Mongabay.co.id

Cerita Murkanya Dewa Laut Karena Polusi Plastik

Puluhan anak-anak sanggar seni Wit Tonjaya memasuki arena berpasir di tepi Pantai Segara, Sanur, Denpasar, Bali, Selasa (05/06/2018) petang. Anak laki-laki bertelanjang dada dan meneriakkan cak…cak.. sambil mengangat tangan ke langit. Para penari perempuan masuk ke lingkaran pentas kecak.

Mereka, para penari menjadi mulut sang dewa laut yang berubah menjadi raksasa penjelmaan ikan barong yang merusak. Penari kecak dan tokoh dalam drama Baruna Murthi ini membuat gerakan dan adegan kemarahan sang dewa Baruna karena tempat tinggalnya, laut kini makin kotor penuh plastik.

Penguasa laut berubah menjadi raksasa, Baruna Murthi. Berwajah seram, dengan trisula di tangan kanan dan tong sampah di tangan kirinya. Meminta manusia segera membersihkan laut. Karya ini mengadaptasi wujud ogoh-ogoh, dibuat untuk tradisi sehari sebelum Nyepi, perayaan Tahun Baru Saka di Bali. Dibuat dari sampah-sampah plastik yang terkumpul di Depo Cemara, salah satu lokasi pengelolaan sampah di desa Sanur.

baca : Inilah Para Pahlawan Sampah Bali

 

Sendratari Kecak oleh sanggar anak membawa pesan kemarahan dewa laut yang menjelma jadi raksasa plastik karena laut makin tercemar. Sendratari tersebut digelar dalam rangka Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2018 di Pantai Sanur, Denpasar, Bali Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Diwujudkan oleh tujuh anak muda anggota Karang Taruna Sanur Kaja dalam waktu 5 minggu. Lebih cepat dari merakit ogoh-ogoh biasanya selama 8 minggu tiap tahunnya. “Cukup sulit karena kami harus mencari, memilah, dan membersihkan sampah yang akan dijadikan ogoh-ogoh,” kata I Wayan Hendra Pratama Putra, salah satu tim pembuatnya. Apalagi mengumpulkan sampah sejenis untuk misalnya membuat sisik raksasa dari potongan minuman gelas.

Ini sampah terbanyak yang terlihat di TPS. Jenis minuman teh dalam gelas-gelas plastik yang sampahnya kerap ditemui di pesisir setelah masuk laut. Kemudian karong goni untuk aksesoris dan pakaian si raksasa, tali tambang, dan botol-botol plastik sebagai hiasan terumbu karang.

Untuk menutup kerangka tubun dari jalinan rotan, digunakan koran bekas dan kardus. Rambut dari kresek dan sabut kelapa. Raksasa yang marah ini muncul dari samudera dengan koral-koral yang cantik. Dibuat dari sampah kresek dan sedotan plastik.

Karya ini diluncurkan untuk menandai Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2018 dan menjadi bagian dari instalasi seni multi-kota dari UN Environment Programme (UNEP) yang kesemuanya mengusung tema “Melawan Sampah Plastik” (Beat Plastic Pollution). UNEP bekerja sama dengan Coral Triangle Center (CTC) memimpin kampanye ini di Bali bersama Yayasan Pembangunan Sanur dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

Karya serupa juga direncanakan berlangsung di Auckland, Bangkok, Beijing, Manila, Seoul, Shanghai, Singapore, Tokyo, dan Yangon. Bentuk karya-karya seni ini beragam, mulai dari abstrak hingga bentuk-bentuk tak lazim, hingga karya budaya. Di Hong Kong, sebuah guci plastic raksasa seberat 400 kilogram akan menjadi pusat perhatian di area Central, sementara di Auckland sebuah parasut angin (windsock) seukuran bus terbuat dari kantong plastik akan digantung di Jembatan Timur kota. Di Bangkok, para pengunjung mal Central World dapat berjalan melewati 7 gerbang besar yang terbuat dari puluhan ribu kantong plastik.

baca : Gara-gara Sampah, Sebuah Mall di Bali Jadi Ramai. Ada Apa?

 

Ogoh-ogoh diparadekan malam sebelum Nyepi sebagai simbol penyeimbangan dunia yang dipamerkan pada acara dalam rangka Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2018 di Pantai Sanur, Denpasar, Bali . Kampanye ini terinsiprasi dari tradisi Nyepi, peringatan tahun baru Saka umat Hindu di Bali yang dirayakan dengan hening selama 24 jam. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Peduli Sampah

Rili Djohani, Direktur Eksekutif CTC menyebut kampanye ini untuk mendorong kesadaran dampak plastik bagi laut kita dan agar melakukan tindakan segera membebaskan laut dari sampah. Para pihak juga menandatangani komitmen bersama ini disaksikan sang raksasa plastik.

Warga dan turis yang sedang bersantai atau mandi di pantai ikut menyaksikan pentas seni ini. Anak-anak dan remaja menjadi penggerak melalui seni yang diwujudkan dalam bentuk ogoh-ogoh kemarahan dewa laut dan tarian cak. Di sela-sela tarian dan sendratari ada permainan lingkungan menebak satwa yang terancam punah di laut.

Restoran Segara yang jadi tuan rumah disebut mengajak warga peka pada sampah di laut dengan memberikan kopi gratis jika mengumpulkan sekantong plastik yang dipungut di pantai. Sebelum pentas seni dan peluncuran Baruna Murthi ini dilaksanakan bersih-bersih pantai bersama anak sekolah dan Karang Taruna dan pengarakan ogoh-ogoh.

Sejumlah komunitas juga kerap melakukan bersih-bersih pantai di Bali karena perilaku nyampah masih terjadi. Termasuk saat bersantai di pantai. Misalnya gerakan Malu Dong Buang Sampah Sembarangan dan Trash Hero. Di sejumlah pantai yang kerap menjadi pusat persembahyangan dan penyucian (melasti) juga masih banyak yang meninggalkan sampah plastiknya begitu saja usai ritual. Ini menjadi tantangan, mengubah perilaku sendiri dan menyadari dampak buruknya.

baca : Bukan Penebangan Liar, Sampah Ternyata Jadi Masalah Berat di TN Bali Barat

 

Para pihak, pemerintah, LSM, sekolah, kepala desa, aparat keamanan, dan komunitas memandatangani komitmen bersama pengurangan sampah plastik di laut dalam acara memperingati Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2018 di Pantai Sanur, Denpasar, Bali Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Camat Denpasar Selatan I Wayan Suda mengakui masalah di tempat wisata adalah kebersihan. “Perlu dukungan untuk mengubah dan ini momentum berkarya,” katanya.

Diperkirakan 8 juta ton sampah plastik terbuang ke laut setiap tahun. Sekitar 60% sampah plastik sebagai penghasil sampah plastik, diperkirakan menyumbang 1,29 juta ton plastik ke laut. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan negara penghasil ikan dan produk makanan laut terbesar kedua di seluruh dunia, sehingga potensi pencemaran tidak hanya berdampak bagi kehidupan laut, melainkan juga bagi kesehatan manusia ketika ikan dan makanan laut lainnya. Terkontaminasi oleh plastik mikro dan dikonsumsi oleh manusia.

 

Jenis Sampah

Sekelompok peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Udayana menyebar ke seluruh pesisir Bali pada November 2017. Sekitar 70 orang membagi diri, menyebar tiap 10 km. Mereka mempraktikkan metode CSIRO, lembaga penelitian Australia dalam memetakan distribusi sampah pesisir dengan random sampling. Di tiap titik pengamatan, mereka mencatat jumlah dan jenis sampah yang ditemukan tiap 100 meter.

Ade Narayana, staf magang di Lab Komputasi FKP Unud adalah salah satu penelitinya. Ia bersama rekannya membaca sampah yang ditemukan. Misal apakah kemasan makanan atau minuman, teks yang tertera, dan jumlahnya.

Hasilnya, sebagian besar (45%) jenis sampah adalah plastik lunak (soft plastic). Kemudian hard plastics atau plastik keras (15%) dan besi. Lainnya karet, kayu, busa, baju, gelas, dan lainnya. Dari sampah plastik itu, terbanyak adalah plastik kemasan (40%) makanan atau yang berlabel kemudian sedotan (17%), dan kresek (15%).

baca : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali

Sementara dari peta sebaran sampah, terlihat hampir rata di seluruh pesisir. Termasuk pantai-pantai terkenal di Bali Selatan seperti Serangan, Kedonganan, Kuta, Legian, kemudian Bali utara, dan Bali barat. Ini adalah bagian dari sejumlah aspek yang diteliti tentang sampah laut. Penelitian sebelumnya adalah pergerakan sampah dan jenis sampah yang mendarat di pantai-pantai berhadapan dengan Selat Bali sejak 2014. Kemudian jenis sampah yang terdampar di Pantai Kuta, karena paling banyak terekspos oleh turis.

 

Exit mobile version