Mongabay.co.id

Foto : Unan-Unan, Tradisi Tengger Menentukan Penanggalan Demi Kesuburan

Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Suku Tengger yaitu tradisi Unan-Unan. Tradisi warga Desa Ngadas, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini merupakan ritual menentukan penanggalan sekaligus wujud syukur atas berkah, keamanan dan keselamatan.

Desa Ngadas berada di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut. Lokasinya berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Wilayah pegunungan ini subur dengan aneka hasil pertanian, terutama aneka sayuran.

baca : Ketika Warga “Menantang” Erupsi Bromo Saat Kasada (Bagian 1)

 

Seorang warga Tengger, Malang, Jatim, berdiri di antara tanaman bawang yang subur di kawasan ini. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tradisi unan-unan sudah menjadi agenda rutin setiap lima tahun sekali. Perayaan ini juga bertujuan untuk menetapkan bulan dan tahun penanggalan Suku Tengger .

Beraneka ragam perlengkapan upacara dipersiapkan secara khusus, termasuk seekor kerbau berwarna hitam. Hewan ini kemudian disembelih seorang tokoh adat. Dagingnya dimasak sementara kepala, kaki dan seluruh kulitnya diarak menggunakan tandu berupa bambu.

Di atasnya tersaji beraneka sesaji, seperti 100 nasi takir, 100 tusuk sate, wajik, ubo rampe, ataupun makanan tradisional lain. Semua mempunyai filosofi masing-masing.

baca : Ritual Kasada, Ritual Selaras Alam Suku Tengger (Bagian 2)

 

Sesaji yang digunakan dalam upacara Unan-unan dari Suku Tengger, Malang, Jatim, merupakan pangan dari hasil pertanian sendiri Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Prosesi dilakukan dengan membawa kerbau yang sudah ditandu lengkap dengan beragam sesaji tersebut dari kediaman kepala desa, atau ketua adat. Dengan berjalan kaki, warga menuju ke Sanggar Pamujan yang berjarak sekitar 500 meter.

Arakan tersebut diikuti oleh berbagai kalangan warga Suku Tengger. Laki-laki maupun perempuan membaur menjadi satu, termasuk anak-anak, orang tua, dukun, dan kepala adat lengkap. Semua memakai pakaian adat.

baca : Menikmati Bromo Tanpa Nyampah Sembarangan (Bagian 3)

 

Warga Tengger, Malang, Jatim, memotong seekor kerbau berwarna hitam yang akan dijadikan persembahan dalam tradisi unan unan. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Warga Tengger, Malang, Jatim, mengarak kepala kerbau sebagai sesaji dengan aneka persembahan di atasnya Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tradisi unan-unan menurut tokoh adat berasal dari bahasa Tengger Kuno, yaitu ngunan wulan nggelungguhne taun yang berarti menetapkan bulan mendudukkan tahun. Menurut kepercayaan adat setempat, tanpa penetapan tanggal tersebut maka leluhur tidak tahu adanya perhitungan baru dalam perhitungan lima tahunan.

Tanpa adanya perhitungan lima tahunan, warga khawatir akan muncul dampak buruk bagi kehidupan masyarakat Suku Tengger. Misalnya dalam bercocok tanam, berkeluarga, membangun rumah, bahkan dalam hajatan pernikahan.

 

Warga Suku Tengger, Malang, Jatim, tanpa membedakan agamanya, melaksanakan tradisi Unan-unan setiap lima tahun sekali untuk menentukan kalender termasuk waktu bercocok tanam. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ketua Adat Tengger Ngatono, 66 tahun, mengatakan adanya ritualan unan-unan ini turut berpengaruh terhadap kesuburan tanah mereka. Penanaman sesuai dengan penanggalan Tengger ini mengakibatkan aneka tanaman tumbuh dengan subur, seperti pala kapendem (umbi-umbian), pala kesimpar (tanaman merambat), dan pala gumantung (buah yang menggantung).

“Cocok tanam kita bisa bertumbuh sangat lestari dan sangat subur. Akhirnya setiap tahun ada peningkatan-peningkatan ekonomi dari hasil cocok tanam yang ada di desa ini,” kata Ngatono.

 

Seorang perempuan dan anaknya dari Suku Tengger, Malang, Jatim yang melaksanakan ritual Unan-Unan tanpa melihat perbedaan agama. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Selain sebagai ungkapan rasa syukur serta harapan akan kebaikan, termasuk pertanian, tradisi unan-unan adalah salah satu media untuk mempererat tali silaturrahmi antar warga yang berlatar keyakinan berbeda-beda, seperti Hindu, Islam, dan Budha. Semua menyatu dalam ritual ini tanpa melihat perbedaan agama.

 

Exit mobile version