Mongabay.co.id

Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa?

anak-anak mengumpulkan sampah

Sampah plastik dan botol bekas air mineral dikumpulkan oleh anak-anak pulau Pari. Foto: Ridzki R. Sigit

Saat ini, tidak ada satupun wilayah di bumi yang bersih dari sampah plastik, baik di daratan maupun lautan. Termasuk di Indonesia, sampah plastik di lautan sudah menjadi masalah besar. Tidak terkecuali di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.

Meskipun masyarakat Pulau Pari relatif telah menjaga kebersihan lingkungan daratannya, tetapi bukan berarti masalah sampah plastik selesai. Sampah plastik tetap ada karena plastik sudah lekat dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk penggunaan minuman kemasan, sedotan dan snack kemasan yang umumnya dengan plastik.

Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak masyarakat Pulau Pari untuk membatasi penggunaan sampah.

“Mulai besok tidak boleh lagi ada minuman sedotan di pulau ini. Karena plastik itu dibuang kemana? (Sampah plastik) di laut itu baru hancur 450 tahun. Indonesia ini sekarang penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia. Malu kita. Kita mandi pakai sabun, habis pakai sabun pakai bedak, habis pakai bedak, pakai minyak wangi. Kurang apa lagi? Tapi buang plastik ke sana (laut). Kitanya bersih alamnya kotor,” kata Susi ketika berdialog dengan tokoh masyarakat dan warga Pulau Pari, Minggu (22/7/2018).

baca : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berdialog dengan warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakart pada Minggu (22/7/2018). Susi membicarakan mengenai permasalahan Pulau Pari seperti sampah plastik, hutan mangrove dan perikanan. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Ia mencontohkan keberhasilan Kenya, Namibia, dan Ghana mengurangi penggunaan plastik. Salah satunya mengganti penggunaan kantong plastik dengan tas ramah lingkungan.

“(Orang) ke pasar beli cabai setengah ons (dibungkus) 1 kresek, bawang merah ½ ons (dibungkus) satu kresek. Satu ibu rumah tangga pulang habis belanja bawang merah (bawa) satu kresek, jahe (dibungkus) satu kresek, semua (belanjaan) sepuluh kresek bawa pulang ke rumah. Habis itu jadi sampah. Mau nanem pisang, nyangkul tanah isinya apa? Kresek,” keluh Susi.

Ia meminta pemda setempat, aparat keamanan dan masyarakat bersinergi membuat aturan khusus larangan membuang sampah sembarangan, demi keindahan dan kebersihan untuk mendukung pariwisata di Pulau Pari.

“Persoalan pulau itu ada di kebersihan, sanitasi, dan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah ini sangat penting. Bayangkan setiap minggu 1000 turis datang ke mari. Masing-masing bawa kantong kresek berapa? Bungkus makanan dan lain-lain, mau dikemanakan sama Bapak-bapak? Buang ke laut? Pada saat air pasang balik lagi. Laut itu tidak suka dengan sampah. Pasti akan kembali ke pantai Bapak,” paparnya.

Selain itu, warga Pulau Pari juga diminta tidak membuang langsung limbah minyak, sampah kimia, cat, dan oli ke laut karena dapat merusak terumbu karang.

baca : Yuk, Bantu Anak-Anak Pulau Pari Menanam Mangrove dan Bersihkan Pantai

 

Sampah yang tersebar di pantai pulau Pari, baik oleh hanyutan maupun yang ditinggalkan oleh wisatawan. Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan warga Pulau Pari menjaga kebersihan lingkungannya dari sampah plastik. “Disini (Pulau Pari), mereka menjaga lingkungannya bersih sekali. Baik di daratan, pantai dan lautnya. Sampah plastik datang dari luar Pulau Pari,” kata Yaya, panggilan akrab Nur Hidayati yang berada di Pulau Pari saat dihubungi Mongabay Indonesia pada Senin (23/7/2018).

Dia menjelaskan warga Pulau Pari sempat menggantungkan hidupnya dengan budidaya rumput laut. Akan tetapi karena pencemaran di perairan Kepulauan Seribu termasuk di Pulau Pari yang tinggi, budidaya rumput laut pun jadi mati.

Seperti diketahui Pulau Pari yang merupakan bagian dari Kepulauan Seribu dekat dengan Teluk Jakarta dengan aktivitas pelabuhan yang tinggi dan juga jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang merupakan jalur transportasi laut yang padat, sehingga tingkat pencemaran juga tinggi.

“Mereka kemudian beralih ke wisata. Sambil merehabilitasi mangrove. Tetapi pariwisata di Pulau Pari sedang ada kasus. Kami sudah lama melakukan pendampingan disini,” katanya.

baca : Pulau Pari, Gairah Wisata Baru di Kepulauan Seribu

 

Pemandangan dari tepian pantai di Pulau Pari. Foto: Aji Wihardandi/Mongabay Indonesia

 

Warga Pulau Pari memang sedang menghadapi kasus sengketa lahannya dengan PT Bumi Pari Asri (BPA) yang ingin menguasai pulau tersebut untuk bisnis pariwisatanya.

Yaya mengatakan Walhi bersama koalisi beberapa LSM seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melakukan pendampingan ke warga Pulau Pari dalam kasus sengketa lahan tersebut.

baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?

Koalisi tersebut kemudian mengajak pemerintah pusat, berbagai lembaga negara dan kementerian terkait, termasuk Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah tersebut sengketa kepemilikan lahan antara warga Pulau Pari dan perusahaan tersebut. “Kita mengajak Bu Susi untuk mendukung perjuangan masyarakat Pulau Pari,” kata Yaya yang ikut mendampingi Susi saat di Pulau Pari.

Yaya mengutip ucapan Susi saat dialog dengan warga Pulau Pari bahwa pulau masih banyak sehingga tidak pantas untuk diperebutkan. Apalagi warga juga sudah lama tinggal di Pulau Pari secara turun temurun. “Bu Susi menyindir perusahaan tersebut agar mencari pulau lain untuk bisnis wisatanya,” jelasnya.

baca juga : Pulau Pari, Riwayatmu Kini…

 

Sebanyak 80 personil polisi yang dilibatkan penyegelan tanah dan bangunan milik Surdin diPulau Pari, Pulau Seribu Selatan, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Senin (20/11/2017). Penyegelan tersebut ditolak warga setempat sehingga terjadi kekerasan. Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

Dia menjelaskan sebenarnya Koalisi mengundang Ombusdman RI, kementerian seperti Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, KKP, dan KLHK, serta Pemprov DKI untuk datang ke Pulau Pari untuk membahas permasalah sengketa kepemilikan untuk datang pada Sabtu (28/7/2018) sekaligus menanam bibit mangrove untuk memperingati Hari Mangrove Sedunia setiap tanggal 26 Juli.

“Akan tetapi karena Bu Susi tidak bisa datang pada tanggal 28 Juli, maka beliau datang hari Minggu (22/7/2018) kemarin untuk berdialog dengan warga dan menanam mangrove,” jelas Yaya.

baca juga : Perbedaan Cara Pandang Kriminalisasi Nelayan Pulau Pari, Seperti Apa?

 

Tanam Mangrove

Selain berdialog dengan warga Pulau Pari, Susi Pudjiastuti juga menanam bibit mangrove. Dia menyarankan agar dibuat kanal bagi orang yang ingin berwisata masuk ke hutan mangrove. Dengan adanya kanal, wisatawan tidak akan merusakan hutan mangrove dan mengganggu satwa laut seperti ikan dan kepiting yang bereproduksi disitu.

Susi juga menghimbau warga untuk tidak menebang pohon mangrove untuk membuat rumah maupun kolam pertambakan udang, karena fungsinya sebagai penahan gelombang laut dan habitat nyamuk malaria.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanam bibit mangrove di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta pada Minggu (22/7/2018). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Yaya mengatakan, warga Pulau Pari sudah sejak lama memiliki inisiatif untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya rusak. Padahal hutan mangrove mempunyai nilai ekonomi seperti kepitinga dan udang.

“Ketika mangrove rusak dibutuhkan gerakan massal seperti yang dilakukan masyarakat Pulau Pari. Dan ini seharusnya dilindungi pemerintah dan diberikan fasilitasi-fasilitasi sehingga inisiatif warga makin banyak muncul dan menumbuhkan perbaikan-perbaikan di berbagai tempat,” papar Nur Hidayati.

Sementara itu, Ketua Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) Sahrul Hidayat mengungkapkan, upaya pelestarian mangrove juga telah ditularkan masyarakat Pulau Pari kepada para wisatawan yang datang. “Setiap kita kedatangan wisatawan, kita selalu tawarkan kalau mau kunjungan ke Pari ayo kita bersama lihat tanaman mangrove. Dengan kunjungan Anda ke Pulau Pari, berarti Anda menanamkan kebaikan buat Pari sekarang dan ke depan,” tambahnya.

***

Keterangan foto utama : Sampah plastik dan botol bekas air mineral dikumpulkan oleh anak-anak pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.  Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version