Mongabay.co.id

Menjaga Kehidupan Harimau Sumatera Adalah Amanah

 

Teater Potlot kembali mementaskan “Puyang” dalam hajatan South Sumatra Landscape Festival di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (26/7/2018). Apa yang ingin disampaikan terkait penyelamatan harimau sumatera?

Makhluk hidup apa yang masih hidup hingga saat ini, yang menjadi saksi ketika Srijayanasa, Raja Sriwijaya, menyampaikan amanahnya dalam Prasasti Talang Tuwo 684 Masehi? Jika saksi itu adalah manusia yang hidup di Sumatera Selatan, tampaknya akan banyak perdebatan. Misal, kemungkinan manusia yang hidup hari ini merupakan keturunan para pendatang dari berbagai suku bangsa di dunia setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh.

“Teater Potlot memilih harimau sumatera sebagai saksi tersebut. Melalui pertunjukan teater, Teater Potlot menyebutnya Puyang seperti halnya masyarakat di sekitar bentang alam yang menjadi habitat harimau sumatera,” kata Conie Sema, sutradara, Minggu (29/7/2018).

Menurut Conie, Puyang adalah makhluk hidup yang tetap menjaga komitmen sebagaimana amanah Raja Sriwijaya. Isinya, menjelaskan bentang alam bernama Taman Sriksetra yang diperuntukan bagi semua makhluk hidup agar hidup harmonis, bermoral, dan sejahtera secara bersama di bentang alam tersebut.

Baca: Membawa Realisme Rawa Gambut dalam Pertunjukan Teater Potlot

 

Pertunjukan Puyang oleh Teater Potlot di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Yudhi Semai/Teater Potlot

 

Bukti komitmen Puyang itu, mereka tidak pernah berusaha “membasmi” manusia, meskipun sejak dahulu mereka memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Mereka hanya berjaga di wilayah yang ditetapkan sebagai rumahnya.

Namun, manusia dengan alasan “kebutuhan” akan pangan, permukiman, dan lainnya, mengkhianati komitmen Prasasti Talang Tuwo. Harimau sumatera sebagai saksi dan penjaga komitmen tersebut terdesak. Setelah habitatnya dihancurkan dan dirampas, mereka diburu dan dibunuh. Mereka dinyatakan sebagai “musuh manusia”.

Tapi, sekali lagi, Puyang tetap menjaga komitmen tersebut. Mereka berusaha untuk tidak melakukan upaya menyakiti manusia. Penyerangan terhadap manusia dipilih jika terdesak dan mereka lebih suka mencari ruang-ruang baru yang jauh dari manusia. Tapi, manusia terus mendesaknya.

 

 

Salah satu fragmen dalam drama “Puyang”. Foto: Yudhi Semai/Teater Potlot

 

 

Harimau sumatera amanah

Conie Sema menyatakan, pertunjukan Puyang merupakan salah satu karya Teater Potlot terkait isu ekologi. Teater Potlot sangat fokus pada berbagai persoalan lingkungan hidup, termasuk pengelolaan bentang alam atau lanskap saat ini. Selain melalui pertunjukan teater, civitas Teater Potlot juga memproduksi sejumlah novel, puisi, atau tari yang bertemakan lingkungan hidup. Rawa Gambut yang ditulis dan disutradarai Conie Sema ditampilkan keliling Palembang, Bandar Lampung, akan dilanjutkan ke Jambi dan beberapa kota lain di Sumatera.

Lanjut Conie, hasil refleksi Teater Potlot terkait amanah Raja Sriwijaya, persoalan ekologi itu meliputi pegunungan, rawa gambut, juga laut. “Sriwijaya itu kerajaan yang mampu mengelola alam, baik di darat maupun di laut, secara lestari untuk kepentingan bersama secara berkelanjutan. Inilah dasar pemikiran ekosentris yang dijaga Kerajaan Sriwijaya sebagai peradaban bahari.”

Kita mengharapkan, Puyang mampu membawa diksi-diksi ekologis sebuah kerja teater, environment art yang merefleksikan kesadaran manusia untuk menjaga bentang alam. “Sebagai kebutuhan semua makhluk hidup,” lanjutnya.

Baca juga: Apa Kabar Harimau Sumatera di Lanskap Sembilang?

 

Perburuan harimau sumatera tetap terjadi dikarenakan permintaan yang tinggi dari pasar gelap baik dalam bentuk awetan maupun organ tubuh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Harimau sumatera di Sumatera Selatan diyakini memang masih ada, meskipun kondisinya kian terdesak. Ini dikarenakan berubahnya bentang alam dan akibat perburuan liar. Individunya sekitar 14 ekor, itu berdasarkan “Identifikasi dan Pemetaan Kantong-Kantong Habitat Gajah dan Harimau di Sumatera Selatan” yang dikeluarkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan, FMIPA Universitas Sriwijaya dan GIZ-BiOCLIME pada 2016 lalu.

Mereka hidup di berbagai bentang alam, meskipun tidak seluruhnya masuk ke dalam 12 bentang alam konservasi harimau Sumatera (Tiger Conservation Landscape) yang mendapat prioritas di dalam upaya pelestariannya. Dari ke dua belas bentang alam yang telah ditetapkan, dua kawasan konservasi di Sumatera Selatan masuk dalam lanskap prioritas yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Berbak Sembilang. Kawasan konservasi lain yang teridentifikasi sebagai habitat harimau Sumatera yakni Suaka Margasatwa Dangku, Suaka Margasatwa Bentayan, dan Suaka Margasatwa Padang Sugihan.

Kawasan SM Dangku sendiri merupakan salah satu Tiger Conservation Unit (TCU) di kawasan Asia Tenggara yang memerlukan evaluasi habitat (Dinerstein et al. 1997). Harimau Sumatera di kawasan SM Bentayan dan SM Padang Sugihan diperkirakan tidak ada lagi.

 

 

Exit mobile version