Mongabay.co.id

Emas di Kaki Latimojong, Berkah atau Petaka?

Lokasi dan camp yang kelak jadi tempat pembangunan pabrik pemurnian emas PT Masmindo Dwi Area. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Eksplorasi penambangan emas di Luwu, Sulawesi Selatan ini, sejak 1990 hingga sekarang. Berbagai pandangan muncul kalau ada pengerukan emas di wilayah itu, berkah atau petaka?

Di persimpangan Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, jalan berangkal batu dan menanjak. Ada penunjuk jalan dengan papan, dipasang perusahaan untuk menunjukkan jarak camp eksplorasi dari pusat desa.

Baca juga: Petaka Tambang Emas di Pulau Buru

Saya ke sana pakai sepeda motor trail. Melewati rumah-rumah penduduk, melintasi kebun warga. Saat mulai pegal, papan selamat datang menyambut. Dua petugas keamanan memeriksa identitas. Ada dua pos keamanan. Inilah lokasi kontrak karya PT Masmindo Dwi Area.

Awal Mei 2018, di siang nan sejuk, petugas keamanan menerima saya, dan menyuguhi kopi. Saya menunggu izin bertemu pejabat perusahaan yang sedang makan siang.

“Maaf, saya orang bagian lingkungan. Tapi tak bisa bicara banyak. Kalau tidak ada perintah dari atasan,” kata seorang yang menemui saya. “Lebih baik baca amdal saja, semua telah ada disitu. Itu dokumen publik kan,” katanya.

“Apakah di camp ini kelak tempat membangun pabrik pemurnian?” kata saya.

“Titiknya ada di sekitaran sinilah,” katanya mengangkat tangan, seperti membuat garis setengah lingkaran.

Baca juga: Berburu Emas, Bertaruh Nyawa di Bombana

Dokumen amdal Masmindo, disetujui Januari 2017. Isinya, kontrak karya seluas 14.390 hektar akan ditambang untuk emas. Saat ini, titik bor lokasi pengujian sampel sudah ada 1.000 lubang. Tersebar di beberapa area. Kelak, target perusahaan menambang setiap tahun 2.5 juta ton bijih kadar rendah selama sembilan tahun.

Tahun pertama perusahaan akan menambang di bagian selatan, target 2,6 juta ton. Tahun kedua 3,49 juta ton. Tahun ketiga sampai tahun kedelapan menambang sesuai kapasitas pabrik pengolahan 3,5 juta ton per tahun. Berdasarkan besaran cadangan, perusahaan merencanakan penambangan di blok Awak Mas adalah sembilan tahun.

“Kita hanya menargetkan itu dulu. Kalau dalam proses penambangan dan kita melakukan pengeboran dan melihat cadangan tersisa, maka itu akan berlanjut tentu,” kata Muhammad Amin Manajer Operasional Tambang Masmindo.

Emas di Luwu ini, telah menjadi buah bibir masyarakat selama 20 tahun terakhir. Berkali-kali perusahaan membuka lowongan kerja lalu menghilang lagi. Pada Selasa, 15 Agustus 2017, bersama PT PLN, perusahaan tandatangani kerjasama energi listrik 30 MW pada 2019. Listrik itu kelak untuk tahap konstruksi dan operasional kegiatan.

“Wah, saya baru dengar itu kalau sudah MoU dengan PLN,” kata Irvan, Kepala Desa Rante Balla.

Bagi dia, Masmindo adalah perusahaan yang tak tahu kapan akan beroperasi. “Kita liat saja, kapan itu terjadi. Karena dari dulu begitu-begitu saja,” katanya.

 

Batang Sungai Bajo, sebagai tempat rekreasi dan merupakan bahan baku utama PDAM Kota Belopa (Kabupaten Luwu) dan sekitar. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Masalah lingkungan

Saya berdiri di bendungan Toma Toppe, Kecamatan Bajo. Ini adalah irigasi yang diresmikan 2010. Ia mengaliri lahan seluas 5.828 hektar. Di sekitar bendungan, masyarakat jadikan tempat rekreasi.

Minggu terakhir sebelum memasuki bulan puasa, ratusan warga berjejer di pesisirnya. Mereka membuka bekal, mandi, dan bakar ikan.

Anak-anak berkejaran lincah. Saling menyiram dan menyelam. Air cukup jernih. Pemandangan di batang Sungai Bajo, bagian utama DAS Bajo ini cukup mengesankan. Hulunya, ada di Pegunungan Latimojong–yang membentang dari Luwu, Palopo, Toraja dan Enrekang dengan puncak tertinggi Rante Mario 3.478 mdpl. Hilirnya,  menuju Teluk Bone di Desa Cimpu, Kecamatan Suli.

Desa Rante Balla dan tempat perusahaan Masmindo ada di kaki Pegunungan Latimojong. Di mana areal kontrak karya penambangan itu, mengepung beberapa anak sungai yang berhilir ke Sungai Bajo.

Batang Sungai Bajo, tak hanya jadi irigasi, juga sumber air bersih PDAM Luwu, yang melayani ribuan rumah tangga hingga kantor pemerintahan.

“Inilah yang jadi salah satu pertimbangan kita dalam melihat amdal perusahaan. Jadi nanti ketika perusahaan membangun dan beroperasi, pembuangan limbah air harus melewati intake PDAM,” kata Andi Hasbi, Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan.

Dia bilang, semua harus berhati-hati. “Limbah cairan kimia akan sangat berbahaya jika tak dikelola cermat.”

“Kita juga belum berhitung bagaimana, biota air dan ekosistem. Meskipun sudah ada amdal, semua masih berbeda di lapangan. Ini memang merepotkan kemudian hari.”

Bagi Hasbi, penyusunan amdal seharusnya jadi dokumen sangat spesifik. Kajian harus benar-benar berjalan sesuai standar. “Nah, era sekarang, pemerintah ingin jika bisa izin harus dikeluarkan dengan cepat. Maka, biodiversiti biasa diambil secara umum saja,” katanya.

Saya menemui Kusnadi Supriadi Hidayat, Sanitarian Kesehatan Lingkungan dari Universitas Indonesia Timur Makassar. Dia tampak tercengang saat mengetahui sebuah tambang akan gunakan sianida untuk menangkap butiran emas.

“Pasti itu dalam skala besar. Menggunakan sianida cair. Jika IPAL-nya (instalasi pengolahan air limbah) tak terawasi baik, bisa jadi musibah besar,” katanya.

Sianida, adalah bahan kimia yang terbentuk secara alami. Sianida dapat ditemukan di beberapa buah-buahan bahkan singkong dalam bentuk gas. “Oke,  sianida di alam memang ada. Jika terkena udara bebas bisa larut. Itu skala kecil, ambang batas 1,5 gram per kilogram,” kata Kusnadi.

 

Imbauan tentang penambangan ilegal di wilayah itu. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Sedang tailing atau limbah perusahaan kalau sudah beroperasi akan dikumpulkan di Lembah Kade Api. Lembah ini, berjarak lima kilometer dari pusat Desa Rante Balla. Di antara lembah, ada punggungan bukit yang mengalirkan sungai membelah desa. Ada lahan-lahan warga juga di sana.

“Saya kira jika perusahaan sudah beroperasi, wilayah itu akan kita sterilkan. Jadi kita akan relokasi warga,” kata Muhammad Amin.

Kusnadi mengingatkan, dalam dam tailing, konsentrasi sianida tinggi, jadi terpenting pengawasan. “Di tempat itu, tentu saja akan menghasilkan gas. Itu saya kira rentan untuk hewan melata, dan burung,” katanya.

Analisis lain, dari Muhammad Chaidir Undu,  Peneliti Kualitas Air dan Lingkungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan. Dia mengatakan, ambang batas penggunaan sianida tergantung dari jenis organisme. Di daerah sub-tropis, Ikan-ikan air tawar lebih rentan terhadap daya racun sianida dari pada ikan laut.

“Pada konsentrasi >5µg/L dapat mempengaruhi aktivitas renang dan reproduksi beberapa jenis ikan air tawar. Sedangkan pada konsentrasi >20µg/L dapat menyebabkan kematian,” tulisnya.

Dia bilang, relokasi warga bukanlah satu-satunya jalan keluar. Keutuhan lingkungan sekitar wilayah pertambangan dan pembuangan harus jadi prioritas.

“Sianida dalam skala besar sifatnya korosi. Kena ke kulit, tentu saja akan membuat melepuh. Masuk ke tanah, akan merusak tanah dan tanaman. Maka memindahkan warga hanyalah solusi jangka pendek,” kata Kusnadi.

Kelak,  upaya relokasi warga yang berdekatan dengan pembuangan limbah, perlu kajian ulang. “Kami belum tahu. Kami tidak tahu kalau ada cerita untuk relokasi. Selama ini sosialisasi tak pernah menjelaskan itu,” kata Irvan,  di tempat terpisah.

Irvan paham, ketika perusahaan berjalan, lingkungan akan berubah. Dari mulai suara bising, sampai polusi. Dia tak asing dengan kegiatan pertambangan. Dia pernah bekerja sebagai buruh di kontraktor PT Vale–perusahaan pertambangan nikel negara di Sorowako, bagian pengeboran. “Otomatis, ketika lahan akan ditambang, pasti dibersihkan. Dikeruk,” katanya.

 

Kanopi hutan lembah Kande Api Desa Rante Balla. Kelak lembah ini akan menjadi DAM Tailing pembuangan limbah PT Masmindo Dwi Area, untuk pertambangan emas. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

***

Rante Balla adalah kampung nan sejuk. Wilayah ini masuk Kecamatan Latimojong, berpusat di Desa Ulu Salu. Rante Balla berpenghuni 221 keluarga. Peduduk mayoritas petani cengkih, kopi dan merica.

Pertambangan, bakal mengubah citra wilayah ini. “Saya juga khawatir tentang itu. Kalau orang bekerja di perusahaan, bagaimana masa depan pertanian? Dari dulu, kan kita juga bahagia saja di Rante Balla,” kata Irvan.

Alasan Irvan, cukup masuk akal. Wilayah pertambangan akan mengubah lansekap alam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

“Saya dan Datu Luwu, sudah komitmen jadikan Rante Balla tetap terjaga. Kearifan lokal harus menjadi tonggaknya,” kata Amin.

Amin selalu mengungkapkan bagaimana hubungan sesama manusia harus terjalin. “Saya dengan Datu Luwu cukup baik. Saya diundang ke istana dan diberikan pin kedatuan dan badik,” kata Amin, memamerkan beberapa foto dalam telefon selulernya.

Datu Luwu–raja Luwu–Andi Maradang Mackulau mengunjungi camp perusahaan Masmindo Sabtu 4 November 2017. Dokumentasi kunjungan itu, di tempel tepat di area pos penjagaan. “Oh iya, Datu Luwu, datang berkunjung. Itu membuat kita makin semangat tetap mempertahankan kearifan lokal,” kata Amin.

 

Sianida  

Penambangan ini kelak dengan sistem terbuka. Material batuan akan diangkut dengan kendaraan, menuju penyimpanan. Setiap satu ton kadar rendah akan menghasilkan 1,1 gram emas.

Dalam proses pengendapan emas ini, Masmindo akan menggunakan sianida. Cairan kimia yang memiliki gugus CN- ikatan khas antara dua atau beberapa atom terutama karbon (C) dan nitrogen (N).

Secara alami, sinaida dapat ditemukan di umbi singkong. Sianida alami dapat berbentuk gas, namun untuk industri bisa diproduksi jadi NaCN atau natrium cianida.

Andi Hasbi mengambil spidol. Dia menggambar di papan. “Jika ini camp, tempat mereka bangun pabrik kelak. Ini PDAM, semua rona awal atau baku mutu air harus dianalisis,” katanya. “Perusahaan tidak boleh melewati ambang baku mutu layak konsumsi.”

 

Sampel batuan dari lokasi pengeboran PT Masmindo Dwi Area. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Saya mencari gambaran tentang lembah Kande Api. “Ouw, ini harus benar-benar steril dan penanganan harus ekstra,” katanya

Meskipun begitu, katanya, sianida bukan logam berat dan mudah terurai dalam air. “Kenapa ada regulasi yang mengatur untuk tidak gunakan merkuri, karena itu adalah logam berat. Sangat sulit terurai,” kata Hasbi.

Informasi tentang emas di Rante Balla, sejak dulu diketahui masyarakat. Kisah itu jadi sebagai foklor. Bahwa emas tak dapat diganggu gugat. Jika seseorang sudah mulai mengusik, kekeringan akan melanda perkampungan di bantaran Sungai Bajo, sepanjang 40 km. “Saya tahu itu kisah untuk menjaga linkungan,” kata Iswadi, warga Desa Balo-balo tempat bendungan PDAM berdiri.

Bagi Iswadi, kandungan emas di kaki Latimojong adalah anugerah tetapi dapat pula jadi petaka. Anugerah jika dikelola dengan baik, sebaliknya, petaka kala pengelolaan buruk.

Perusahaan penambang emas ini memasuki wilayah Rante Balla sejak 1980-an akhir. Saat akses jalan masih sangat buruk, camp perusahaan menempati sebuah rumah warga di Bajo.

Masmindo pertama kali mendapatkan kontrak karya pada 19 Februari 1998, seluas 119.700 hektar, lalu penciutan jadi 89.650 hektar 27 Juli 2000. Wilayah ini mencakup Kabupaten Luwu, Wajo, Sidenreng Rappang (Sidrap), dan Enrekang.

Pada 10 Maret 2009, dilakukan lagi penciutan area kontrak karya tahap kedua jadi 14.390 hektar dan hanya berada di Luwu.

Bagaimana kegiatan perusahaan sebelum 1998? Perusahaan ini hanya pengujian sampel dan pengeboran di beberapa titik. Saat itu, perusahaan yang mengerjakan PT Masmindo Eka Sakti. Katanya, tak memiliki sangkut paut dengan Masmindo Dwi Area.

Balawara, Community Officer Masmindo Dwi Area, mengatakan, antara 1998-1999, terjadi perubahan kepemilikan. “Kalau Masmindo Dwi Area, ini perusahaan dari Australia. Kalau Masmindo Eka Sakti, saya kurang tahu itu,” katanya.

Masmindo Dwi Area adalah perusahaan dari Nusantara Resource Limited yang tercatat di Australian Stock Exchange (ASX).

Bagaimana perubahaan nama dan perusahaan ini? “Saya tidak tahu. Yang saya tahu, sekarang saya bekerja di Masmindo Dwi Area,” kata Balawara.

“Kami juga tak tahu, kalau pembuka eksplorasi adalah perusahaan lain. Yang melanjutkan penambangan perusahaan baru lagi. Yang kami awasi saat ini adalah Masmindo Dwi Area, izin keluar Januari 2017. Itu saja,” kata Hasbi.

“Nah kenapa kita masih gunakan nama Masmindo, karena itu tidak jadi ribet lagi. Orang-orang sudah familiar dengan nama itu juga,” kata Amin.

Mengapa ada perubahaan perusahaan dalam satu area penambangan? Wahyuddin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Luwu, juga tak dapat menjelaskan. Dia malah berseloroh, kalau itu tanggung jawab Provinsi. Padahal sebelumnya, semua ijin diurus di Kabupaten. “Saya tidak tahu kalau itu ada dua perusahaan,” katanya.

Wahyuddin berbicara tak konsisten. Sekali waktu dia mengatakan pengawasan kelak harus intens dan berkala. Dalam kesempatan sama, dia terkesan melempar soal ini ke provinsi. “Saya tidak tahu mengenai teknisnya. Saya juga paling jarang ke lokasi camp. Jadi tidak pernah tahu,” katanya.

“Kalau menjaga lingkungan itu komitmen kami. DLH Kabupaten (Dinas Lingkungan Hidup Luwu) akan jadi garda depan,”

“Kalau investor itu kan, tentu mau yang enak. Teman-teman di komisi amdal provinsi, maunya harus menerapkan teknologi ramah lingkungan. Itulah yang saya ikuti.”

Saya mencoba mengakses dokumen amdal. “Dulu pernah dipinjam anggota kabupaten. Sampai sekarang belum dikembalikan. Untuk sekarang, kami tidak punya (dokumen) amdal lagi,” katanya.

Sosialisasi amdal,  katanya, juga hanya dilakukan Masmindo, konsultan dan masyarakat. “Jadi kalau bertanya, bagaimana saat sosialisasi, kami tidak tahu bagaimana. Kami tidak dilibatkan.”

“Mengenai efek lingkungan. Kita lihat nanti kalau sudah berproduksi.”

Kini tambang sedang memasuki tahap pra konstruksi. Targetnya, perusahaan berjalan sesuai izin, pabrik akan kelar selama dua tahun.

Dalam skema perusahaan, hasil cetakan bahan setengah jadi yang padat berbentuk balok, dari Desa Rante Balla diangkut menuju Bandara Bua, melalui jalan umum. Mereka gunakan truk kecil atau kendaraan khusus. Produk itu kelak akan dimurnikan di PT Antam Jakarta. “Di Antam, itu dipisahkan kembali emas dan peraknya. Baru kita dapat menjual,” kata Amin.

 

Sekitar 35 kilometer dari Rante Balla, lokasi pertambangan emas. Petani di Desa Kasiwiyang sedang merawat padi, dari air irigasi Sungai Bajo. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version