Mongabay.co.id

Nikmatnya Ikan Pari Asap di Pantai Payangan Jember

Sejumlah perempuan khusyuk menghadap asap dari potongan bonggol jagung kering. Saat asap tersibak, terlihat potongan-potongan ikan pari keemasan. Dagingnya yang putih tampak berminyak, makin lama makin kecoklatan, seperti kilatan karamel. Aromanyanya menyeruak.

Pengasapan ikan adalah salah satu keseharian di kampung nelayan Payangan, Desa Sumberejo, Jember, Jawa Timur. Ibu Jumari adalah salah satu yang melakukanya. Ia membolak-balik potongan daging ikan pari lalu menyusunnya di wadah besar. Untuk dijual ke pasar esok pagi, tapi bisa saja habis sore ini jika ada pengunjung yang memborongnya.

Ikan pari asap biasa dimasak dengan santan berbumbu. Mangut santan. Air liur bergerak di mulut membayangkan daging-daging tebal ikan pari ini tambah gurih dengan santan dan bumbu, lalu diguyur sambal. Sayangnya Jumari dan perempuan pengasap ikan tidak menyediakan mangut. Hanya ikan asap tanpa sambal, dan nasi.

Sukari, pria setengah baya menyeruak di tengah percakapan. Ia bilang menyukai mangut dengan tambahan sayur terong. “Dicampur sayur lain gak enak,” serunya. Ia mengaku akhir Desember ini cuaca kurang bersahabat, para nelayan tak banyak hasil tangkapan karena ombak besar di pesisir selatan Jember.

Hasil laut yang banyak didapat nelayan kebanyakan pari. Sukari bilang ia tahu mana pari yang dilindungi. “Pari cagak yang besar itu dilindungi, beratnya bisa sampai 1 ton,” kisahnya. Sementara yang ditangkap adalah pari pirik, jauh lebih kecil berukuran sekitar 3-10 kg.

baca : Menikmati Coklat di Coffee and Cocoa Science Techno Park Jember

 

Pengasapan dan pemindangan ikan di kampung nelayan pantai Payangan, Jember, adalah keseharian warga. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Pari Manta mendapat Status Perlindungan Penuh sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.4/KEPMEN-KP/2014. Di Jember, pada 2017 pernah ada upaya perdagangan Pari Manta di kawasan pantai Puger. Aksi jual beli tersebut tertangkap petugas dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada 16 Januari 2017 lalu. Barang bukti sebanyak 5,9 kilogram insang pari manta kering, 30 kg tulang pari manta, dan 3 pasang sirip hiu paus.

Selain pengasapan ikan, di Payangan juga ada banyak area pemindangan skala rumah tangga dan pembuatan terasi. Cara-cara pengolahan hasil laut untuk menghindari kerugian jika ikan-ikan segar tidak terserap sepenuhnya di pasar.

Sebagian rumah-rumah warga cukup luas dengan halaman besar, sejumlah rumah juga nampak kinclong bercat meriah dan berkeramik. Perahu kecil dan besar nampak di halaman rumah, menandai pekarangan nelayan. Juga alat tangkap seperti jaring menggelantung di atap beranda.

Jangan lupa mampir ke dermaga. Perjalanan jalan kaki menuju dermaga saat itu ditambah dengan pemandangan sampah plastik beterbangan memenuhi sejumlah lahan kering berdebu. Warga menggunakan sebuah area di dekat dermaga sebagai TPA, namun tak diberi pagar atau penutup sehingga sangat mudah sampah berpindah karena angin.

Sekitar 10 menit berjalan kaki dari kawasan perumahan, sejumlah bebukitan dan teluk menyeruak indah. Perahu-perahu nelayan besar dan kecil berderet di dermaga. Mereka menghias kapal kayu dengan meriah, warna-warni cat cerah, hiasan bunga plastik di atas dek, dan lainnya. Seperti sebuah kapal hias siap carnaval.

baca juga :  Beginilah Eksotisme Pantai Pasir Putih di Pulau Tabuhan Banyuwangi

 

Dermaga di kawasan pantai Payangan, Jember, dengan deretan kapal nelayan indah, dicat warna warni dan hiasan ukiran serta lukisan. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Panorama pantai Payangan di kawasan dermaga kampung nelayan ini sangat mengesankan. Ada sejumlah bukit dan tanah timbul di tengah laut atau muara. Salah satunya adalah bukit dengan papan bertuliskan Teluk Love. Dari sini, terlihat bentuk tanda cinta dari pesisir yang tergerus angin secara alami. Tidak melingkar penuh, namun sebagian dan itu sudah cukup menarik perhatian pelancong untuk berfoto di bukit ini.

Panorama lain adalah hamparan pohon bakau muda si sejumlah sudut teluk. Pohon bakau ini di masa depan, jika sudah besar menjadi benteng tangguh untuk kampung nelayan dan pesisir sekitar. Gemuruh ombak pantai Selatan menderu-deru dari kejauhan.

Aksari, salah seorang nelayan bersiap menuju kapalnya. Ia akan menjaring ikan. Sayang sekali ia sedang tak bisa menyeberangkan kami ke kawasan bakau. “Ada paket naik kapal tanam bakau Rp10 ribu,” ujarnya. Ia mengaku dirinya salah satu anggota kelompok nelayan Lumba-lumba yang membibitkan ribuan bakau di salah satu muara, usia bakau baru 3 tahun. Air di kawasan ini terlihat keruh berlumpur. “Biar banyak ikan,” lanjut Aksari.

Naik perahu lalu berkeliling di kawasan teluk yang melingkari sejumlah bebukitan di sini pasti mengasyikkan. Namun perlu menunggu nelayan ke pesisir dan mau mengantar. Sisi selatan Pantai Payangan ini menyimpan misteri yang belum dieksplorasi.

Sementara di sisi utara adalah kawasan ramai, tempat rekreasi penduduk sekitar dan pelancong. Ada puluhan deretan warung menjajakan ikan bakar dan kelapa muda. Mereka membuat warung semi permanen dari kayu-kayu dan bambu.

Di sini, pantainya juga berkarang. Ombak terasa ganas menyapu tubuh. Namun tak menghentikan anak-anak sekitar bermain dan lomba berenang. Mereka menunggu arus datang lalu balapan renang menuju pantai. Anak-anak pemberani.

Sisa pengunjung hanya duduk-duduk atau berendam di antara karang. Mencari area yang cukup aman dari gempuran arus.

baca juga :  Menyusuri Solaria di Pesisir Lamongan Utara

 

Sebuah bukit di kawasan pantai Payangan, Jember, yang dikuasai kambing mencari makan di kala petang. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sebuah bukit paling tinggi adalah kawasan yang dikuasai kambing gunung. Mereka menyantap rumput dengan santai sambil bertengger di tebing-tebing terjal. Setelah kenyang menatap lautan dan pengunjung, kambing-kambing ini seperti raja gunung yang mengawasi pantai. Mereka terlihat agung, sementara kami mengagumi kelincahan mereka meniti tebing.

Jika diamati Pantai Payangan ini unik karena sedikitnya ada 3 bebukitan dan 4 area pantai yang terpisah bebukitan. Warga sekitar mulai menyadari potensi kunjungan dengan menyediakan parkir dan sejumlah toilet. Hanya saja perlu kewaspadaan tinggi main air di sini, ombak dan arusnya kuat. Air masih keruh membawa lumpur dari tanah-tanah muara.

 

Pantai Watu Ulo

Berderet dengan pantai “bukit kambing”, di sebelah barat ada pantai Watu Ulo. Di sini ada warung ikan bakar Cak Sukri, salah satu dari beberapa warung yang ada. Cak Sukri menata pantai dengan apik, diisi gapura selamat datang dan memberi akses bale-bale dan kursi pantai ke pengunjung yang makan di warungnya.

Pria ini bisa ditemui di warung sekaligus dapur di seberang pantai. Ia berkisah, area sekitarnya adalah TPS. Lahan milik negara ini dibersihkan kemudian ditata agar warga bisa menggunakan untuk bersantai. Sebuah bale besar dengan desain menarik pun menjadi tempat nongkrong warga di pinggir jalan sambil menikmati matahari terbenam.

Cak Sukri dengan fasih bercerita tentang desanya dan kehidupan nelayan. Salah satu tangkapan mewah adalah lobster, ada yang menangkap dengan tangan atau jaring. Penyelam andal akan beraksi malam hari saat lobster tertidur nempel di karang-karang, yang menyebar di seluruh area pesisir. Pria ini juga bercerita tentang nasib warga yang jadi TKI di luar negri, ia mengaku kerap mendampingi para korban yang mendapat kekerasan lalu kembali dengan luka atau sudah meninggal.

Ia berharap pesisir bisa memberi harapan baru bagi warga. Jika ditata dan dijaga keasriannya, pasti memberi rejeki.

 

Exit mobile version