Mongabay.co.id

Ingin Tahu Kualitas Udara di Bali? Pakai Aplikasi Ini

Apakah kualitas udara di Bali masih bagus? Pertanyaan itu bisa dijawab dengan sebuah aplikasi android, setelah Greenpeace Indonesia memasang sejumlah alat pemantau kualitas udara yang bisa mengukur partikulat debu sulit dilihat mata ukuran 2,5 mikron sejak beberapa minggu lalu. Setelah pemasangan di Jakarta pada 2017. Data yang dikumpulkan akan dianalisis tiap 3 bulan.

Kualitas udara hampir real time disebutkan bisa diketahui dari ponsel jika mengunduh aplikasi berbasis Android, Udara Kita 2.0. Saat coba memanfaatkan, aplikasi ini sederhana dengan fitur peta lokasi alat terpasang, namun baru terlihat enam titik di Jakarta. Saat peta dibuka pada Senin (19/4/2018) pukul 15.50 WITA, Raya Krukut, Jonggol, Warung Buncit, Antasari, Rasuna Said, dan Jatibening masuk kategori tidak sehat. Lima diantaranya warna merah.

Sementara di Bali, alat ini terpasang di 3 kabupaten yakni Celukan Bawang (Buleleng), Abiansemal (Badung), serta Kota Denpasar. Saat dibuka pada Senin (19/4/2018), berwarna hijau atau masuk kategori sehat. Selain update kondisi saat itu juga ada rekap 24 jam yang memperlihatkan perbedaan kualitas udara dari warna hijau, kuning, sampai merah.

baca : Mau Tahu Kualitas Udara Sekitar? Bisa Pakai Aplikasi Ini…

 

Seorang anggota Greenpeace Indonesia memperlihatkan alat pengukur kualitas udara sampai partikulat PM2.5 yang dipasang dan diintegrasikan dengan aplikasi Udara Kita. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Juga ada penjelasan efek bagi kesehatan, dan peringatan khusus untuk PM2.5. Greenpeace Indonesia meluncurkan pengukuran kualitas udara di Bali ini, saat kapal Rainbow Warrior menyandar di Pelabuhan Benoa, 15 April lalu.

Bondan Andriyanu Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia mengatakan sangat penting publik tahu kualitas udara real time sekaligus ikut melaporkan situasi sekitar melalui aplikasi ini. “Tak bisa berharap dari alat milik pemerintah saja, apalagi jumlahnya kurang,” ujarnya.

Menurutnya data pemerintah baru sampai pengukuran ukuran partikulat PM10. Ambang batasnya 65 mikron per meter kubik dan ini jauh lebih rendah dibanding standar WHO. “Kami berusaha meningkatkan standarnya direvisi draft UU tentang kualitas udara, tapi belum ketok palu terkait ambang batas polusi udara dan batas emisi PLTU,” jelasnya.

Menurutnya warga bisa membeli sendiri alat seperti yang mereka digunakan, seharga sekitar Rp10 juta dan bisa turut disinergikan dengan aplikasi Udara Kita. Partikulat 2,5 menurutnya debu yang bersifat beracun, tak masuk hidung saja juga paru-paru. Tak menimbulkan gejala sampai 1-2 tahun kemudian. Tetapi ketika berkumpul di saluran udara, bisa menimbulkan stroke.

baca : Kualitas Udara Jabodetabek Buruk, Riset Greenpeace: Polusi Membahayakan!

 

Hasil pemantauan 24 jam kualitas udara di Celukan Bawang, salah satu titik dengan alat pemantau terpasang di Bali. Foto: aplikasi Udara Kita

 

Belum banyak laporan warga via aplikasi Udara Kita untuk menyandingkan atau melengkapi hasil pengukuran kualitas udara. Padahal keterlibatan warga sangat diharapkan misalnya dengan memantau rutin kualitas udara sekitar rumah atau kantornya, bisa terlihat di menu “laporan” dan “fav”. Bisa saja tiba-tiba merah jika ada pembakaran sampah, asap pabrik, dan lainnya. Data masuk bank aplikasi dan diolah Greenpeace kemudian diteruskan ke pemerintah.

Alat yang dipasang ada dua jenis, yang mengukur CO­­2 dan PM2.5, dan terkoneksi internet agar terakses online dan hampir real time. Bentuknya seperti jam weker atau kamera saku, tak terlalu mencolok. Dipasang di rumah warga agar mudah diawasi dan di ketinggian sekitar 2 meter agar bisa menganalisis udara yang biasa dihirup manusia. Kalau terlalu tinggi, dianggap tak relevan kebutuhannya. “Kalau standar pemerintah 3 meter siapa yang menghirup di ketinggian itu?” sergah Bondan.

Dalam laman Greenpeace ada tautan laporan hasil pemantauan kualitas udara dari alat yang terpasang bertajuk Pembunuhan Senyap di Jakarta per Oktober 2017.

baca : Bila Pembangkit Batubara di Jabodetabek Bertambah, Berikut Ini Kandungan Udara Bakal Kamu Hirup…

 

Seorang anak melihat foto-foto kampanye Greenpeace termasuk soal polusi udara di Jakarta di geladak kapal Rainbow Warrior di Pelabuhan Benoa, Bali, 15 April 2018. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Laporan itu bertujuan memperkuat dan memantau standar emisi pembangkit listrik termal yang baru dibangun dan yang dibangun sejak 1997. Sejumlah rekomendasi diantaranya membatalkan wacana pengoperasian PLTU baru. Jika semua PLTU yang direncanakan di sekitar Jabodetabek mulai beroperasi, diperkirakan ada sekitar 10.680 kematian dini dan 2.820 bobot lahir rendah setiap tahunnya akibat polusi yang dihasilkan.

Pemerintah agar mengutamakan kesehatan manusia dalam merencanakan pembangunan energi Indonesia. Target energi di Indonesia dinilai dapat dipenuhi dengan energi terbarukan yang dapat meningkatkan pasokan listrik sekaligus meningkatkan kualitas udara bagi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.

Berikutnya perkuat penegakan peraturan di sektor tenaga batubara, terutama pada paparan polusi udara dari PLTU. Peraturan tersebut harus mengatasi dampak bahaya yang diakibatkan oleh PLTU, dan juga harus mengatur NOx, SO2, PM2.5, dan merkuri. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus menilai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh PLTU, dan melakukan penegakan hukum pada pihak yang melanggar standar emisi.

Juga melakukan sistem pemantauan kualitas udara secara langsung (real time) yang memadai agar masyarakat paham tentang tingkat polusi dan dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan mereka. Rakyat Jakarta dinilai berhak mendapatkan informasi ini.

baca : Menuju Asian Games, Bagaimana Kualitas Udara Jakarta dan Palembang?

 

Panorama lansekap kota Jakarta. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

Kondisi polusi udara di Jakarta menurut laporan ini sudah sangat memprihatinkan dan dapat diindikasikan sudah menempati level yang berbahaya. Sumber polusi ini tidak hanya berasal dari sektor transportasi dan pemukiman, namun juga dari sektor pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Sangat jarang kualitas udara di ibukota memenuhi standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebaliknya tingkat polusi di Jakarta seringkali lebih buruk daripada standar pemerintah Indonesia yang bahkan jauh lebih rendah dari standar WHO.

Padahal polusi dari PM2.5 berupa partikel mikroskopis yang dihasilkan dari semua jenis pembakaran, termasuk kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan kegiatan industri, sangat berbahaya karena mudah terhirup dan masuk ke aliran darah manusia dikarenakan bentuk kecilnya. Paparan jangka panjang PM2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut, terutama pada anak-anak, dan juga kanker paru-paru.

Dengan meningkatnya konsentrasi PM2.5 di daerah perkotaan, penyakit asma akan menjadi lebih umum, terutama pada anak-anak. Partikulat ini dapat menyebabkan stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya. Bagi wanita hamil, PM2.5 menimbulkan risiko serius bagi bayi yang berada dikandungnya.

 

Exit mobile version