Mongabay.co.id

Pemerintah Terbitkan Kalender Prediksi Kematian Massal Ikan

Mencegah terulangnya kematian massal pada ikan yang terjadi di Danau Toba, Sumatera Utara, Pemerintah Indonesia merilis kalender yang berisi prediksi kematian massal ikan dan skema alur penanganan kematian massal ikan. Kalender tersebut dirilis resmi pada Kamis (13/9/2018) di Jakarta. Tujuan dibuat kalender, karena Pemerintah ingin memberi peringatan kepada para pembudidaya ikan tentang situasi yang tepat untuk melaksanakan budidaya perikanan.

Demikian disampaikan Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja. Menurut dia, upaya pencegahan dan pengendalian akan bisa dilakukan selama para pembudidaya yang ada di sekitar Danau Toba mematuhi peraturan dan himbauan yang dikeluarkan Pemerintah, baik pusat ataupun daerah.

“Untuk itu, diperlukan juga ketegasan dari pemerintah daerah atau dinas setempat untuk melarang para pembudidaya melaksanakan budidaya di bulan-bulan yang masuk dalam kategori bahaya,” ucapnya.

Adapun, yang dimaksud bahaya, kata Sjarief, adalah masa dimana perairan sedang mengalami kondisi yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan perikanan budidaya karena kondisi alam ataupun yang lain. Saat kondisi seperti itu, langkah terbaik yang bisa dilakukan para pembudidaya, adalah dengan berhenti sementara dan mengikuti rekomendasi yang ada dalam kalender yang dirilis KKP.

baca : Perikanan KJA di Danau Toba Harus Berhenti Operasi Dua Bulan. Begini Penjelasannya..

 

Kepala BRSDM KP KKP Sjarief Widjaja menjelaskan tentang prediksi kematian massal ikan dan skema alur penanganan kematian massal ikan yang dirilis resmi KKP di Jakarta, Kamis (13/9/2018). Foto : BRSDM KP KKP/Mongabay-Indonesia

 

Di dalam kalender tersebut, Sjarief menjelaskan, terdapat informasi dan data yang merinci tentang penyebab kematian massal ikan yang terjadi di keramba jaring apung (KJA). Kemudian, untuk memudahkan para pembudidaya, Pemerintah juga menyertakan informasi tentang upaya penanggulangan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian peristiwa kematian massal pada ikan.

“Kalender prediksi dan skema alur penanganan ini dapat membangun kesadaran pembudidaya dan para pengambil kebijakan untuk tidak menganggap sepele setiap kasus kematian massal ikan,” terang dia.

baca : Mau Lihat Foto-foto dan Video Jutaan Ikan Mati di Danau Toba? Simak Ini…

Sementara, Kepala Pusat Riset Perikanan BRSDM KP Toni Ruchimat menjelaskan, bagi para pembudidaya yang ada di Danau Toba, sebaiknya dari saat ini segera tingkatkan kewaspadaan dengan cara mempelajari kalender yang diterbitkan KKP. Di dalam kalender Prediksi Kematian Massal contohnya, para pembudidaya bisa mencermati tiga kategori tentang kondisi di perairan, yaitu aman, waspada, dan bahaya.

“Itu berdasarkan penelitian di lapangan, jadi ada tiga kategori,” tuturnya.

Toni memaparkan, pada kategori aman, para pembudidaya KJA dapat melakukan kegiatan budidaya sesuai dengan standar dan daya dukung serta zonasi yang telah dilakukan. Kemudian, untuk kategori waspada, para pembudidaya KJA diminta untuk mengurangi pemberian pakan, pengurangan padat tebar ikan dalam KJA, memperhatikan perubahan kondisi lingkungan perairan, hingga melakukan panen lebih awal.

baca juga : Soal Keramba dan Kualitas Air Danau Toba, Begini Hasil Kajian Terbaru LIPI

 

Kematian massal ikan dalam keramba jarring apung (KJA) yang terjadi di Danau Toba, Sumut, sejak Senin (21/8/2018). Foto :Ditjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Sementara, menurut Toni, untuk kategori bahaya, tanda-tanda yang patut untuk dicermati para pembudidaya KJA, adalah jika temperatur air di KJA sudah dalam batas yang rendah, oksigen terlarut rendah kurang dari 3 miligram per liter, angin dan mendung sepanjang hari, serta terjadi hujan lebat dengan intensitas tinggi dan terus menerus.

“Jika tanda-tanda itu muncul, maka itu sudah masuk kategori bahaya,” tuturnya.

Saat kondisi sudah ada dalam bahaya, Toni meminta kepada seluruh pembudidaya KJA di Danau Toba, untuk segera memanen ikan sudah siap panen, menghentikan kegiatan budidaya, memelihara ikan yang tahan terhadap kondisi perairan yang jelek, penambahan aerasi, dan relokasi KJA ke lokasi perairan yang lebih dalam.

 

Eceng Gondok

Lebih jauh Toni Ruchimat mengatakan, untuk mencegah terjadinya kematian massal pada ikan di KJA, pihaknya juga merekomendasikan penggunaan eceng gondok sebagai fitur mediasi pada air. Penggunaan eceng gondok, diketahui memiliki kemampuan menyerap logam berat dan residu pestisida yang muncul dari pakan ikan.

“Akar dari tumbuhan eceng gondok atau Eichhornia crassipes mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri,” jelasnya.

baca juga : Misteri Mati Massal Ikan Keramba Danau Batur Akhirnya Terpecahkan

 

Eceng gondok yang menyelimuti Danau Limboto, Gorontalo, hingga 70 persen. Foto: Christopel Paino/Mongabay-Indonesia

 

Tak hanya itu, Toni menyebutkan, pembudidaya juga bisa menggunakan hasil penelitian KKP berupa Buoy Pluto untuk peringatan dini pencemaran perairan. Buoy Pluto adalah alat pemantau kualitas air yang dapat diakses melalui internet (sistem telemetri). Dengan alat ini, para pembudidaya dapat memahami dan membaca keadaan lingkungan penyebab umbalan.

Selain itu, sambung dia, KKP juga memiliki KJA Sistem Manajemen Air dengan Resirkulasi dan Tanaman (SMART) yang merupakan sistem budidaya KJA dengan meminimalisir masukan bahan pencemar organik yang berasal dari pakan yang terbuang dan ekskresi ikan. KJA SMART memadukan sistem semi resirkulasi, akuaponik dan filtrasi fisik. Dengan menerapkan KJA SMART, diharapkan dapat menjadi solusi terhadap perbaikan dan konservasi perairan.

baca : Ribuan Ton Ikan Keramba Apung Mati di Danau Maninjau, Ada Apa?

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, untuk mencegah terjadinya kasus kematian massal pada ikan di Danau Toba, Pemerintah menggandeng tiga lembaga untuk meneliti kualitas air di danau tersebut. Ketiga lembaga itu, adalah Bank Dunia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Perum Jasa Tirta.

Menurut Luhut, jalinan kerja sama dengan tiga lembaga tersebut, menjadi bagian dari komitmen Kemenkomar untuk selalu berpijak pada hasil penelitian dalam melaksanakan ataupun membuat kebijakan. Oleh itu, hasil penelitian tiga lembaga itu, berikutnya akan menjadi pijakan bagi Pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan di Danau Toba.

“Semua program pembangunan di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman selalu dikerjakan dan berpijak pada hasil penelitian,” ungkapnya.

Luhut menuturkan, penelitian yang dilaksanakan tiga lembaga itu, diharapkan bisa bersinergi dengan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan penuh atas Danau Toba. Untuk itu, dia meminta pemerintah daerah bisa terus bersinergi dengan pemerintah pusat berkaitan dengan penanganan masalah kematian massal pada ikan yang terjadi di Danau Toba.

“Salah satu rekomendasi peneliti adalah perlunya dilakukan konservasi hutan karena adanya penebangan terus menerus di hulu,” ucapnya.

menarik dibaca : Tiba-tiba Ikan Mati Di Danau Singkarak. Kenapa?

 

Awal Mei 2016, kasus matinya jutaan ikan terjadi di Haranggaol, kawasan Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Penanaman Pohon

Dengan rekomendasi itu, menurut Luhut, maka perlu dilakukan konservasi dan penanaman pohon sepanjang tahun. Dengan demikian, maka diperlukan langkah yang tegas untuk bisa mengintegrasikan dua rencana tersebut menjadi satu, termasuk langkah yang benar untuk program penanaman saat musim hujan.

Kemudian, Luhut melanjutkan, dari sisi regulasi pun, semua pihak yang terkait harus melakukan sinkronisasi peraturan, terutama yang berkaitan dengan aktivitas penebangan pohon. Dengan kata lain, dibutuhkan kerja sama yang kuat antara satu dengan pihak lain untuk mengatasi persoalan di Danau Toba.

“Harus ada replanting, serta pohon apa yang ditanam kembali,” tegasnya.

Di luar persoalan konservasi yang mendesak untuk segera dilaksanakan, Luhut menyebutkan, persoalan utama yang saat ini dihadapi Danau Toba, adalah berlebihnya jumlah KJA yang ada di sana. Dari hasil penelitian yang dilakukan LIPI, KJA yang ada maksimal hanya 1.925 saja, dan untuk KJA yang dimiliki perusahaan besar, luasannya harus dikurangi hingga 70 persen dari kondisi sekarang.

“LIPI mengatakan bahwa perlu waktu minimal 75 tahun bagi Danau Toba untuk bisa membersihkan dirinya sendiri. Namun, proses itu juga tidak akan pernah bisa tercapai jika proses pengotoran danau terus menerus berlangsung,” jelasnya.

Menurut Luhut, sebelum ada rekomendasi dari LIPI, Pemerintah sudah mengatur jumlah KJA yang ada di Danau Toba. Dia menyebut, untuk perairan yang masuk administrasi Kabupaten Tapanuli Utara, saat ini dilaporkan sudah tidak ada lagi KJA.

 

Exit mobile version