Mongabay.co.id

Bisnis Penyelundupan Benur Sulit Dihentikan Negara. Kenapa?

Indonesia masih belum mampu menghentikan penyelundupan benih lobster atau benur ke luar negeri. Aktivitas terlarang tersebut, hingga saat ini masih aktif dilakukan oknum di berbagai pulau, tak terkecuali di pulau Jawa. Negara yang menjadi tujuan penyelundupan benur, adalah Singapura yang menjadi perantara dan kemudian Vietnam sebagai negara tujuan akhir.

Sejak awal 2018 hingga sekarang, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat sudah ada 19 kasus upaya penyelundupan benur dari berbagai pulau. Dari upaya penyelundupan itu, sebanyak 1.098.870 ekor benur dengan nilai total Rp164.830.500.000 berhasil diselamatkan.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina mengungkapkan, dari data yang dirilis resmi pada Mei 2018 itu, didapatkan fakta bahwa upaya penyelundupan yang berhasil digagalkan aparat bersama BKIPM mencapai 17 kasus.

“Dengan rincian, dua kasus (terjadi) pada Februari, tiga kasus pada Maret, delapan kasus pada April, dan enam kasus pada Mei,” papar dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

baca : Upaya Penyelundupan Benih Lobster Masih Terjadi, Kok Bisa?

 

 

Rina mengatakan, semakin banyaknya upaya penyelundupan benur ke luar negeri, terutama Vietnam, terjadi karena harga sumber daya ikan (SDI) tersebut sangat menggiurkan. Untuk seekor benur yang diselundupkan, biasanya dihargai antara Rp130 ribu hingga Rp150 ribu per ekor. Harga tersebut terhitung mahal karena benur yang dibeli dari nelayan dihargai Rp3.000 per ekor atau Rp30 ribu dari pengepul.

Untuk harga Rp130 ribu per ekor, Rina menyebutkan, biasanya itu dijual dari penyelundup ke pengusaha di Singapura yang menjadi negara sasaran antara. Kemudian dari Singapura, setiap ekor benur yang diterima dari Indonesia kemudian dijual lagi ke pengusaha Vietnam dengan harga Rp150 ribu per ekor.

“Itu kenapa penyelundupan benur dari waktu ke waktu semakin banyak dan tidak bisa dibendung. Hal itu karena memang keuntungannya sangat menjanjikan. Kita akan terus memburu oknum-oknum untuk memutus rantai penyelundupan tersebut,” ujar dia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di kesempatan yang sama mengatakan, penyelundupan benur masih terjadi hingga saat ini, karena memang ada keuntungan besar yang didapatkan para penyelundup. Untuk seekor benur yang sudah dibesarkan dengan mencapai berat 1 kilogram di negara tujuan, itu akan dihargai antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta per ekor.

“Itu mengapa penyelundupan masih terus ada. Semakin kita perketat, mereka (penyelundup) semakin mencari celah kosong,” ungkapnya.

baca : Dengan Modus Baru, Penyelundupan Benih Lobster ke Singapura Semakin Marak

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memperlihatkan barang bukti penyelundupan benih lobster yang berhasil digagalkan di Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (22/2/2018). Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Bukti bahwa penyelundupan masih terus terjadi, Susi mencontohkan pada 23 Mei lalu pihaknya berhasil menyelamatkan upaya penyelundupan benih lobster untuk jenis mutiara dan windu. Kedua jenis lobster tersebut, dikenal sebagai lobster bernilai jual sangat tinggi. Kata dia, kedua jenis benur yang diselamatkan jumlahnya sebanyak 389.591 ekor.

Jika dikonversikan ke mata uang rupiah, Susi menyebut, benur sebanyak itu nilainya mencapai sekitar Rp58,4 miliar. Nilai tersebut berasal dari perhitungan harga benur yang sudah dibesarkan dan mencapai berat 1 kg. Untuk setiap kilogram benur sudah dibesarkan, itu harganya antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta.

 

Anak Muda

Susi Pudjiastuti mengatakan, benur yang berhasil diselamatkan tersebut adalah hasil kerja bersama Kepolisian RI dengan BKIPM. Operasi penyelamatan tersebut dilakukan di dua lokasi, yakni kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan kawasan penampungan benih di Serang, Banten. Adapun, untuk penangkapan di Gunung Putri, itu dilakukan di dalam jalan tol lintas Jakarta Bogor Ciawi (Jagorawi).

Untuk setiap benur yang dikumpulkan, Susi menuturkan, para pengepul mendapatkannya dari sejumlah tempat yang ada di Indonesia. Selain melibatkan nelayan lokal, para pengepul juga membayar para pemuda lokal yang mau bekerja menjadi nelayan. Cara tersebut, dinilai sangat efektif karena benur bisa dikumpulkan dengan cepat.

“Mereka itu bawa benih-benih punya kita,” jelasnya.

baca : Kenapa Penyelundupan Benih Lobster Terus Meningkat?

 

Kepala BKIPM KKP Rina (tengah) didampingi Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar (kiri) dalam saat gelar perkara di Jakarta, Senin (27/02/2017) menjelaskan tentang terbongkarnya penyelundupan lobster. Foto : BKIPM KKP/Mongabay Indonesia

 

Menurut Susi, banyaknya benur yang berhasil dikumpulkan pengepul, bisa terjadi karena saat ini sudah masuk masa jelang panen yang biasanya akan berlangsung pada September hingga Oktober mendatang. Tetapi, jika benur terus diambil dan diselundupkan, dia khawatir para nelayan tidak bisa melaksanakan panen lobster pada bulan-bulan tersebut.

Banyaknya anak muda yang terlibat dalam pengumpulan benur, menurut Susi, bisa terjadi karena keuntungan yang didapat dari bisnis tersebut lebih besar dari menjual narkoba. Meski tidak merinci bagaimana itu bisa terjadi, namun dia menyebut bahwa bisnis penyelundupan benur adalah kejahatan yang sama kejinya seperti penjualan narkoba.

Untuk memberikan efek jera, Susi mengatakan, aparat mengamankan empat orang tersangka dan memprosesnya ke jalur hukum. Sementara, benur yang berhasil diselamatkan, tak lama langsung dilepasliarkan ke alam.

“Penyelundupan lobster ini sudah berlangsung sejak awal tahun 2000-an hingga dan hingga sekarang masih terus terjadi. Dengan adanya penyelundupan, panen lobster juga jadi menurun. Jika dulu panen bisa mencapai 1 atau 2 ton, maka sekarang untuk dapat 100 kilogram saja sudah untung,” tandasnya.

baca : Ribuan Bayi Lobster Sitaan Polda Sultra Ini Kembali ke Laut…

 

Benih lobster mutiara ini diperkirakan nilainya Rp130 ribu per ekor dan dijual ke Vietnam. Benih tersebut berhasil digagalkan dari penyelundupan lewat Bandara Ngurah Rai Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sulit Dihentikan

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan belum lama ini mengatakan, walau sudah ada upaya dari aparat dan KKP dengan terus mengintensifkan perburuan kepada pelaku penyelundupan, tapi aktivitas penyelundupan benur dari Indonesia ke luar negeri diduga kuat masih terus terjadi.

Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Abdi berani mengklaim, intensitas penyelundupan semakin meningkat. Penyebabnya karena regulasi pelarangan ekspor benih lobster dari KKP dinilai belum efektif untuk mengurangi eksploitasi benih lobster ilegal.

“Itu terlihat dari nilai benih lobster yang diselundupkan terus meningkat,” tuturnya.

Tentang penyelamatan benur dari upaya penyelundupan, Abdi menyangsikan nilainya sebesar itu. Bagi dia, potensi penyelundupan benur masih jauh lebih besar dari jumlah yang sudah diamankan. Dia menduga, hingga saat ini masih ada praktik terlarang tersebut yang berhasil lolos dan otomatis tidak tercatat di data aparat terkait.

“Ini sangat memprihatinkan dan bukan tidak mungkin nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik ini sesungguhnya bisa lebih besar mengingat benih lobster yang lolos jumlah bisa lebih banyak,” jelasnya.

baca : Fokus Liputan : Larangan Penangkapan Lobster, Permen Pahit bagi Nelayan Lombok (Bagian 1)

 

Bayi lobster sitaan lepas liar di perairan Sumatera Barat. Foto: Vinoloa/ Mongabay Indonesia

 

Abdi menambahkan, terus meningkatnya aktivitas penyelundupan benih lobster dari Indonesia, terjadi karena permintaan produk tersebut juga terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Benih lobster yang diselundupkan, biasanya dijual dengan harga tinggi untuk negara tujuan seperti Vietnam.

Peneliti DFW-Indonesia Muh Arifuddin mengingatkan bahwa kasus penyelundupan benih lobster bukanlah kasus sepele mengingat jumlah dan nilai penyelundupan benih lobster dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dia menganalisa, Vietnam yang selama ini dikenal sebagai negara produsen penghasil lobster, mempunyai politik dagang mempertahankan citra tersebut.

Untuk mencegah terus meningkatnya penyelundupan benih lobster, Pemerintah harus melaksanakan budidaya lobster yang selama ini belum dikembangkan serius oleh KKP. Budidaya lobster belum berkembang hingga sekarang, karena pemanfaatan teknologi reproduksi masih belum baik, dan juga persoalan pakan serta penyakit yang belum terpecahkan.

“KKP mesti lebih proaktif melakukan promosi dan pendampingan terhadap kelompok pembudidaya agar mereka mau mengembangkan budidaya lobster,” ungkap dia.

Jika ingin budidaya lobster berkembang, KKP harus melakukan perubahan fundamental terhadap program budidaya tersebut. KKP tidak boleh lagi hanya sekedar menyediakan dan membagikan bibit secara gratis kepada kelompok, namun harus memberikan pendampingan secara intensif.

baca : Petugas Gagalkan Penyelundupan, Puluhan Ribu Bayi Lobster Sitaan Itu Lepas Liar

 

Lobster hasil pembesaran nelayan Lombok Timur, NTB, siap dipanen setelah ukurannya lebih dari 200 gram. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Tak hanya melakukan pendampingan, KKP juga perlu segera menetapkan sentra pengembangan budidaya lobster berdasarkan lokasi yang dekat dengan ketersediaan benih alam. Dan juga harus memberikan dukungan terhadap pengembangan riset dan teknologi budidaya sehingga menjadi jelas proses budidaya dari hulu ke hiir.

“Sejauh ini Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jawa Timur merupakan lokasi potensial pengembangan budidaya lobster di Indonesia,” papar Arifuddin.

Dia menerangkan, untuk melaksanakan budidaya lobster dibutuhkan kesabaran dan ketekunan, sebab perlu 1-2 tahun untuk panen dan lobster sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.

“Budidaya lobster juga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan konsistensi program dan kesungguhan pemerintah untuk mengembangkan lobster sebagai salah satu komoditas unggulan perikanan Indonesia,” pungkas dia.

 

Exit mobile version