Mongabay.co.id

Cerita Yusri Melindungi Penyu di Mampie

Pantai Mampie siang itu terlihat cerah. Tak banyak orang yang lalu lalang. Hanya beberapa anak-anak sedang bermain. Dalam jarak yang tak begitu jauh terlihat beberapa lubang yang dilindungi dengan jaring hitam persegi empat, pembatas agar tidak diganggu pengunjung pantai. Jaring itu adalah pelindung telur-telur penyu yang akan segera menetas.

“Itu telur penyu adopsi,” ungkap Muhammad Yusri (29), pengelola tempat itu, yang berada di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Minggu (1/7/2018).

Tempat itu adalah sebuah lokasi konservasi penyu yang dikelola oleh Sahabat Penyu. Komunitas ini dibentuk sejak 2016 lalu oleh Yusri dan kawan-kawan. Awalnya hanya sebuah kegiatan hobi, yang kemudian berlanjut pada kegiatan yang lebih serius.

Meski Sahabat Penyu resmi berdiri 2016, namun mereka sudah lama berkonservasi, tepatnya sejak 2005. Lahir dari keprihatinan pada kondisi penyu di sekitar tempat itu, di mana telur dan dagingnya banyak dikonsumsi. Termasuk maraknya perdagangan telur penyu oleh warga.

“Memang dulunya hampir semua masyarakat pesisir sini suka makan penyu, termasuk keluarga saya. Kalau sekarang masih ada, cuma tidak sebanyak dulu,” katanya.

 

baca : Inilah Penyelamatan Penyu Hijau di Tengah Bentang Laut Sulu Sulawesi

 

Muhammad Yusri dengan dana pribadi memulai aktivitas perlindungan penyu melalui komunitasnya Sahabat Penyu. Ia telah memulai aktivitas ini sejak 2005 silam melalui sistem adopsi lubang, yaitu membeli lubang-lubang penyu yang ditemukan warga. Foto: Mongabay Indonesia/Wahyu Chandra.

 

Yusri memulai ikhtiarnya melindungi penyu tanpa memiliki pengetahuan tentang penyu sama sekali. Ia tertarik melestarikan penyu ini karena senang melihat satwa itu yang terlihat lucu. Di sisi lain ia miris melihat penyu kerap disiksa untuk dijadikan tunggangan. Paling mengerikan yang ia temukan adalah warga kerap membelah penyu dewasa untuk mengambil telurnya secara paksa.

“Penyu kalau merasa terganggu pasti ia tidak mau bertelur sehingga kadang ada warga yang mengambil telur itu secara paksa dengan cara dibedah,” tambahnya.

Langkah awal dilakukan Yusri ketika itu adalah melakukan riset sederhana ke masyarakat. Ia ingin tahu alasan-alasan warga mengonsumsi penyu dan telurnya.

Ternyata pengambilan telur penyu dan penangkapan penyu lebih banyak untuk diperjualbelikan. Hanya sedikit, paling banyak 3–5 butir yang dikonsumsi, dari ratusan bahkan ribuan jumlah telur dalam sekali musim peneluran penyu.

“Ini yang saya coba putus mata rantainya. Saya berusaha mengubah kondisi itu namun tidak secara langsung. Saya cari informasi terkait jumlah telur yang biasa mereka peroleh dan harga jualnya berapa. Waktu itu telur dijual dengan harga Rp500/butir.”

 

baca : Kisah Unik Pasangan Disabilitas Menjaga Penyu di Pulau Cangke

 

Ilustrasi. Penyu yang dibedah untuk diambil telur-telur yang masih muda hasil di Desa Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Mentawai, Sumatera Barat, Sabtu (17/2/18).  Foto: akun Facebook Silainge Mentawai

 

Setelah memperoleh informasi yang cukup, Yusri pun melakukan cara yang unik untuk mengambil alih kepemilikan lubang-lubang tersebut dengan cara menebusnya, membeli dengan harga yang berlaku saat itu.

“Awalnya saya minta mereka menyimpankan saya satu lubang. Jangan digali, saya akan beli isinya sesuai harga beli. Satu lubang itu isinya sekitar 130-150 butir telur.”

Mulai dari situlah kegiatan pembelian lubang ini terus berlanjut, bahkan setelah harganya naik di tahun 2012. Namun Yusri tak patah arang. Bahkan semakin bersemangat. Honornya sebagai kontributor di sebuah media disisipkan sebagian untuk pembelian lubang-lubang itu.

“Tahun 2013 jumlah lubang yang saya tebus mencapai 20 lubang. Saya harus keluarkan uang pribadi hingga Rp2 juta,” tambahnya.

Upaya itu ditentang, khususnya dari keluarga Yusri, karena menggunakan dana pribadi untuk aktivitasnya itu. Dari pihak Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (BPSPL KKP) Makassar juga pernah menyarankan untuk mencari pendekatan lain karena ia pasti kewalahan harus menebus setiap lubang yang ditemukan warga.

“Saya lakukan sesuai kemampuan pendanaan saya saja dan pekerjaan ini memang butuh keikhlasan yang besar. Saya tetap lanjut meski memang agak kewalahan awalnya,” katanya.

 

baca juga : Ini Dia Relawan Pecinta Penyu dari Sulawesi Utara

 

Ilustrasi. Telur-telur penyu yang dijual di tengah Kota Medan, Sumatera Utara pada September 2016. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Tantangan lain karena budaya konsumsi penyu masih kuat di masyarakat. Ada kepercayaan mengonsumsi penyu bisa menambah vitalitas dan sebagai penolak bala.

Belakangan Yusri menemukan cara lain menutupi biaya operasional aktivitasnya tersebut, yaitu dengan menjadikan tempat itu sebagai kawasan wisata. Pengunjung bisa turut terlibat dalam pelestarian penyu melalui sistem adopsi. Dana yang terkumpul dari kegiatan ini kemudian digunakan untuk membeli lubang dari masyarakat, sehingga masalah keuangannya teratasi.

“Saya kombinasikan dengan wisata edukasi. Akhirnya semua lubang yang didapatkan masyarakat mampu saya tebus.”

Sistem adopsi ini tergolong unik. Kepada pengunjung, baik itu institusi, kelompok, sekolah ataupun individu bisa menebus lubang seharga Rp400.000/lubang. Selain untuk menebus lubang dari warga juga untuk biaya perawatan selama dua bulan. Lubang-lubang ini akan diberi pelindung berupa jaring hitam.

“Kita buat perjanjian, maksimal seminggu setelah penetasan, tukik harus dirilis ke laut, mereka datang atau tidak. Tukik tak boleh terlalu lama di penangkaran. Selain kita terbatas pada makanan juga bisa membuat insting bertahan hidupnya kurang.”

Metode adopsi ini digunakan secara hati-hati agar tidak disamakan dengan praktik jual beli. Tukik-tukik hasil penetasan telur itu pada akhirnya akan dirilis ke alam bebas dan tak boleh keluar dari kawasan tersebut untuk dibawa pulang ke rumah.

 

baca juga : Melky Kansil, Penjaga Penyu dari Timur Minahasa

 

Ilustrasi. Tukik Penyu Lekang merayap di pesisir pantai Samas, Bantul, Yogyakarta, untuk mencapai habitatnya di Laut Selatan Jawa. Foto : Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

BPSPL Makassar memang menyarankan agar dilakukan adopsi sarang, dengan tujuan agar penetasan terjadi alamiah dibanding cara penangkaran.

“Secara natural, alam mengatur komposisi jantan dan betina yang menetas menjadi tukik. Tapi jika dengan penangkaran, penetasan bisa tidak sesuai harapan karena suhu sarang telur harus diatur. Bila tidak, tukik akan lahir jantan semua atau betina semua,” jelas Kepala BPSPL Makassar, Andri Indryasworo yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Minggu (15/7/2018).

 

Edukasi Konservasi

Kini pantai konservasi Sahabat Penyu mulai ramai dikunjungi pengunjung, khususnya di hari libur. Yusri memanfaatkan kondisi itu dengan melakukan sosialisasi kepada pengunjung, khususnya pelajar dan generasi muda dan bahkan anak-anak TK dan SD.

“Bentuknya sosialisasi langsung dan sering juga bikin lomba mewarnai untuk anak-anak SD. Ini sebagai upaya pengenalan tentang pentingnya menjaga penyu sejak dini kepada mereka.”

Kunjungan juga banyak dilakukan oleh instansi pemerintah dan bahkan kunjungan dari mancanegara.

 

Sahabat Penyu melakukan berbagai kegiatan sosialisasi, termasuk Lomba Mewarnai untuk anak-anak sebagai upaya pengenalan dini terhadap penyu. Foto: Mongabay Indonesia/Muhammad Yusri.

 

Meski telah berkembang dengan baik, Kawasan konservasi Sahabat Penyu belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah dan desa. Memang ada bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa bangunan pusat informasi, 3 gazebo dan 1 galeri. Hanya saja Yusri tidak mengetahui secara pasti status kepemilikan bangunan tersebut.

“Mereka cuma katakan ini sebagai posko pengawasan, tetapi tidak jelas juga status kami seperti apa, meski lahannya adalah milik pribadi.”

Kepala BPSPL Makassar menjelaskan pemerintah melalui KKP memang memberikan bantuan kepada Sahabat Penyu melalui program ‘Kompak’ (Kelompok Masyarakat Penggiat Konservasi) pada 2017. “Bentuknya berupa rumah penyu, juga ada 3 balai-balai yang bisa dipindahkan. Ada juga patung penyu menunjukkan lokasi dan beberapa peralatan lain, seperti kamera dan GPS. Itu semua untuk membantu kegiatan konservasi mereka,” jelas Andri.

Andri sendiri telah menyarankan agar Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat bisa membantu mengalokasikan lahan untuk kegiatan konservasi Sahabat Penyu.

 

Kelompok konservasi Sahabat Penyu mulai banyak dikunjungi tamu, termasuk dari luar negeri. Mereka datang untuk belajar dan melakukan pelepasan penyu Bersama-sama. Foto: Mongabay Indonesia/Muhammad Yusri.

 

Dampak Ekonomi

Keberadaan Kawasan konservasi tersebut ternyata berdampak juga bagi perekonomian masyarakat setempat, yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin, seiring dengan banyaknya kunjungan wisatawan.

Sahabat Penyu juga mulai dikenal luas masyarakat. Yusri sering diundang memberikan materi tentang perlindungan penyu, baik di sekolah-sekolah dan komunitas mahasiswa.

“Kadang malah saya menolak undangan karena merasa minder. Saya hanya tamatan SMP sementara mereka yang akan diajari adalah mahasiswa dan sarjana.”

Tekad belajar Yusri tak surut. Beruntung kemudian diajak BPSPL Makassar untuk bergabung ke grup whatsapp tentang Penyu. Dari situ ia banyak belajar, misalnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dasar tentang penyu yang tak diketahuinya dan banyak ditanyakan warga.

Di kawasan pesisir Mampie sendiri hingga saat ini masih menjadi sering ditemukan aktivitas destructive fishing, seperti pemboman dan pembiusan ikan dan perburuan mamalia laut.

“Di sini memang dulunya banyak kasus perburuan telur penyu, bahkan pembunuhan penyu dan dugong (duyung) serta aktivitas bom dan bius ikan. Sekarang masih ada, meski mulai berkurang. Aparat dan masyarakat juga sudah mulai ada respons dibanding yang dulu-dulu. Ini bukannya tidak bisa dihentikan, kalau semua menjalankan perannya. Masyarakat juga sudah banyak terlibat mengawasi.”

 

Yusri disamping kolam penampungan tukik. Batas waktu perawatan di kolam maksimal seminggu sebeluk dirilis ke alam bebas agar kemampuan bertahan hidupnya tidak hilang. Foto: Mongabay Indonesia/Wahyu Chandra.

 

Pendampingan KKP

Kegiatan konservasi penyu yang dilakukan Yusri dan Sahabat Penyu diapresiasi positif oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Yusri, salah satu anak muda yang punya kemampuan dan kreativitas tinggi, yang peduli terhadap konservasi penyu,” kata Andri. Bahkan KKP telah memberikan sertifikat penghargaan kepada Sahabat Penyu yang ditandatangani oleh Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantyo Setyamurti Poerwadi.

“KKP sendiri akan tetap melakukan pendampingan konservasi kepada Sahabat Penyu,” kata Andri. Termasuk pendampingan kepada penggiat dan kelompok konservasi di seluruh Sulawesi yang merupakan wilayah kerja BPSPL Makassar.

“Sebenarnya banyak penggiat dan kelompok yang punya aktivitas tinggi terhadap konservasi. Kami telah mendatanya. Kami berusaha buat jejaring konservasi di tiap propinsi. Pada 2018 ini kami rencanakan memberikan bantuan dalam program ‘Kompak’ (Kelompok Masyarakat Penggiat Konservasi). Khusus di Sulawesi Selatan, salah satunya ada di Pulau Cangke. Juga di Pulau Selayar, Kendari dan Sulawesi Utara,” tutup Andri.

 

Exit mobile version