang berenang.

“Dugong di sini masih sangat liar. Jadi mereka masih berusaha menghindar kepada manusia. Waktu terbaik untuk melihat Dugong, adalah pada malam hari. Biasanya, Dugong akan datang ke padang lamun untuk mencari makanan,” jelasnya.

baca : 20 Miliar Ton Karbon, Tersimpan di Padang Lamun Dunia

 

Dugong yang membutuhkan padang lamun sebagai habitatnya. Foto: WWF-Indonesia/Tutus Wijanarko

 

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Luky Adrianto, menyebut, riset dugong dan padang lamun perlu ditingkatkan karena selama ini masih tertinggal bila dibandingkan dengan riset terumbu karang dan mangrove.

Salah satu upaya penyelamatan yang bisa dilakukan, kata Luky, adalah dengan melibatkan masyarakat di dalamnya. Menurut dia, cara tersebut diyakini akan lebih efektif karena sudah terbukti dalam penyelamatan satwa laut ikan hiu dan pari manta.

Seperti diketahui, dugong adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Perairan Indonesia yang biasa ditemui di habitat padang lamun. Dugong dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1999.

Selain itu, dugong sudah masuk dalam Daftar Merah oleh the International Union on Conservation of Nature (IUCN) dunia sebagai satwa yang “rentan terhadap kepunahan”. Tak cukup itu, dugong juga masuk dalam Apendiks I oleh the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),

Dengan perlindungan berlapis tersebut, Dugong dinyatakan sebagai satwa laut yang dilindungi penuh dan tidak dapat diperdagangkan atau dimanfaatkan dalam bentuk apapun.

 

Fakta Lamun

DSCP merilis resmi fakta tentang lamun (seagrass) dan menyebutkan bahwa itu adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh di dasar perairan pesisir. Biasanya, lamun dapat membentuk hamparan yang disebut padang lamun.

Di Indonesia, lamun dikenal dengan sebutan berbeda di sejumlah daerah. Di Teluk Banten, lamun disebut dengan nama yang sama: lamun. Di Kepulauan Riau, lamun dikenal dengan sebutan rumput setu atau setu laut. Di Kepulauan Seribu, lamun disebut dengan nama rumput pama, oseng, atau samo-samo.

Kemudian, di Sulawesi Selatan, lamun dikenal dengan istilah samo-sam dan atau rumput anang. Di Maluku, lamun dikenal dengan sebutan lalamong, samo-samo, pama, dan atau ilalang laut. Sementara, d Maluku Utara, lamun terkenal dengan sebutan rumput gussumi, guhungiri, dan alinumang. Di Sulawesi Tenggara, lamun dikenal dengan nama rumput lelamong dan rumput lela. Kemudian di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun terkenal dengan sebutan rumput unas.

Untuk diketahui, DSCP menjelaskan bahwa lamun bukanlah rumput laut. Lamun adalah tumbuhan sejati yang memiliki daun, rimpang/ batang yang menjulur (rhizome), dan akar sejati, sedangkan rumput laut (seaweed) adalah ganggang (algae).

Sebagai tumbuhan laut, lamun biasanya tumbuh terendam di dalam air laut yang bersubstrat pasir atau campuran pasir, lumpur, dan pecahan karang, sampai ke kedalaman air laut yang tidak lagi terkena penetrasi sinar matahari. Di Indonesia, lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang.

Sebagai pengendali ekosistem di laut, lamun menjadi habitat yang penting dan sebagai tempat bagi biota laut mengasuh dan membesarkan anaknya, serta tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, seperti kakap dan satwa laut berukuran besar seperti penyu dan duyung.

Di Indonesia, terdapat 13 jenis lamun dari total 60 jenis lamun di seluruh dunia. Meski cukup banyak, namun DSCP mengingatkan bahwa lamun berpotensi bisa terkena penyakit diakibatkan air laut yang tercemar. Biasanya, itu dipengaruhi dari kesadaran warga pesisir untuk bisa menjaga laut dari pencemaran.

Dengan menjaga laut dari pencemaran, maka manfaat dan fungsi lamun akan bisa bekerja dengan baik. Lamun adalah tanaman bisa mengolah karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi dalam bentuk biomassa yang dimanfaatkan oleh biota-biota laut seperti ikan-ikan.

Selain manfaat dan fungsi di atas, lamun juga berperan sebagai pemerangkap sedimen di laut. Daun lamun yang lebat akan memperlambat arus dan ombak yang dapat menyebabkan erosi. Kemudian, daun dan sistem akar lamun dapat memerangkap sedimen dan mengendapkannya di dasar, sehingga air menjadi lebih jernih dan terjaga kualitasnya.

 

Exit mobile version