Mongabay.co.id

Ini Langkah Tegas dan Persuasif Atasi Penambangan Ilegal di Sungai Serayu

Tidak kurang dari 15 ribu orang begitu antusias menyaksikan Festival Serayu ke-10 tahun 2018 di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) yang terselenggara akhir pekan lalu tepatnya Sabtu-Minggu (11-12/8/2018). Air Sungai Serayu pada musim kemarau seperti sekarang berwarma kehijauan, berbeda ketika musim penghujan yang warnanya kecoklatan. Sehingga semakin menambah asrinya sungai terbesar di wilayah Jateng bagian barat tersebut. Animo warga untuk melihat perahu hias yang mengikuti karnaval saat festival tersebut begitu tinggi.

“Acara ini menarik, karena menelusuri Sungai Serayu yang asri. Di kanan kiri pemandangan begitu indah. Ada sawah dan pegunungan. Benar-benar menyenangkan. Sepertinya kalau dikembangkan menjadi wisata air akan menyedot pengunjung,”ungkap salah seorang pengunjung asal Purwokerto, Ardi (36).

baca :  Ini Kawasan Wisata Alam di Lereng Selatan Gunung Slamet

 

Polisi menyita barang bukti penambangan pasir ilegal di Sungai Serayu, Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Di balik keindahannya, sesungguhnya Sungai Serayu masih sarat dengan masalah. Hal yang paling mengancam adalah adanya pertambangan ilegal pasir. Bahkan, pada akhir pekan lalu Polres Banyumas menetapkan empat orang tersangka penambang ilegal. Upaya yang dilakukan oleh Polres dinilai sejumlah kalangan cukup tegas, karena biasanya hanya mengamankan barang bukti tanpa memproses para pelakunya.

Tetapi saat sekarang yang dilakukan oleh Polres Banyumas berbeda. Jajaran Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) menetapkan empat tersangka dalam kasus penambangan ilegal yakni Agus Triwidadi (41), Lukmanto (36) dan Desi alias Dede (24), ketiganya warga Kebasen, Banyumas serta Supringgo (46) penduduk Patikraja, Nanyumas. “Keempat tersangka tersebut memang tidak ditahan, tetapi proses hukum terus berjalan. Mereka ditangkap bersama barang buktinya pada 30 Juni lalu dan setelah melalui proses yang panjang,”kata Kapolres Banyumas Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Yudhantara Salamun didampingi Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Banyumas Ajun Komisaris Polisi (AKP) Bayu Puji Hariyanto di Purwokerto, Jumat (10/8/2018).

Menurutnya, ada dua lokasi penambangan liar yang dirazia yakni di Desa Tumiyang, Kecamatan Kebasen dan Desa Notog, Kecamatan Patikraja. Di kedua lokasi, para penambang menggunakam mesin sedot untuk mencari pasir. Padahal, biasanya, penambangan pasir di Sungai Serayu umumnya dengan cara tradisional. “Dari penyelidikan yang kami lakukan, kegiatan penambangan mereka ilegal, tidak memiliki izin. Ada berbagai macam barang bukti yang kami sita di antaranya adalah empat unit mesin penyedot, kemudian berbagai peralatan tambang serta enam unit truk yang mengangkut pasir ilegal tersebut,”tegas Kapolres.

Kapolres menegaskan pihaknya bakal menjerat para tersangka dengan pasal 158 UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman pidananya paling lama 10 tahun dan denda paling besar Rp10 miliar. “Kami tidak main-main dalam melakukan penindakan terhadap praktik pertambangan pasir ilegal, khususnya di Sungai Serayu. Sebab, penambangan ilegal pasir bakal semakin merusak daerah aliran sungai (DAS) Serayu,”tambah Kasat Reskrim.

baca :  Mengapa Sulit Menertibkan Penambangan Pasir di Sungai Serayu?

 

Puluhan perahu berisi penambang pasir yang tidak jauh dari Jembatan Soeharto, Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah. Aktivitas penambangan pasir ini merugikan lingkungan karena meningkatkan abrasi di sepanjang DAS Serayu. Foto : L Darmawan

 

Ia mengatakan kalau penambangan ilegal yang dikelola para tersangka telah beroperasi sekitar tiga tahun terakhir. Omset penembangan yang mereka kelola cukup besar, karena adalam satu titik lokasi penambangan ilegal mampu menghasilkan produksi pasir 10 truk per hari dengan nilai per truk Rp600 ribu atau total Rp6 juta setiap harinya. Para penambang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK). “Polisi melibatkan para ahli untuk memproses kasus penambangan liar itu. Apalagi, selain merusak DAS, adanya penambangan liar juga mengancam jembatan dan jalan nasional penghubung antara Bandung-Yogyakarta,”kata Kasat Reskrim.

Langkah tegas yang dilaksanakan oleh Polres Banyumas tersebut diapresiasi oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak. Pejabat Fungsional Teknik Pengairan Madya Ajat Sudarajat mengapresiasi langkah tegas yang dilakukan oleh Polres Banyumas. “Kami mengapresiasi ketegasan Polres Banyumas yang melakukan penindakan penambangan pasir ilegal. Di sisi lain, ada upaya persuasif yang dilakukan di antaranya adalah bagaimana mengajak para penambang ilegal untuk meninggalkan profesinya, menggarap wisata Sungai Serayu,”ujarnya.

Salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh Paguyuban Masyarakat Pariwisata Serayu (PMPS) yang menggelar perhelatan Festival Serayu. “Festival ini sebagai bagian dari upaya menjadikan Sungai Serayu sebagai obyek wisata. Tujuannya adalah menjadikan para penambang pasir yang masih beroperasi di wilayah terlarang untuk beralih profesi. Karena praktik penambangan bakal terus merusak DAS Serayu. Bukan itu saja, penambangan membuat sungai semakin dalam dan abrasi di kanan kiri sungai. Itu yang juga mengancam jembatan dan jalan nasional,”katanya.

 

Festival Serayu mampu menjadi magnet kunjungan warga dan dapat menjadi profesi alternatif bagi masyarakat setempat. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ketua PMPS Eddy Wahono mengatakan berbagai upaya agar penambang beralih profesi telah dilakukan. Eddy memberi contoh, pada tahun 2013 silam ada 30 penambang pasir yang berada di daerah larangan dialihkan ke lokasi yang diperbolehkan untuk ditambang. “Pada awalnya, mereka menurut. Tetapi setelah dua tahun, tepatnya pada 2015, mereka kembali lagi ke daerah larangan pertambangan seperti di sekitar Bendung Gerak Serayu dan Jembatan Soeharto di Rawalo. Padahal, kalau Bendung Gerak Serayu mengalami kerusakan maka akan ada 20 ribu hektaresawah yang terancam tidak teraliri air. Begitu juga kalau Jembatan Soeharto roboh, maka jalan nasional penghubung Bandung-Yogyakarta bakal terputus,”kata Eddy yang juga pegiat penyelamat sungai di Jateng tersebut.

Ia menyebut kalau kondisi Sungai Serayu “darurat”, karena masih banyaknya praktik penambangan liar di DAS Serayu. Tidak hanya di Banyumas, tetapi mulai dari Banjarnegara, Purbalingga hingga hilir Sungai di Cilacap. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan nyata dari lintas sektoral untuk menyelamatkannya. “Tidak bisa kalau hanya menyarankan atau meminta para penambang pasir beralih profesi tanpa ada alternatif solusi profesi lainnya. Oleh karena itu, PMPS menawarkan wisata sebagai salah satu upaya agar para penambang nantinya beralih profesi sebagai pelaku wisata. Sebagai pintu masuknya adalah perhelatan Festival Serayu dengan mengenalkan keindahan sungai melalui penyusuran sungai,”jelasnya.

Sebetulnya, lanjut Eddy, sudah ada usulan mengenai pengembangan wisata di Sungai Serayu dengan program Serayu River Voyage. Namun sampai sekarang izin masih mengalami kendala. “Kemungkinan izin mandek di pemerintah pusat, padahal izin tersebut telah lama diajukan. Kalau saja Serayu River Voyage dapat terlaksana, maka wisata di Sungai Serayu bakal menjadi alternatif peralihan profesi dari para penambang menjadi pelaku wisata,”katanya.

Kapan akan terlaksana? Tidak bisa dipastikan.

 

Exit mobile version