Mongabay.co.id

Kembali Lebat, Ini Cerita Sukses Rehabilitasi Mangrove Kurricaddi

Yusran tersenyum puas melihat hamparan mangrove di depannya. Begitu rimbun, jauh berbeda dengan kondisi empat tahun silam. Jika pertama kali datang ke tempat itu, maka orang tak akan mengira kalau tempat itu dulunya hamparan kosong, bekas tambak yang tak terurus. Puluhan tahun ditinggal pemiliknya karena tak produktif lagi.

“Dulu tempat ini kosong, bekas tambak yang tak lagi terurus. Tahun 2014 kita mulai tanami, meski proses pengerjaannya sudah dilakukan sejak 2011. Sekarang bisa dilihat bagaimana perubahannya yang drastis,” ungkap Yusran Nurdin Massa, peneliti dari Blue Forests, sambil memperlihatkan beberapa foto sebelum ada penanaman mangrove di daerah tersebut.

Kawasan rehabilitasi mangrove itu berada di Dusun Kurricaddi, Desa Nisombala, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kawasan ini kini dikelola oleh Universitas Muhammadiyah, di mana sebelumnya diinisiasi sebagai situs belajar pengelolaan mangrove dan tambak ramah lingkungan.

baca : Menebar Sejuta Bibit Mangrove di Situs Belajar Kurricaddi

Tahun 2018, Blue Forest menggagas event Edutrip Mangrove bertema ‘Inspirasi untuk Mangrove Lestari’ dengan mengajak puluhan orang penggiat rehabilitasi-konservasi dan komunitas peduli mangrove di Sulsel.

“Tujuannya untuk saling menginspirasi. Bercerita tentang pengalaman dan pembelajaran mereka bergelut di dunia mangrove,” jelas Yusran kepada Mongabay-Indonesia saat diajak menyusuri kawasan mangrove Kurricaddi bertepatan pada peringatan International Mangrove Day (IMD) 2018, 26 Juli 2018.

baca juga : Demi Hijaukan Pesisir, 114 Petambak di Desa Balandatu Rela Tambaknya Ditanami Mangrove

 

Puluhan penggiat mangrove mengikuti Edutrip Mangrove memperingati International Mangrove Day 2018 yang diselenggarakan oleh Blue Forests di kawasan mangrove pantai Kurricaddi, Desa Nisombala, Kecamatan Marusu, Maros, Sulsel. Mangrove Kurricaddi sukses direhabilitasi dari lahan bekas tambak. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Menurut Akhsan Nur Iman, Manajer Restorasi dan Konservasi Blue Forests, tercatat ada 235 orang mendaftarkan untuk ikut dalam kegiatan ini, kemudian diseleksi berdasarkan aplikasi mereka yang masuk dan kemudian diseleksi hingga terpilih 25 orang. Sisanya adalah beberapa penggiat mangrove yang diundang secara khusus, wartawan serta masyarakat sekitar.

Perayaan IMD 2018 berbentuk education trip di mana para peserta berjalan menyusuri hutan Mangrove sambil memperluas pengetahuan mengenai eksistensi tanaman berakar ini.

“Tema ‘Inspirasi untuk Mangrove Lestari’ kami pilih dengan harapan, edutrip ini akan menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kelestarian mangrove. Selain itu kita juga melibatkan pegiat mangrove untuk berbagi inspirasi kepada para peserta mengenai kegiatan mereka dalam usaha konservasi mangrove,” jelas Regista, Koordinator Pelaksana IMD 2018.

Selain ‘Ruang Inspirasi’, di IMD 2018 juga dilakukan serangkaian kegiatan, seperti pembersihan area Pantai Kurricaddi dari sampah-sampah yang berserakan oleh oleh seluruh peserta.

Kegiatan lainnya yaitu pemberian plakat penghargaan kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi terhadap rehabilitasi mangrove. Di antaranya, Sarabba, Awaluddin, Idul, Ratnawati Hasan, Irmawati, dan Sriwahyuni.

baca : Mangrove Terjaga, Kesejahteraan Nelayan Meningkat di Lantebung

 

Puluhan penggiat mangrove mengikuti Edutrip Mangrove yang diselenggarakan Blue Forests di kawasan mangrove pantai Kurricaddi, Desa Nisombala, Marusu, Maros, Sulsel. Dalam acara itu dijelaskan kesuksesan rehabilitasi mangrove Kurricaddi dari lahan bekas tambak dengan metode EMR sejak 2014. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Metode EMR

Menurut Yusran, rehabilitasi kawasan tersebut empat tahun silam bukanlah hal yang mudah. Sekitar 23,3 hektar bekas tambak harus dirombak menggunakan alat eskavator dengan metode Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR).

Melalui metode itu lahan tambak ditata ulang seperti sebelum dikonversi menjadi tambak. Bagian yang lebih dalam ditimbun dengan tanah bekas pematang. Prinsipnya bagaimana mengembalikan kondisi kawasan ini seperti sedia kala.

“Berbeda dengan metode restorasi konvensional, restorasi dengan metode EMR ditekankan pada perbaikan secara ekologi kawasan konservasi, sehingga cocok bagi pertumbuhan mangrove.”

Dengan metode EMR ini juga sehingga dilakukan penebaran bibit mangrove, yang dibiarkan tumbuh secara alami di sekitar kawasan.

“Bagian yang lebih tinggi diratakan. Ketinggian substrat diatur agar sesuai ditumbuhi mangrove. Juga agar aliran pasang surut bisa masuk keluar kawasan dengan baik. Sebagian wilayah dibiarkan menjadi tambak.”

Menurut Yusran, saat ini terdapat sekitar 14 jenis mangrove tumbuh di lahan bekas tambak ini. Beberapa bagian dengan ketinggian susbtrat yang sesuai, pertumbuhan mangrove sangat baik hingga mencapai 4 meter.

“Bagian lainnya masih proses sedimentasi dan rekrutmen mangrove masih terbatas,” katanya.

menarik dibaca : Hal-hal yang Dilupakan dalam Rehabilitasi Mangrove

 

Eskavator membuat saluran air pasang surut dan menciptakan ketinggian substrat yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove pada proses rehabilitasi areal bekas tambak menjadi hutan pada April 2014. Foto : Yusran Nurdin Massa/Blue Forests/Mongabay Indonesia

 

Yusran menjelaskan rehabilitasi mangrove seluas 23,38 hektar pada lahan belajar milik Universitas Muhammadiyah (Unsmuh) Makassar. Kemudian Blue Forest yang sebelumnya bernama Mangrove Action Project (MAP) Indonesia  sejak 2012 merehabilitasi lahan itu dijadikan  Situs Belajar dan Laboratorium Alam Mangrove dengan metode EMR

Inisiatif pembangunan situs belajar itu muncul dalam sebuah pertemuan berbagai pihak pada Februari 2012 silam, yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan kesepahaman pada 3 Juli 2013 di Hotel Grand Town Makassar.

 

Exit mobile version