Mongabay.co.id

Bali Reptile Rescue, Tim Reaksi Cepat Penyelamat Reptil

Seorang perempuan naik ke atas meja dengan wajah ketakutan. Relawan Bali Reptile Rescue berhasil menemukan seekor common wolf snake di bawah tempat tidurnya. Ia tak mau turun sampai ular sebesar jari dan panjangnya kurang dari setengah meter ini dimasukkan kantong. Para relawan lanjut melepaskannya di hutan pada malam hari.

Di kesempatan lain, para relawan ini mendapat laporan ada King Cobra sepanjang 3,5 meter yang menakuti warga sekitar. Ternyata sang ular terluka dengan peluru di dekat ujung ekornya. Ular terluka ini dibawa ke FNPF Wildlife Rescue Center Foundation untuk operasi dan pemulihan lukanya.

Tak sedikit ucapan terima kasih dalam page Facebook komunitas relawan penyelamat ini, Bali Reptile Rescue. Salah satunya dari Olivia Gamble. “Thank you so much for coming over to my villa within the hour and quickly found and carefully caught a rather large rat snake. Happy to now he’s now off to being set free his new home in a National Park. Couldn’t recommend these guys more,” tulisnya.

I Gede Agus Pradana Putra, seorang ahli reptil atau herpetology menjadi salah satu relawan tim ini pada 2013. Ia baru lulus kuliah di jurusan Biologi-MIPA Universitas Udayana. “Sudah sering kena gigit,” katanya santai mengisahkan pengalaman penyelamatan dan pelepasan ular-ular ini. Namun, pengetahuan mengenali karakter dan jenis ular dan cara penanganan yang tepat menjadi mantra pelindungnya.

baca : Ular yang Tidak Perlu Kita Musuhi

 

Salah satu perintis Bali Reptile Rescue, Shinta Sukma Wati sedang mengevakuasi salah satu ular. Foto: arsip Bali Reptile Rescue/Mongabay Indonesia

 

Bali Reptile Rescue bekerjasama dengan pihak-pihak lain dalam upaya pelepasan satwa yang berhasil diselamatkan dari ancaman kematian jika dibiarkan berkeliaran dalam pemukiman. Misalnya FNPF dan BKSDA. Agus menyebut pernah dalam sehari ada 10 telepon masuk minta pertolongan. Terlebih saat musim hujan.

Tiap warga yang melaporkan, tim ini minta dikirimkan foto binatangnya jika bisa dipotret untuk identifikasi awal. Ini terkait dengan cara penanganan dan kesiapsigaaan, misalnya apakah ular beracun, berbisa, atau tidak. Menurutnya jika diidentifikasi tidak berbahaya, ada yang senang ada ular di halaman rumahnya dan membiarkannya.

Tak sedikit permintaan evakuasi ini datang dari grup-grup ekspatriat di media sosial. Karena itu tim ini mengumumkan no telpon dan akun FB Bali Reptile Rescue agar mudah dihubungi, artinya makin besar peluang ular-ular ini hidup dan dilepaskan.

baca : Begini Cara Memperlakukan Ular

 

Ular sanca batik yang cukup sering ditemukan di Jabodetabek. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Lokasi langganan evakuasi ular dan reptilia lain adalah kawasan Ubud. Daerah pusat turisme yang akomodasinya didominasi bentang alam seperti samping sungai, kebun, sawah, dan hutan kecil. Agus menyebut ciri-ciri area yang mendatangkan ular adalah area alami, ada kolam atau kolam renang. Saat malam, lampu di kolam hidup lalu didatangi serangga. Rantai makanan berjalan, kodok mencari serangga dan ular tertarik dengan para kodok. Demikian juga rumah ber-AC, saat panas ular mencari area sejuk dan saat hujan menyukai kehangatan mesin mobil.

“Tapi seringkali ular dikaitkan dengan mistis, jadi lebih banyak pembenci dari pecintanya,” keluh pria yang bekerja di salah satu kebun binatang di Bali ini. Kini relawan makin banyak sedikitnya 6 orang yang tersebar di Denpasar, Gianyar, dan area Bali Barat. Lokasi dekat Taman Nasional Bali Barat adalah favorit untuk melepaskan ular.

Menangkap dan melepas ular ke alam bebas seperti memenuhi hasrat Agus misalnya menemukan sebanyak mungkin jenis King Cobra, ular yang berada di atas dalam rantai makanan bersama phyton. Dari 5 sub spesies King Cobra di dunia, ia sudah menemukan 2 jenis. Sekitar 43 jenis ular sudah diidentifikasi ada di Bali termasuk Californian king snake, jenis ular dari luar negeri. Tak bisa dilepas dan hanya dimanfaatkan untuk alat peraga pendidikan reptilia ke warga atau mahasiswa.

baca : Ular dan Katak, Apa Pentingnya untuk Kita?

 

Seekor king cobra. Foto : kidsbiology.com

Melepaskan ular juga tak sembarang harus melihat habitat dan ekosistemnya. Jika berlebih, bisa lebih pendek usianya dari mangsanya.

Tim relawan ini dibentuk Shinta Sukma Wati dan rekannya pada 2011. Shinta mengirimkan foto-foto dan video saat bekerja jadi relawan, karena ia sedang tinggal di Australia.

Agus menyebut saat pertama kali melihat sarang King Cobra, ia dan rekannya senang sekali. Di Bali, ular ini sebutan lokalnya beragam sesuai bentuk dan ukuran. Misal lipi (ular) selem selang bebek. Artinya ular hitam seperti selang dan bebek saat berdiri.

Ia melanjutkan spesialisasinya terkait reptil dan mendokumentasikannya dalam sejumlah jurnal seperti Herpetofauna di Pulau Nusa Penida, Reptile and Amphibians of Bali (2017) bersama sejumlah lembaga. Menurutnya catatan tentang ular sangat sedikit di Bali dibandingkan dokumentasi oleh peneliti dari luar negeri. Inilah yang menyemangati untuk makin banyak menemukan ular salah satunya saat ada permintaan bantuan menangkap. Prinsipnya tangkap, identifikasi, lalu lepaskan

baca : Hanya di Enggano, Ular Istimewa Ini Hidup

 

 

Agus, relawan Bali Reptile Rescue memberi edukasi pada mahasiswa soal kehidupan dan perilaku reptilia. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Edukasi

Mongabay Indonesia mengikuti salah satu sesi edukasi oleh tim Bali Reptile Rescue pada tengah Mei lalu di Denpasar. Pada sesi kuliah malam hari di kampus Dhyana Pura untuk sejumlah mahasiswa bidang biologi konservasi.

Sesi ini diberikan Agus usai pulang kerja. Dalam kelas sekitar 1,5 jam ini kita bisa mendapat pengetahuan awal soal kehidupan ular dan mitos yang terus menyelimutinya.

Reptilia terdiri dari 3 ordo crocodolia, testudinata, dan squamata dengan 2 subordo lacertilia dan serpentes. Ada beberapa ular disebut berubah ordo karena dilihat kandungan racun dan morfologinya. Yang paling berbisa elapidae dan viperidae, dan banyak ditemukan di salah satu negara paling berbisa atau sekitar 47% di Australia.

Agus mengeluarkan temannya malam itu, yakni Californian King Snake, seekor ular belang hitam putih. Keterampilan yang ingin dibaginya adalah cara menghitung sisik. Ular bergerak dengan sisik, saat identifikasi perlu hitung jumlah sisiknya. Tidak menghitung satu demi satu yang pasti memusingkan tapi mengenal pembagian pola sisiknya.

Agus menggunakan bantuan pipa transparan saat belajar menghitung sisik. Ular dimasukkan ke area pipa yang gelap dan menyisakan bagian tubuhnya di bagian pipa transparan untuk identifikasi pola sisik. Setelah itu baru didentifikasi jenis dan spesies. Cara lain adalah tes DNA.
Para mahasiswa diajak mengenai morfologi ular seperti gigi, mata, sisik, lidah, ekor, bentuk tubuh, pola warna. Kemudian melakukan morfometri, pengukuran dari kepala sampai ekor, dari lubang kloaka ke ekor, dan lainnya.

baca : Nathan Rusli, Remaja Kreatif yang Menulis Buku Mengenal Ular Jabodetabek

 

Mengidentifikasi pola sisik ular dengan bantuan pipa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Ular (serpentes) juga diidentifikasi seperti tak berbisa, berbisa/venomous, dan beracun/poisonous. Hidup tanpa kelopak mata, ganti kulit bersamaan, ada yang hidup aquatik di air, fossorial di dalam tanah, dan terestrial di daratan.

Pola aktivitasnya ada yang aktif di malam hari atau nokturnal, diurnal aktif siang hari, dan crepuscular senja sampai pagi hari. Sekitar 80% bertelur atau ovipar. Hanya satu jenis yang jaga menunggui telurnya sampai menetas yakni King Cobra. Top predator ini berguna karena mengontrol polulasi lainnya. “Petani perlu ular, dia makan tikus. Ular bereaksi hanya kalau diganggu, jika berbisa lemah hanya muncul rasa gatal, bisa sedang jadi bengkak, sampai kuat,” paparnya. Nah pada tahap ini perlu bantuan tenaga kesehatan untuk mengatasi bisa. Paling aman, ia memberikan tips, kenali ularnya, foto, lalu ke rumah sakit dan lihat reaksi luka. Karena tak semua orang bisa menerima antibisa.

Juga dibahas bagaimana pengurangan dampak buruk jika berhadapan dengan ular yang berisiko. King Cobra bisa menyembur 2 meter dan menargetkan mengenai mata sebagai bagian pertahanan dirinya. “Jangan panik tinggal cuci mata di air sekitar 30 menit. Jangan dikucek karena bisa masuk darah. Kemungkinan buta sehari,” ujarnya.

Jika digigit phyton, Agus meminta jangan tarik paksa nanti lukanya dalam, alirkan air atau sesuatu dengan bau menyengat ke wajahnya maka akan dilepas. Jika ada gigi ular nyangkut akan cukup sulit dibersihkan. Lubang bekas gigi juga masih ada kandungan bisa. Jika menemui phyton, jangan sampai ekornya melilit mangsanya karena itu bagian yang paling kuat. Ia menyontohkan ada seorang petugas keamanan mati saat foto selfie dengan seekor phyton.

Terkait mitos yang menyebut ular tak bisa mati ini terkait dengan karakternya. Karena ular sensitif, jika membaui kehadiran rekannya akan ada ular lain datang. Dunia ular memang menarik.

 

 

Exit mobile version