Mongabay.co.id

Masih Terdeteksi di Sarana Sekolah, Pemerintah Diminta Larang Produksi Cat Bertimbal

Sonia Buftheim, perempuan analis kimia ini mengoperasikan XRF, alat pendeteksi kandungan kimia berbahaya ini ke sejumlah sarana bermain anak di sebuah taman kanak-kanak di Denpasar, Selasa (22/10/18).

Belasan anak-anak sedang bermain. Mereka menggunakan nyaris semua mainan yang ada, dicat warna cerah seperti merah, kuning, oranye, dan biru. Misalnya di perosotan yang dicat dominan oranye ini Sonia menempelkan XRF dan hasilnya terlihat di layar.

Alat deteksi pinjaman dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini juga ditempelkan di ayunan, panjat-panjatan, dan lainnya. Diarahkan di tiap warna cat secara spesifik.

Kandungan timbal atau timah hitam paling tinggi, lebih dari 700 ppm diperkirakan ada di ayunan dengan cat warna oranye. Ia menyebut alat ini juga bisa memindai kandungan kimia lain seperti merkuri pada kosmetik.

BaliFokus, LSM pengkampanye pencegahan bahan kimia berbahaya ini mengadakan tes di sejumlah sekolah usia dini tahun ini menyambut Pekan Internasional Pencegahan Keracunan Timbal 2018 bersama yakni 33 lembaga dari 30 negara anggota International POPs Elimination Network (IPEN). “Senang sekali bisa mengoperasikan alat ini,” seru Yuyun Ismawati, penasehat senior BaliFokus/Nexus3.

baca :  Waspadai Cat Bertimbal dan Asbes pada Fasilitas Sekolah

 

Seorang relawan BaliFokus mengoperasikan XRF, alat pendeteksi kandungan kimia berbahaya ini ke sejumlah sarana bermain anak di sebuah taman kanak-kanak di Denpasar, Bali, Selasa (22/10/18). Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Yuyun dan Sonia mendiskusikan kegiatan deteksi ini dan hasilnya dengan Kepala Sekolah TK. “Warna warni pasti dicari, sama tukang minta tolong dicarikan warna ngejreng dan tidak cepat buram,” ingat Ni Nyoman Sari. Ia baru tahu soal bahaya cat mengandung timbal ini. Pengelola sekolah diberi saran mengurangi paparan debu yang bisa tercampur timbal ini yakni anak-anak dan guru rajin mencuci tangan dan mengelap basah sarana bermain.

Terlebih menurut Sonia, unsur timbal dan kalsium hampir mirip, yakni Pb 2+ dan Ca 2+ jadi kemungkinan tubuh sulit membedakan dan mudah menghirup timbal. “Unsur ionnya seperti kalsium yang berguna untuk tulang dan gigi,” jelas perempuan muda ini.

Nyoman Sari cukup beruntung mengetahui ancaman dari cat-cat berwarna di lokasi paling disukai anak-anak ini. Masih ada ribuan sekolah yang bangunan kayu, logam, atau resinnya dicat mencolok dan kemungkinan besar juga bertimbal.

Sayangnya walau sudah tahu kemungkinan timbal yang sangat berbahaya jika terus terakumulasi di tubuh sejak usia dini, sulit mengidentifikasi mana cat yang aman dan tidak. “Harus dites. Kita kirim sampel ke luar negeri karena belum ada laboratorium di Indonesia yang bisa,” urai Yuyun. Biaya tes berkisar USD 7/sampel.

Lalu bagaimana mencegah paparan timbal makin parah terutama pada anak-anak yang paling berisiko karena ketahanan tubuhnya belum sempurna? BaliFokus bersama Aliansi Global untuk Penghapusan Timbal dalam Cat (Global Allliance to Eliminate Lead Paint) menyerukan penghapusan timbal di semua proses seperti produksi, distribusi, sampai penggunaan.

Dimulai dengan mengadopsi peraturan untuk melindungi sekitar 857 juta anak, perkiraan anak usia 0-9 tahun yang tinggal di negara-negara tanpa peraturan perlindungan dari paparan cat bertimbal. Di Indonesia diperkirakan ada sekitar 45 juta anak usia tersebut (data World Bank, 2018).

“Sekitar 50 tahun lalu di Eropa sudah dilarang, kalau meruntuhkan bangunan dengan cat bertimbal harus pakai pakaian lengkap, hazard,” sebut Yuyun. Kontaminasinya paling tinggi saat jadi serpihan tercampur dengan debu yang mudah dihirup. Timbal disebut menyebabkan mempengaruhi perkembangan otak dan kerusakan otak permanen.

baca juga :  Mewaspadai Bahaya Racun Timbal di Kehidupan Kita Sehari-hari. Seperti Apa?

 

Seorang relawan BaliFokus mengoperasikan XRF, alat pendeteksi kandungan kimia berbahaya ini ke sejumlah sarana bermain anak di sebuah taman kanak-kanak di Denpasar, Bali, Selasa (22/10/18). Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Timbal muncul karena tambahan pigmen pewarna dan bahan pengering yang ditambahkan di cat. Sudah banyak alternatif pengganti organik yang aman dan cukup terjangkau menggantikan zat bertimbal itu. Formula cat bebas timbal disebut sudah mudah dan bisa diperoleh di Indonesia. “Beda harganya 4-5% saja, toh mereka hanya mengganti yang ngejreng, tidak semua, tidak akan membangkrutkan perusahaan,” Yuyun menangkis alasan industri.

Ia mengaku sudah pernah duduk dalam diskusi terfokus dengan perwakilan industri. Laporan timbal dalam cat enamel rumah tangga di Indonesia muncul pada laporan nasional 2013 dan 2015 bersama IPEN.

 

Penelitian sebelumnya

Pada 2014-2015, BaliFokus melakukan penelitian 121 kaleng enamel cat dekoratif dari 63 merek yang dibeli dari 5 kota di Indonesia. Sampel cat ini kemudian dianalisa kadar timbalnya di laboratorium yang terakreditasi di Eropa. Hanya sekitar 25% dari merek cat (15 dari 63 merek) yang dianalisa mengandung timbal di bawah 90 ppm, angka aman yang dapat dicapai yang direkomendasikan oleh WHO dan UNEP.

Sejak BaliFokus meneliti timbal dalam cat dekoratif tahun 2012, pemerintah Indonesia telah menetapkan standar sukarela kandungan timbal 600 ppm untuk cat berbasis pelarut organik yang dituangkan dalam SNI 8011:2014.4.

Sebagian besar cat yang diteliti tahun 2014-2015 mengandung timbal lebih besar dari 600 ppm dan tidak memenuhi standar baru sukarela di Indonesia. Konsentrasi timbal paling tinggi dan berbahaya, angka tertinggi yang didapatkan sekitar 102.000 ppm ditemui dalam warna-warna terang seperti kuning, jingga, merah, dan hijau. Warna-warna ini banyak digunakan di TK, fasilitas-fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Tempat Penitipan Anak (TPA).

“Kampanye Lead Safe Paint adalah program sertifikasi oleh pihak ketiga yang dapat membantu konsumen menentukan pilihan yang aman,” kata Manny Calonzo, penasehat kampanye penghapusan timbal dalam cat IPEN dan pemenang Goldman Environmental Prize 2018.

baca juga :  Wah.. Bahan Kimia Berbahaya Ditemukan pada Mainan Anak. Mainan Apa?

 

Yuyun Ismawati, penasehat senior BaliFokus menjelaskan dampak bahan kimia berbahaya dalam cat pada sarana sekolah dan mainan anak. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Per 30 September 2018, WHO menyebut, hanya 36% negara-negara di dunia yang menyatakan bahwa mereka memiliki peraturan yang mengikat secara hukum untuk produksi, impor, penjualan dan penggunaan cat bertimbal. Dalam tinjauan WHO, Indonesia tidak memiliki data terkait peraturan yang relevan tentang cat bertimbal.

Dengan menghapuskan cat bertimbal, Indonesia dapat berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goal terutama untuk target 3.9: pada tahun 2030 secara signifikan mengurangi angka kematian dan penyakit akibat pencemaran bahan berbahaya beracun, pencemaran air, udara, dan pencemaran tanah. 
Juga target 12.4: pada tahun 2020, menerapkan pengelolaan kimiawi dan limbah yang berwawasan lingkungan di semua lini siklus hidup.

Dari analisis BaliFokus ada sejumlah aturan kementerian yang masih umum tentang cat yang aman, belum detail menyertakan spesifikasinya. Di antaranya Keputusan Menteri PU No.441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Keputusan Menteri Kesehatan No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, menyebut dinding tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat. Selain itu ada Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan SNI Mainan Secara Wajib.

Ada juga kesepakatan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait penggunaan cat yang bersifat wajib dan sukarela. “Gak bisa sukarela lagi, harus dilarang produksi dan penjualannya,” seru Yuyun terkait aturan saat ini.

Dalam kegiatan deteksi ini juga dipraktikkan pada kayu yang dilapisi cat aneka warna beragam merk. Hasilnya, makin pekat warna kuningnya makin tinggi konsentrasi timbalnya yakni 12- 94%. Sejumlah hasil pemeriksaan ini akan dilaporkan ke sejumlah kementerian.

baca juga : Riset Temukan Perempuan dan Janin Rentan Terpapar Merkuri

 

Aneka kemasan mainan anak rubik tanpa label yang dijual di sebuah toko di Denpasar, Bali. Ini bisa menyulitkan konsumen melakukan identifikasi keamanan produk mainan tersebut dari bahan kimia berbahaya. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

BaliFokus juga pernah melakukan penelitian bersama di mainan anak-anak dari plastik seperti rubik dan lainnya tahun lalu.

Hasil observasi ini sebagai bagian dari rilis hasil survei global kandungan bahan kimia beracun dalam mainan asah otak pada Scientific Conference on Persistent Organic Pollutants (POPs), konferensi ilmiah tentang polutan organik yang persisten di Firenze, Italia akhir Agustus 2016 lalu. Tak hanya sampel rubik dari Indonesia yang mengandung zat berbahaya, juga dari beberapa negara lainnya.

 

Exit mobile version