Mongabay.co.id

Pasca Keruhnya Sungai Krukut, PLTPB Geothermal Baturraden, Apa Kabar?

Seorang anak melinats di dekat Curug Cipendok di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jateng yang airnya keruh sejak dua bulan terakhir. Foto : L Darmawan

Sejumlah petani tampak memanen tanaman padi sawah di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Meski kemarau, mereka masih dapat menanami sawah dengan padi, karena air yang bersumber dari mata air dan masuk ke Kali Prukut mengalir sepanjang tahun. Bahkan, belum sekalipun air Kali Prukut tersebut mengering.

“Pada kemarau tahun ini, air dari Kali Prukut masih cukup deras mengalir. Airnya juga jernih, tidak seperti musim penghujan lalu. Waktu itu, karena ada pengeboran panas bumi (untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi/PLTPB) di lereng Gunung Slamet, maka berdampak pada kotornya air Kali Prukut. Akibatnya cukup fatal bagi petani, karena berdampak pada menurunnya panen,” ungkap Kirno (45) pekan lalu.

Ia menerangkan kalau musim kemarau sekarang, hasil panen cukup bagus, karena tidak ada dampak pencemaran air seperti musim penghujan lalu. “Musim panen sekarang, hasil padi mencapai 5 ton per hektare (ha). Hasil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan waktu sebelumnya ketika air kotor,” ujarnya.

baca : Air untuk Penghidupan Warga Karangtengah Tiba-tiba Keruh, Ada Apa?

 

Seorang warga melihat aliran air Sungai Prukut, di Desa Karangtengah, Cilongok, Banyumas, Jateng.yang masih ada dan bersih meski musim kemarau. Warga berharap pengeboran panas bumi tak timbulkan pencemaran lagi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kirno berharap agar pencemaran tidak terjadi di Kali Prukut, meski ia khawatyir karena mendengar kabar kalau saat ini PT Sejahtera Alam Energy (SAE) akan kembali mengebor sumur baru di lereng gunung tertinggi di Jateng tersebut. “Kami minta supaya peristiwa lalu yakni pencemaran air tidak terjadi lagi. Karena warga di Karangtengah sini sangat merasakan dampak buruknya,”ungkapnya.

Secara terpisah, Kepala Desa (Kades) Kalisari, Kecamatan Cilongok Aziz Masruri mengatakan hal senada. Ia meminta kepada PT SAE yang menggarap PLTPB Baturraden untuk mengantisipasi pencemaran air. “Kami berharap sederhana saja, pencemaran jangan ada lagi. Semoga proyek panas bumi secepatnya rampung, sehingga dapat menghasilkan listrik.  Kalau sudah selesai, perusahaan juga segera melakukan penghijauan di lokasi pengeboran, sehingga lingkungan kembali hijau,”jelasnya.

Aziz mengatakan berdasarkan pengalaman pencemaran yang terjadi beberapa waktu lalu, masyarakat di Kalisari yang umumnya adalah perajin tahu terkena dampaknya. Biasanya mereka memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari yang jernih tiba-tiba menjadi kotor dan penuh lumpur. Sementara ini, air juga jernih karena musim kemarau. “Kami berharap pada musim penghujan mendatang, air yang mengalir tidak kotor dan mengandung lumpur,” katanya.

baca : Air Keruh akibat Eksplorasi Panas Bumi, Sampai Kapan?

 

Seorang petugas dari Dinas Lingkungan Hidup Banyumas melakukan pengambilan sampel air di Curug Cipendok, Cilongok, Banyumas, Jateng, Desember 2017, yang keruh terpengaruh eksplorasi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi Baturraden. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Apakah PT SAE berani menggaransi tidak bakal terjadi pencemaran lagi, apalagi saat sekarang sudah mulai melakukan pengeboran? “Ya kalau soal pencemaran air, tentu kami akan berusaha lebih baik. PT SAE sebagai penggarap PLTP Baturraden berkomitmen untuk mengurangi dampak pengeboran terutama pada musim penghujan. Sejauh ini, upaya kami telah cukup baik, karena tidak lagi ada pencemaran,” kata Kepala Teknik Panas Bumi PT SAE Albaren Simbolon.

Ia mengatakan ada berbagai upaya yang telah dilakukan di antaranya adalah pemasangan geotekstil, ada kontrol boks serta bronjong. “Kami berusaha tidak langsung mengalirkan air ke ke hulu Sungai Tepus dan Prukut yang berada di atas Curug Cipendok. Sehingga diharapkan air yang mengalir ke hulu sungai tidak kotor. Dalam beberapa waktu terakhir, sudah turun hujan cukup deras dan ternyata air jernih. Mudah-mudahan nanti pada musim hujan juga demikian adanya,”kata Albaren.

Direktur PT SAE Bregas H Rochadi mengatakan pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi dampak pencemaran yang timbul. “Kalau untuk menghilangkan sama sekali pencemaran air saat musim penghujan, saya kira tidak. Namun, kami berusaha maksimal supaya pencemaran benar-benar dapat diminimalkan. Itu sudah menjadi komitmen kami,” jelasnya.

baca juga : Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi Baturraden Harus Perhatikan Lingkungan

 

Berbagai macam peralatan di pinggir embung di sekitar kawasan proyek geothermal PLTPB Baturraden, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pengeboran Lagi

Di tengah gejolak dolar dan adanya kebijakan pemerintah mengurangi proyek kelistrikan, ternyata tidak berpengaruh terhadap pengeboran. Bahkan, setelah pengeboran di wellpad H, sebetulnya menemukan panas bumi, tetapi tidak dapat diekstrak. Padahal sumurnya mencapai kedalaman 3.447 meter. Lokasi pengeboran pada lereng Gunung Slamet pada ketinggian 1.900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kini, PT SAE mulai melakukan pengeboran di wellpad F pada ketinggian 1.400 mdpl.

Presiden Direktur PT SAE Daniel Moelk mengatakan kalau proyek panas bumi di Baturraden bakal terus berlanjut. Ia mengaku tidak terpengaruh dengan gejolak mata uang dollar AS. “Sebab, komponen impor untuk peralatan pengeboran tidak terlalu banyak. Hanya berkisart antara 15% hingga 20% saja. Sehingga, tidak ada pengaruhnya terhadap proyek PLTP Baturraden,” kata Daniel.

Daniel optimis pengeboran di wellpad F akan mendapatkan panas bumi yang baik. Pengeboran bakal dilakukan dengan kedalaman hingga 3.500 meter. “Kami memperkirakan satu sumur yang dibuat akan menghasilkan 6-7 megawatt (MW). Nantinya bisa saja di lokasi setempat akan dibuat 4-6 sumur,” ujarnya.

menarik dibaca : Masih Terjadi Pro dan Kontra Pembangkitan PLTP Baturraden, Adakah Solusi?

 

Salah satu lokasi proyek PLTPB Baturraden, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara Bregas mengatakan proyek PLTPB tersebut bakal dibangun secara bertahap. Misalnya untuk tahap pertama yang diperkirakan hingga 2022 mendatang, akan menghasilkan listrik berkapasitas 110 MW. Kemudian dikembangkan lagi dan diperkirakan pada 2026, kapasitas PLTPB Baturraden dapat meningkat hingga 220 MW. “Kalau untuk wellpad F, kami yakin akan mendapatkan potensi panas bumi yang cukup baik. Karena di wellpad F tersebut sesungguhnya potensi panas bumi terbesar di lereng Gunung Slamet,” jelasnya.

Sedangkan Albaren menambahkan kalau pengeboran untuk wellpad H yang mencapai kedalaman hingga 3.477 meter telah menghabiskan dana kisaran USD 8,5 juta. Menurutnya, investasi PLTPB sebagai energi bersih memang cukup mahal. “Kalau untuk mengebor sumur di wellpad F juga akan menghabiskan dana hingga USD 8,5 juta. Kami optimis, di wellpad F bakal menemukan panas bumi dengan kapasitas yang cukup baik,”ujarnya.

Secara terpisah, anggota Dewan Sumberdaya Air (SDA) Jateng Eddy Wahono kembali mengingatkan setelah pengeboran pada wellpad F dilaksanakan, maka yang paling penting diantisipasi adalah dampak pencemaran air. “Proyek panas bumi harus didukung karena meningkatkan ketersediaan listrik. Tetapi yang perlu diperhatikan secara serius adalah tidak menimbulkan kekeruhan sungai. Apalagi di sekitar hulu Sungai Prukut yang dekat dengan lokasi pengeboran terdapat 44 mata air,” katanya.

Eddy meminta supaya ada penanganan sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidupnya. Selain itu, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Peran lintas dinas dalam pengawasan sangat diharapkan guna mengurangi atau mengantisipasi kekeruhan sungai terutama saat musim penghujan.

***

Keterangan foto utama : Seorang anak melintas di dekat Curug Cipendok di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jateng, Desember 2017 yang airnya keruh sejak dua bulan terakhir karena terpengaruh eksplorasi untuk PLTPB Baturraden. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version