Mongabay.co.id

Berpulangnya Aditya Surono, Penggerak Program Perikanan Berkelanjutan

Lantunan ayat-ayat Surat Yasin, salah satu juz dalam kitab suci Al-Quran, mengalun di kantor Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) pada Sabtu (18/8). Petang itu, sekitar 50 orang memenuhi dua ruangan yayasan yang berkantor di kawasan Pesanggaran, Denpasar Selatan, Bali tersebut.

Selama sekitar satu jam, sambil duduk bersila, jemaah membacakan ayat-ayat dan doa-doa untuk Aditya Utama Surono, Direktur MDPI yang meninggal pada usia 42 tahun. Isak tangis sesekali masih terdengar di antara lantunan doa-doa. Begitu pula mata-mata yang masih merah dan sembap oleh duka.

Di pojok ruang rapat yang diubah menjadi ruangan utama tahlilan, terpasang foto Aditya Utama masih dengan ciri khasnya. Mengenakan kemeja putih dengan balutan jas resmi, kepala plontos, dan tersenyum lebar. Bunga-bunga ucapan bela sungkawa mengeliling foto berwarna seukuran 20R itu.

Di atas foto almarhum Aditya itu, tergantung foto berukuran sekitar 60×40 cm. Seorang nelayan dengan perahu kecil sedang menangkap tuna di lautan lepas. Nelayan kecil di foto itu mungkin bisa mewakili ribuan nelayan kecil di Indonesia timur yang diperjuangkan Aditya bersama MDPI empat tahun terakhir.

MDPI merupakan organisasi non-pemerintah yang mendukung nelayan skala kecil, terutama yang menangkap tuna. Mereka antara lain melakukan program keterlacakan, perdagangan berkeadilan, maupun upaya melawan perikanan ilegal, tak terdaftar, dan tak tercatat lainnya.

baca : Indonesia Serius Implementasikan Prinsip Ketertelusuran Perikanan dan Fair Trade, Seperti Apa?

 

Aditya Utama Surono, Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) yang meninggal pada Kamis (16/8/2018) di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Almarhum merupakan salah satu perintis pentingnya kolaborasi parapihak dalam isu perikanan berkelanjutan di Indonesia. Foto : Yayasan MDPI/Mongabay Indonesia

 

Serangan Jantung

Tiga hari sebelumnya, kabar duka datang dari MDPI. Melalui akun Twitternya @MDPIFoundation, organisasi non-pemerintah di bidang perikanan itu mengabarkan meninggalnya Aditya, Direktur Eksekutif mereka.

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un telah dipanggil kembali kepada-Nya, Bapak Aditya Utama Surono @aditya_surono Executive Director MDPI dalam usia 42 tahun di RSUP Sanglah Denpasar Bali. Semoga amal kebaikannya diterima oleh Allah SWT & diampuni segala dosanya. Amin..”

Almarhum meninggal pada Kamis (16/8) sekitar pukul 3 pagi WITA setelah sempat dirawat sehari di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Pagi itu juga jenazahnya diterbangkan ke rumah keluarganya di Jatiwaringin, Jakarta Timur untuk dikuburkan pada hari yang sama.

Yasmine Simbolon, Manajer Program Fair Trade Fisheries MDPI, menceritakan detik-detik perginya Aditya. Pada Rabu sehari sebelumnya, Aditya datang ke kantor lebih pagi dari biasanya. Sekitar pukul 8 dia sudah di ruangan. Dua minggu terakhir, dia juga sudah mengaku agak sakit. Ruangan kerjanya yang selalu dingin, menurutnya, terasa lebih gerah.

Pagi itu dia mengaku lebih sakit dari biasanya, terutama di punggung dan dada. Karena terus mengeluh sakit, dia pun dibawa ke RS Bali Mandara di daerah Sanur, sekitar 3,5 km dari kantor MDPI. Sebelumnya dia sempat mendapatkan pertolongan pertama oleh tim dokter di kantor MDPI.

Dokter rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Bali itu mengatakan Aditya mengalami serangan jantung. Karena tidak memiliki spesialis jantung, mereka merujuk perawatan Aditya ke rumah sakit terbesar di Bali, RSUP Sanglah.

Setelah sempat dirawat dari pukul 3 sore di RSUP Sanglah, Aditya kemudian meninggal karena komplikasi serangan jantung, sekitar pukul 3 pagi dini hari.

baca juga : Memetakan Solusi menuju Perikanan Skala Kecil Berkelanjutan. Bagaimana Prakteknya?

 

Aditya Utama Surono (kiri) saat bersama Secretary of State Amerika Serikat John Kerry (tengah) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutarjo (kanan) pada tahun 2013. Foto : Facebook Aditya Utama Surono/Mongabay Indonesia

 

Tak Ada Kompetitor

Secara personal, saya bertemu Aditya pertama kali pada Juli 2017 dalam lokakarya Shark Tank di Jimbaran Bali. Kami menjadi juri untuk menilai ide-ide terkait perikanan berkelanjutan bersama tiga orang lain yaitu IGN Made Sumantri dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, I Gede Hendrawan dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, serta Robert Tjoanda, Direktur PT Harta Samudra yang bergerak di usaha perikanan.

Penjurian pada hari terakhir itu merupakan bagian dari lokakarya bertema Moving Towards Legal, Regulated and Reported Status for Small Scale Fisheries untuk mencari ide-ide program perikanan berkelanjutan. Pesertanya peneliti, pengusaha, nelayan, dan organisasi non-pemerintah.

Kesan pertama saya saat itu, almarhum orang yang berperan penting di isu perikanan berkelanjutan. Apalagi melihat peserta lokakarya tiga hari itu adalah para pemangku kepentingan (stakeholder) dari tingkat internasional. Sebanyak 32 peserta datang dari lima benua.

Orangnya supel dan menyenangkan saat berbicara. Dalam beberapa kali komunikasi melalui surel ataupun WhatsApp, dia juga cepat merespon.

Saat perjumpaan terakhir awal Juni 2018, kesan sama masih terasa. Apalagi saat itu Aditya menjadi salah satu pembicara dalam 3rd Bali Tuna Conference dan 6th International Coastal Tuna Business Forum (ICTBF). Di depan sekitar 300 peserta konferensi, alumni Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung (2001) dan Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Jakarta (2004) ini, menekankan pentingnya kolaborasi antar-pihak dalam bisnis perikanan tuna seperti yang selama ini MDPI lakukan.

menarik dibaca : Susi Pudjiastuti Ajak Pengusaha Perikanan Tuna Komitmen pada Keberlanjutan. Ada Apa?

 

Direktur Eksekutif Yayasan MDPI Aditya Utama Surono (kiri di podium) saat berbicara pada acara Bali Tuna Conference Juni 2018 lalu. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Bagi para koleganya, Aditya memang salah satu perintis pentingnya kolaborasi parapihak dalam isu perikanan berkelanjutan. “Orangnya visioner. Sejak dulu selalu menekankan agar LSM terbuka untuk berkolaborasi dengan sektor bisnis maupun pemerintah,” kata Yasmine.

Di tingkat lapangan, program-program MDPI memang tak hanya mendampingi nelayan-nelayan kecil tetapi juga membangun kerja sama dengan kalangan akademisi, pemerintah lokal, dan pelaku bisnis. Sebagaimana selalu dia katakan, tidak ada kompetitor di isu perikanan berkelanjutan, hanya ada teman dan mitra.

baca juga : Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru: Masalah dan Tantangan [Bagian 4]

 

Relasi Tingkat Tinggi

Bagi sebagian kolega yang lain, Aditya juga dikenal sebagai pembelajar. Meskipun latar belakang pendidikannya adalah hubungan internasional dan perbandingan politik, Aditya justru mengabdikan diri di isu perikanan.

Dia mulai mengenal isu perikanan pada 2006 ketika bekerja sebagai staf program rehabilitasi sektor perikanan pascatsunami Aceh dan Nias. Sejak itu, dia memilih isu perikanan berkelanjutan sebagai keahliannya.

Selesai bekerja di program rehabilitasi perikanan Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP) Bank Pembangunan Asia (ADB), dia juga pernah menjadi konsultan World Fish Center, ANOVA Asia, dan Fishing and Living Program. Terakhir sebagai Direktur Eksekutif MDPI sejak Januari 2014 hingga akhir hayatnya.

Kamaruddin Azis, peneliti pesisir dan kelautan di Makassar yang juga mantan rekan kerjanya di Aceh, mengatakan Aditya bisa menjalin komunikasi dengan baik serta efektif mengelola tujuan organisasi. “Kemampuannya membangun relasi tingkat tinggi juga mengagumkan. Makanya tak heran ketika pada suatu kesempatan dia berfoto dengan Bill Clinton,” ujarnya.

Pelaku usaha di bidang perikanan lainnya mengatakan hal serupa. “Beliau mitra kerja yang sangat positif dan suportif,” kata Taufik Hidayat dari Starling Resources, lembaga konsultansi yang pernah bekerja sama dengan MDPI di isu perikanan.

Bagi teman-teman dan kolega, Aditya dianggap telah mewariskan landasan bagaimana membangun kerja sama multipihak untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan di Indonesia.

Kini, sosok tinggi besar yang supel dan periang itu telah pergi untuk selamanya. Blane Olson, Ketua Pembina Yayasan MDPI, mengenang Aditya dengan mengutip puisi penyair ternama Rabindranath Tagore. “Death is not extinguishing the light; it is only putting out the lamp because the dawn has come.”

 

Exit mobile version