Mongabay.co.id

Empat Tahun Jokowi-JK: Apa Kata Pemerintah soal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kebakaran Hutan?

Palembang bebas asap selama penyelenggaraan Asian Games 2018 diadakan, namun berarti bukan bebas dari titik api. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Empat tahun sudah Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memimpin Indonesia. Banyak capaian, masih banyak kekurangan. Di sektor  lingkungan hidup, dan kehutanan, terutama soal deforestasi, penegakan hukum, penanganan kebakaran hutan dan lahan sampai  restorasi gambut, pemerintah mengklaim berbagai capaian.

Baca juga: Empat Tahun Kepemimpinan Jokowi, Bagaimana Capaian Sektor Kelautan dan Perikanan?

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan capaian pada tiga isu utama, deforestasi, penegakan hukum, dan penanganan kebakaran hutan dan lahan. Dia mengklaim, sudah banyak kemajuan. Angka deforestasi menurun, begitu juga jumlah titik api. Penegakan hukum juga terus dilakukan.

“Tren deforestasi sejak 2015 hingga sekarang terus menurun,” katanya dalam acara konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/10/18).

Pada 2015, angka deforestasi mencapai 1,69 juta hektar, 2016 turun jadi 630.000 hektar, lalu pada 2017 sebesar 479.000 hektar.

“Ini sangat penting. Karena internasional selalu meng-address kepada dunia bahwa Indonesia gak beres menangani deforestasi. Itu sekarang kita tangani dengan baik selama periode Jokowi-JK ini,” katanya.

Soal penegakan hukum, Siti mengklaim KLHK tegas menindak berbagai pihak yang melakukan pelanggaran. Hal itu, katanya, sudah sesuai instruksi presiden untuk menindak pelaku perusakan lingkungan termausk kehutanan.

Dia bilang, pengamanan sumber daya alam merupakan prioritas Pemerintah Jokowi-JK. Pemerintah, katanya, mempunyai keberpihakan dan komitmen jelas terhadap penegakan hukum lingkungan dan kehutanan. Satu bukti, pemerintah membentuk unit kerja khusus, Direktorat Jenderal Penegakan hukum. Unit kerja spesialis ini dianggap efektif karena fokus memastikan negara hadir dan memberikan keadilan hukum untuk rakyat.

“Penegakan hukum baik secara administrasi, perdata maupun pidana. Kenapa ini baik sedalam dan seintens sekarang dalam upaya penegakan hukum? Dengan penyatuan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, kita punya basis penegakan hukum di lingkungan dan kehutanan.”

 

Mobil beserta kayu sitaan di Halaman Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Papua. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Dia sebutkan, ada tujuh UU sebagai basis dalam melakukan penegakan hukum. Yakni, UU N 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, UU Nomor 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Lalu, UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Juga UU No 18/2014 tentang Pengelolaan Sampah, dan UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pembertantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Dengan dasar ini, penegakan hukum bidang lingkungan dan kehutanan sangat kuat.”

Dia memaparkan, sejak 2015-2018, ada 2.688 pengaduan dan pengawasan perizinan 2.429, 523 kena sanksi adminidtratif. Dalam empat tahun ini, lebih 550 kasus ke pengadilan baik pidana maupun perdata. Sebanyak 500 perusahaan kena sanksi administratif atas pelanggaran mereka. Empat perusahaan cabut izin, 21 perusahaan beku izin, 360 paksaan pemerintah, 23 teguran tertulis, dan 115 dapat surat peringatan.

Untuk pengamanan kawasan hutan dan sumber daya kehutanan, katanya, lebih 713 operasi pengamanan dengan melibatkan KLHK, kepolisian dan TNI. Ada 210 operasi peredaran tumbuhan dan satwa liar, sebanyak 175 pidana berkas lengkap, 13 proses pidana dengan menyita 213.976 ekor, dan 10.363 bagian tubuh.

Kemudian, 265 operasi perambahan kawasan hutan, dan 241 operasi pembalakan liar–254 pidana berkas sudah lengkap, 52 pidana dan menyita 11.012,21 meter kubik kayu. Perambahan hutan, katanya, lakukan 265 operasi, dengan rician 85 pidana berkas lengkap dan delapan proses pidana serta kawasan hutan berhasil diamankan 8.294.968 hektar.

“Langkah bersama ini menunjukkan, komitmen penyelamatan lingkunan dan sumber daya alam jadi komitmen bersama kementerian dan lembaga,” katanya.

Dia sebutkan, kasus perdata selama empat tahun terakhir, ada 123 kesepakatan, dan 18 gugatan. Delapan sudah putusan berkuatan tetap, empat banding dan kasasi, satu proses persidangan, dan empat dalam gugatan. Total putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, katanya, ganti kerugian dan pemulihan mencapai Rp18,1 triliun dan nilai pengganti kerugian dan pemulihan di luar pengadilan Rp57,3 miliar.

“Sekarang kami sedang berkoordinasi dengan pengadilan negeri untuk eksekusi. Kalau pidana kan, yang mengeksekusi jaksa. Kalau perdata, yang mengeksekusi itu pengadilan negeri,” katanya. (presentasi menteri)

 

Satwa-satwa sitaan yang berhasil diamankan kala akan diselundupkan ke Filipina, melalui laut. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Kebakaran Hutan

Siti juga bicara masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dia bilang, pada 2015 terjadi kerhutla parah dan sudah berlangsung belasan tahun di berbagai provinsi seperti Kaltimantan dan Sumatera.

Pemerintah, katanya, melakukan langkah koreksi dengan pencegahan, dan penanggulangan. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, katanya, jadi koordinator untuk penanggulangan, Menko Perekonomian koordinator pencegahan.

Dari berbagai upaya itu, Siti mengklaim, sudah berdampak positif. Dia katakan, luasan areal terbakar menurun drastis begitu juga jumlah titik api. (Lihat grafis)

“Luas areal kebakaran hutan dan lahan turun 92,5% dan lebih banyak di luar Sumatera dan Kalimantan,” katanya, seraya bilang hingga awal tahun depan, Jawa bagian selatan hingga Nusa Tenggara, diikuti Maluku dan Papua akan terus mengalami kekeringan hingga berpotensi karhutla.

Untuk itu, katanya, patroli terpadu akan dilakukan pada 72 kabupaten, 349 kecamatan, 1.255 desa dari delapan provinsi rawan karhutla. Sebaran desa, katanya, sesuai tingkat kerawanan yang terpantau dari citra satelit. Waktu pelaksanaan patroli, katanya, sesuai analisis bersama Badan Metereologi dan Geofisika.

Untuk penegakan hukum kasus karhutla, katanya, periode 2015-Agustus 2018, terdiri dari 335 pengawasan izin dari 116 perusahaan. Sebanyak 56 sanksi administratif, 115 teguran tertulis, 12 gugatan, 71 pidana difasilitasi kejaksaan, tiga pidana berkas lengkap, dan sembilan masih proses.

 

Alue Dohong mengunjungi kebun nanas di perkebunan sawit rakyat di Sepucuk, Kecamatan Pedamaran, OKI, Sumsel. Kebun ini merupakan upaya restorasi gambut pada kelompok tani binaan TNI yang didukung BRG. Foto Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Restorasi gambut

Masih terkait kehutanan, paling rawan karhutla kala gambut rusak. Pemerintah berkomitmen lakukan restorasi lahan gambut sekitar dua juta hektar.

Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut mengatakan, dari 2016-2018, BRG telah membangun berbagai infrastruktur mendukung kegiatan restorasi gambut, antara lain 12.223 sumur bor, 6.117 sekat kanal, 242 penimbunan kanal, dan 42 embung dengan luas lahan mencapai 680.947 hektar. Sebarannya, di Riau seluas 77.969 hektar, Jambi (78.700), Sumatera Selatan (102.768), Kalimantan Barat (45.505), Kalimantan Tengah (365.818), Kalimantan Selatan (9.087) dan Papua sebanyak 1.100 hektar.

Untuk target restorasi gambut, katanya, seluas 2.492.523 hektar, terdiri dari 684.000 hektar kawasan lindung, 1.410.943 hektar budidaya berizin, dan 396.943 hektar budidaya tak berizin.

“Kami juga meminta dunia usaha perkebunan terlibat dalam keguatan restorasi gambut,” katanya.

Upaya restorasi gambut, katanya, telah menimbulkan dampak positif, seperti karhutla bisa ditekan.

Berdasarkan catatan BRG, Januari-September 2018, ada 43.287 titik panas terpantau, lahan gambut 9.602 titik. Titik panas di beberapa daerah terpantau hingga September 2018, terus menurun.

“Jumlah hotspot terdeteksi mengalami peningkatan mulai Juli-September karena pengaruh kemarau. Dengan puncak hotspot terbanyak pada September. Kalbar jadi provinsi hotspot terbanyak 306, lalu Kalteng 273, Riau 140,” katanya.

Meskipun di Indonesia, masih terjadi karhutla, dia coba bandingkan dengan di Amerika, jauh lebih tinggi. Luasan karhutla di Amerika, tahun 2017 seluas 3,9 juta hektar. Pada 2018, mencapai 3,3 juta hektar.

“Kita jauh lebih baik. Angka perbandingan tidak sampai 5% jika dibandingkan dengan Amerika,” katanya.

Selain itu, BRG juga memasang 38 alat pemantau tinggi muka air (TMA). Alat ini untuk mengetahui tinggi muka air pada ekosistem gambut, mengontrol kinerja intervensi infrastruktur pembasahan, peringatan dini kebakaran lahan, juga intervensi tata kelola air di lahan gambut. Pada 2018, target pasang alat pemantau 100 unit.

Selain membangun berbagai infrastruktur, kata Nazir, BRG bersama mitra terkait juga membentuk desa peduli gambut. Tujuannya, penyadartahuan masyarakat mengenai betapa penting menjaga ekosistem gambut. Lewat program itu, katanya, masyarakat terlibat dalam restorasi gambut.

Hingga kini, ada 259 desa peduli gambut. Di Riau 29 desa, Jambi (23), Sumatera Selatan (43), Kalimantan Barat (65), Kalimantan Tengah (71), Kalimantan Selatan (20), dan Papua (8).

Sebanyak 38% target restorasi gambut atau seluas 958.595 hektar berada di wilayah desa dampingan dan 250.598 hektar desa beririsan dengan areal izin perkebunan dan kehutanan.

“Kami tak hanya membangun infrastruktur juga revitalisasi perekonomian masyarakat di sekitar kawasan gambut. Melakukan pengembangan budidaya tanaman yang cocok lahan gambut. Juga perikanan,” katanya, seraya bilang, masyarakat, katanya, juga terlibat kegiatan edukasi dan sosialisasi.

Periode 2016-2018, total 16.452 warga mengikuti pelatihan dan sosialisasi dari BRG. Sebanyak 2.600 warga mengikuti jambore gambut, 515 orang dilatih pemetaan partisipatif, dan 274 warga mengikuti sekolah lapang.

Sudah amankah lingkungan termasuk hutan di Indonesia? Masih perlu penjelasan panjang…

Keterangan foto utama:   Palembang bebas asap selama penyelenggaraan Asian Games 2018 diadakan, namun berarti bukan bebas dari titik api. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version