Mongabay.co.id

Kebijakan Satu Peta Segera Rilis

Pemandangan hutan rimba Komunitas Adat Laman Kinipan, yang sudah jadi kebun sawit. Belum adanya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat ini menyebabkan warga hidup dalam ketidakpastian. Foto: dokumen Laman Kinipan

 

Pemerintah menargetkan geoportal Kebijakan Satu Peta rilis di laman tanahair.indonesia.go.id, sebelum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2018. Harapannya,  kebijakan ini jadi dasar tata ruang agar tak terjadi tumpang tindih dan konflik dalam penggunaan lahan.

”Masalah perizinan memberikan dampak ekonomi, terutama penggunaan lahan dan ruang. Banyak tumpang tindih dalam suatu informasi. Kebijakan satu peta jadi solusi dalam permasalahan itu,” kata Sugeng Priyadi, Ketua Panitia Peluncuran Kebijakan Satu Peta.

Satu Peta ini, katanya,  merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi VIII diharapkan jadi solusi menjawab berbagai tantangan dan hambatan selama proses pembangunan, terutama konflik tumpang tindih lahan.

Kebijakan ini, diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 9/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, dengan tingkat ketelitian peta skala 1:50.000.

Lien Rosalina, Kepala Pusat Pemetaan dan Intgrasi Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan, hingga Juli 2018 progres kompilasi dan integrasi peta sudah 87%.

Meski demikian, dia optimis kompilasi dan integrasi peta dapat selesai sesuai target.

BIG mengatakan, 85 peta tematik terintegrasi melalui proses koreksi dan verifikasi atas informasi geospasial dasar (IGD) hingga jadi satu referensi terstandar.

Peta tematik terdiri dari pemetaan tata ruang, batas desa, batas negara, irigasi, sawah, kawasan hutan, tanah adat, potensi alam dan lain-lain.

”Dari 85 target tema, tak semua daerah memenuhi karena potensi alam masing-masing berbeda,” katanya.

Dari 76.000 desa, sekitar 12.000 lebih baru ditetapkan batas desa dengan kartometri.

 

Belum penyelarasan peta

Selama ini,katanya,  pemerintah fokus mengerjakan peta tematik wilayah darat, sejak 2016-2019. “Wilayah laut dan bawah tanah kita akan mulai sejak 2020,” katanya.

Begitu juga, akurasi peta untuk daerah perkotaan akan dibuat jadi skala 1:5000. Saat ini, skala itu baru pemetaan sawah dan daerah irigasi.

”Nanti semua peta akan mengarah pada skala 1:5000, karena itu skala teknis.”

Proses Satu Peta, katanya, ada tiga tahapan, yakni, kompilasi, integrasi dan sinkronisasi.

 

Konflik lahan adat Muara Tae. Akankah One Map bisa membantu menyelesaikan masalah ini? Foto: AMAN Kaltim

 

Saat peluncuran nanti, pemerintah menampilkan kompilasi dan integrasi IGT tetapi belum mencakup sinkronisasi dan penyelarasan. Ia jadi pekerjaan rumah lanjutan.

Penyelarasan peta seperti soal hukum dan perizinan wilayah, katanya, oleh Kemenko Perekonomian. ”Sinkronisasi baru tahun ini untuk Kalimantan Timur, kita akan replika yang lain,” kata Rosalina.

Dodi Slamet Riyadi, Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi Kemenko Perekonomian mengatakan, hasil sinkronisasi belum bisa masuk ke sistem geoportal, karena hasil rumusan baru tahap usulan rekomendasi.

Kala sinkronisasi, kata Dodi, kemungkinan akan ada implikasi hukum. Tak hanya mengubah peta, tetapi memiliki pengaruh pada surat keputusan penerbitan izin, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan yang tumpang tindih.

“Kita harus dorong eksekusi aspek hukum atau cabut haknya atau  memperkecil izin. Kita harus siap dengan gugatan-gugatan di PTUN, itu yang harus kita antisipasi,” katanya.

Dalam perumusan rekomendasi tumpang tindih ini, katanya,  perlu ditelaah jelas soal kronologis penerbitan perizinan.

Nantinya, kementerian atau lembaga dan pemda provinsi berperan sebagai walidata yang berhak membuat peta tematik sesuai bidang atau potensi masing-masing daerah. Selanjutnya,  para walidata akan terhubung pada Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN).

 

Perizinan rahasia negara?

Dia bilang, potensi sumber daya alam dan perizinan jadi rahasia negara.

Perizinan ini, katanya,  lebih pada kepemilikan izin, sedang luasan dan lokasi serta peta bisa didapat, meski akan ditentukan walidata. Begitu juga potensi sumber daya alam, masyarakat bisa melihat tetapi tak pada berapa potensi tertentu.

Menurut Rosalina, kebijakan ini untuk memperbaiki tata ruang yang merupakan induk dari semua perizinan. Satu Peta ini bergerak pada satu referensi, satu standar, dan satu basis data dalam satu geoportal.  Dengan begitu, katanya, keakurasian peta tematik lintas kementerian dan lembaga daerah akan sama dan mempermudah dalam perencanaan maupun pengendalian pembangunan.

Dodi menyebutkan, peta akurat akan memberikan kepastian investasi dan meningkatkan kualitas pembangunan.

Peta ini, katanya, akan jadi rujukan baru yang terintegrasi dengan portal perizinan usaha di Online Single Submission (OSS). Dengan begitu, baik investasi maupun pembangunan bisa merujuk wilayah mana saja yang boleh jadi perkebunan, pertambangan dan lain-lain.

 

Data-data peta yang tersedia dalam laman Kebijakan Satu Peta

 

Masih setengah hati

Musnanda Satar, Natural Resource Planning Manager The Nature Conservancy Indonesia mengatakan, peran tata ruang sangat penting dalam perencanaan pembangunan di Indonesia. Soal tata batas pemukiman, perencanaan infrastruktur hingga hutan harus tersisa jadi jelas.

Meski demikian, dia menilai Satu Peta masih setengah hati. ”Beberapa data di web masih belum sempurna, kualitas data jelek dan masih banyak data kosong. Ini masih setengah hati dalam menyajikan data terbaik. Begitu juga terkait izin-izin yang tak bisa untuk publik,” katanya.

Sejak 2015, TNC kerjasama dengan Badan Perencanaan Daerah Kalimantan Timur mendukung program Kebijakan Satu Peta. Ia terdiri atas pembangunan kapasitas sumber daya manusia, geographic information system (GIS) dan teknologi remote sensing atau penginderaan jarak jauh.

”Fakta yang kami temukan di lapangan, transparansi di daerah masih minim sekali,” katanya.

Kebijakan Satu Peta,  seolah masih terjebak dalam ego sektoral, dan lintas dinas tak sinkron soal tata ruang, bahkan sulit mendapatkan data.

Padahal, katanya, dasar pemahaman kebijakan ini adalah pembagian data satu dengan yang lain dan  saling memberikan informasi. Namun, katanya,  pengelolaan pada dinas masing-masing.

Ketidakterbukaan informasi di dinas ini, kata Musnanda, karena pengetahuan minim tentang data spasial dan ada kepentingan.

”Ada beberapa data mereka simpan, karena mereka anggap komoditi informasi yang mereka jual. Ini sudah jadi rahasia umum.”

 

Keterangan foto utama: Pemandangan hutan rimba Komunitas Adat Laman Kinipan, yang sudah jadi kebun sawit…One Map, apakah bisa memberikan kepastian wilayah-wilayah adat mereka? Foto: dokumen Laman Kinipan

Tampilan lama Kebijakan Satu Peta
Exit mobile version