Mongabay.co.id

Waspada, Ijon Politik Tambang Saat Gelaran Pilkada

Batubara tumpah di pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang bertarung dalam pilkada, dirasakan belum menyentuh persoalan apalagi penyelesaian krisis sosial ekologi. Terutama, pada penuntasan berbagai izin tambang dan perkebunan yang ada. Kondisi ini terkuak pada diskusi yang digelar Mongabay Indonesia bersama You Kaltim, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Pokja 30, Sekolah Sungai Karang Mumus (SeSuKaMu), dan Kamisan Kaltim, di Samarinda baru-baru ini.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang menegaskan, rekam jejak empat kandidat tersebut masih belum lepas dari persoalan tambang, yaitu kepemilikan bahkan penerbitan izin-izin tambang.

“Para kandidat merupakan orang-orang lama yang sebagian besar memiliki rekam jejak dalam sengkarut pertambangan. Kami mempelajarinya dari situasi beberapa daerah di Kaltim. Jatam melihat, ada ancaman sumber daya alam. Lagi-lagi, pintu masuknya melalui pilkada (pemilihan kepala daerah), sehingga kita harus melihat track record mereka yang dekat publik atau dekat masalah,” kata Rupang.

Baca: Jatam: Waspada Enam Modus Ijon Politik Tambang di Indonesia

 

Tambang batubara dengan ijin IUP yang harus ditinjau kembali. Foto: Hendar/Mongabay Indonesia

 

Sebelum nama-nama empat kandidat ini muncul, satu nama besar sudah lebih dulu naik ke permukaan dan sudah diyakini akan terpilih. Dia adalah Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara yang tersandung kasus suap KPK. Selama namanya berkibar, kekuatan politik di Kaltim merapat pada Rita.

“Empat kandidat yang hadir saat ini, meraih keuntungan ketika KPK menjebloskan Rita ke penjara. Investigasi Jatam, empat kandidat ini memiliki bisnis tambang juga. Ada yang kepemilikannya langsung, ada pula yang berbentuk dukungan dan donor,” ungkapnya.

Rupang mengatakan, dalam beberapa pelaksanaan debat pilkada, empat kandidat tersebut tidak terlihat konsen pada krisis lingkungan di Kaltim. Tidak ada juga yang berani menjanjikan akan menutup lubang-lubang tambang, dan tidak ada yang bicara bagaimana Kaltim keluar dari masalah tambang.

“Belum tampak komitmen pada penyelamatan lingkungan. Yang mereka bahas malah tidak adanya agenda keamanan di Kaltim,” ungkapnya.

 

Donor perusahaan

Untuk menjadi seorang Bupati di Kaltim, kata Rupang, pasangan calon harus merogoh kocek 20 hingga 30 miliar. Sedangkan calon Gubernur, rentangnya dari 20 hingga 100 miliar. Lalu, bagaimana pembiayaannya?

“Pilihannya adalah menawarkan ke tim sukses, yang kita kenal sebagai balas jasa. Transaksi politik antara kandidat dan tim sukses. Berikutnya, pendonor, sponsor dan konsultan politik yang bergerak dinamis tapi tidak terlihat di masayarakat,” jelasnya.

Rupang menegaskan, dari empat konsultan kandidat pasangan calon gubernur tersebut, ada yang bermasalah. Jatam ada temuan, ada pasangan kandidat yang disinyalir mendapat sumbangan dari perusahaan tambang.

“Kami mendapat informasi tersebut. Bahkan, ada dua perusahaan ikut menyumbang dengan nominal fantastis. Padahal, jika melihat rilis KPU, sumbangan pihak berbadan hukum maksimal 750 juta Rupiah. Atau ini jangan-jangan bagian dari cuci uang,” katanya.

Rupang menegaskan, laporan kekayaan empat kandidat itu ada baiknya ditelusuri. “Tugas KPK untuk membuka tabir tersebut. Kalau kerja sama antara tambang dan gubernur yang baru ini nantinya lancar, itu lah ijon politik yang dimaksud,” sebutnya.

 

Batubara yang tumpah di pantai dari kapal pengangkut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Empat kandidat di mata pengamat hukum lingkungan

Daerah yang kaya sumber daya alam rentan pada permainan kewenangan. Hal ini diungkap pengamat hukum lingkungan, Prof. Sarosa Hamongpranoto. Menurut dia, kunci daerah yang rawan tambang adalah izin yang dikeluarkan. “Harus ada monitor dari Dinas Pertambangan yang otomatis ikut menyoroti masalah tambang. Jika ada yang ditutupi, masyarakat bisa mengadukannya ke Komisi Informasi Publik (KIP). Karena data-data dan informasi itu tidak boleh ditutup-tutupi, seirama dengan undang-undangnya.”

Sarosa menjelaskan, kewenangan izin tambang di daerah ada di beberapa pintu. Ada yang dari bupati dan wali kota, gubernur, maupun pusat. Jika membahas IUP dari tangan gubernur, kata dia, tentu ada syarat-syaratnya. Terkait pemilihan gubenur baru, masyarakat berhak melihat visi-misi kandidat yang ada. Apakah mereka memiliki komitmen pada lingkungan atau sebaliknya.

“Untuk memilih pemimpin yang baik, ini yang penting, visi misi pada lingkungan. Masyarakat tentu bisa melihat, apakah mereka berani mengambil sikap mengenai perizinan di Kaltim, atau bagaimana. Pertambangan di Kaltim hanya memperkaya dan mengutamakan perusahaan saja, bukan masyarakat sekitar,” jelasnya.

Masalah kerusakan lingkungan demikian, masyarakat harus bisa menggali siapa calon yang mereka pilih. “Jika menyinggung ijon politik, semua itu tergantung komitmen para pemimpin. Jika dia komit, tidak akan ada ijon. Masyarakat sudah jeli, tambang dan segala macamnya tidak bisa jadi andalan karena sangat merusak lingkungan. Jangan sampai salah memilih,” ujarnya.

Sarosa menyayangkan, nama Provinsi Kaltim sudah jelek dalam masalah lingkungan. Menurut dia, itu menjadi ujian para kandidat. Masyarakat harus bisa mengukur, kandidat mana yang berani memperbaiki Kaltim. “Catatan untuk gubernur mendatang, bukan tambang saja yang diperhatikan tapi juga lainnya seperti lahan sawit dan hal merusak lainnya.”

Disinggung masalah donor kampanye dari perusahaan tambang, Sarosa mengatakan, tidak apa-apa selagi dalam batas peraturan. “Sudah dibolehkan perusahaan menjadi pendonor, tapi ada batasan dan waktu. Sepanjang itu sesuai peraturan undang-undang, tidak apa-apa. Tetapi kalau lewat, tidak boleh. Dibutuhkan keterbukaan dari masyarakat atau perusahaan. Jangan sampai high cost membuat para kandidat menjadikan serangan fajar sebagai senjata yang membuat masyarakat memilih karena uang, bukan karena hati nurani,” katanya.

Sarosa menegaskan, para kandidat harus memiliki pendirian kuat. “Kalau teguh, tidak akan ada ijon di masa kepemimpinannya. Namun, jika lemah, nanti akan terbelenggu. Nyumbang silakan tapi tidak boleh ada ikatan. Nanti bisa kena gratifikasi, dan ini sangat berbahaya, bahkan sering terjadi,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version