Mongabay.co.id

Mematahkan Mitos Menu Hiu Pembawa Kemakmuran Saat Imlek

Ikan-ikan hiu hasil buruan. Foto: Petrus Riski

***

Sejumlah foto pembantaian hiu dipamerkan di ruang terbuka Beachwalk, sebuah mall elit depan Pantai Kuta, Bali, pada Sabtu (2/2/2019). Seekor hiu mati perlahan karena tak bisa berenang karena bagian siripnya seperti sirip punggung, sirip dada, dan sirip ekor bagian bawah terpotong.

Di sisi lain, untuk mengurangi steoritipe hiu sebagai hewan buas pemburu manusia, ada sebuah boneka raksasa, Pink Shark yang menyapa anak-anak atau menemani berfoto. Di sudut lain juga ada  kegiatan lukis wajah dengan desain-desain aneka hiu yang menggemaskan. Senyum Ida dan Marvel, dua anak muda yang wajahnya dilukis, menyatu dengan para hiu.

Flora Christin, atlet surfing perempuan yang bermukim di Bali membantah hiu senang menyerang manusia. “Diteliti dulu. Hiu tidak makan daging manusia, karena low fat,”serunya. Menurutnya beberapa kasus serangan hiu karena tak sengaja, terganggu di laut. “Hiu di permukaan saat kita padelling (mengayuh menunggu ombak), hiu menyangka kita penyu atau ikan. Jangan takut ke laut, hiu tak suka makan daging manusia,” Flora meyakinkan. Ia mengakui tak semua peselancar memahami ini.

Ia sendiri pernah didekati hiu selama menekuni surfing 30 tahun. Ada kasus, di sebuah spot surfing populer, Balian, ada muara sungai dan tempat pemotongan daging. Sungai penuh buangan darah sehingga banyak hiu berenang. “Kita ada shark alert, bunyi alarm untuk keluar dari laut,” ujarnya.

baca :  Ada Mitos Sirip Hiu dalam Perayaan Imlek, Seperti Apa Itu?

 

Cerita Konservasi di Beachwalk, Kuta, Bali, Sabtu (2/2/2019) mengajak warga berdialog dengan empat perempuan yang mendukung kampanye perlindungan hiu. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Dominique Diyose, seorang model yang merayakan Imlek berkisah saat remaja, karena tidak tahu pernah merasakan sirup hiu saat kerja di Shanghai, China. Saat itu usianya sekitar 15-16 tahun dan seingatnya rasanya biasa saja. “Lebih karena tradisi kemakmuran, merayakan Imlek biasanya untuk menambah citarasa dan doa. Di keluarga saya tidak pernah karena kurang makmur cukup mie panjang umur dan babi kecap,” ia tertawa.

Karena tradisi adalah doa, maka bisa jadi masih ada yang meyakini sup sirip ikan hiu sebagai menu Imlek. “Saya percaya semua mahluk hidup punya tujuan di alam ini. Seperti Otang Utan. Cari fungsi mereka dan apakah perlu jika terancam penuh? Turunan ekosistem bagaimana? Kita di bawah tak bisa hidup,” tuturnya saat jadi pembicara Cerita Konservasi berkaitan dengan kampanye WWF Indonesia untuk menyuarakan Imlek Bebas Hiu.

Diyose menambahkan, selain menu makan, bagian hiu lain juga jadi bahan baku kosmetik. Namun ia bersyukur makin banyak yang ng-banned produk kosmetik seperti itu.

Ranny R. Yuneni, Shark Conservation Officer WWF Indonesia mengingatkan ancaman terbesar hiu adalah manusia. Populasi terus menurun terutama jenis yang mudah ditangkap terutama dari tangkapan sampingan (by catch) oleh nelayan. “Di Bali masih cukup banyak restoran yang jual hiu. Permintaan masih cukup tinggi, sup sirip, sate, tulang jadi kosmetik selain di Surabaya, Medan, dan Jakarta,” sebutnya.

Padahal hiu termasuk ikan kurang sehat karena akumulasi merkuri. Sebagai predator puncak, ia makan ikan kecil, sedang, dan lainnya, kemungkinan timbunan merkuri dalam daging hiu lebih tinggi.

“Ikan lemah dimakan, hiu mager (males gerak) makanya sering kena jaring. Kadar merkuri juga lebih banyak,” tambah perempuan muda ini. Ia minta turis dan tour agent di Bali menghilangkan menu hiu dalam kegiatan kunjungannya.

baca juga :  Miris.. Hotel Ini Sajikan Menu Sirip Hiu Saat Imlek.

 

Ida menunjukan lukisan hiu di wajahnya dalam acara Cerita Konservasi yang mengkampanyekan Imlek Bebas Hiu di Beachwalk, Kuta, Bali, Sabtu (2/2/2019). Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

Aktivis gerakan Save Sharks Indonesia Riyanni Djangkaru mulai mengampanyekan ini pada 2010, ketika menu hiu banyak terhidang di restoran. Ia mengingat suka duka saat mencoba merekam sebuah restoran yang menghidangkan menu hiu.

“Lebih penting yang bisa kita lakukan bukan saya. Peran kita memastikan keberlangsungan hidup ekosistem. Konservasi soal manajemen pengaturan perdagangan dan perlindungannya. Biar kita bisa menyelam lihat hiu,” papar perempuan yang terkenal dari program televisi Jejak Petualang ini.

Lisa, ibu yang menemani anaknya Chloe lomba melukis dengan tema konservasi hiu mengaku tak pernah makan hidangan hiu, termasuk saat merayakan Imlek. “Tidak wajib tapi baru-baru saja populer, dulu tidak ada. Mahal, 150-250 per mangkok,” ia menunjukan sebuah website yang menjual menu sup sirip hiu. Sementara Chloe, anak perempuannya dengan tekun menggambar hiu yang kena jaring kapal laut. Ia menulis pesan Save Shark.

Untuk meyakinkan Imlek bisa bebas dengan menu hiu, panitia menunjukkan demo masak dari menu ikan. Dieksekusi oleh Visnoe, restoran khas hidangan laut yang disebut juga mengedukasi pembelinya.

Misalnya untuk menu sore itu, koki restoran Visnoe menyebut menggunakan kakap merah dari perairan Flores dan kurang 47-56 cm baru boleh ditangkap. Aroma ikan kakap goreng utuh merebak ke penjuru ditambah saus merah manis pedas pembawa keberuntungan.

baca juga :  Restoran dan Hotel Berbintang Dihimbau Ganti Menu Berbahan Dasar Hiu

 

Koki restoran khusus menu laut, Visnoe memasak menu pengganti hiu, yakni ikan kakap merah. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

Sebuah riset berjudul Kajian Biologi dan Pemanfaatan Ikan Hiu di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan dan Pelabuhan Muncar Kabupaten Banyuwangi kerjasama UGM dan WWF ini mencari tahu persepsi nelayan soal hiu.

Tim Peneliti adalah Eko Setyobudi, Suadi, Faisal Rahman, Djumanto,Jhony Eko, dan Galen Rahardian. Di PPN Brondong, hiu yang tertangkap merupakan 72% by catch dan 28% target yang berasal dari berbagai alat tangkap. Umumnya aktivitas penangkapan hiu dan pari berlangsung sepanjang tahun, namun terdapat bulan-bulan tertentu yang merupakan musim tangkapan tertinggi dari komoditas tersebut.

Dari 33 orang responden berbagai latar belakang di lokasi, sebanyak 33% mengatakan pernah memburu atau memanfaatkan hiu, sedangkan 64% tidak pernah melakukannya. Meskipun cukup sedikit, namun pemanfaatan hiu memberikan efek pengurangan populasi sumberdaya hiu.

Di PPN Brondong, tidak ada nelayan yang secara khusus berprofesi sebagai penangkapan ikan hiu. Daerah penangkapan nelayan yang mendaratkan ikan di PPN Brondong meliputi Laut Jawa, Perairan Masalembu dan pantai timur Pulau Kalimantan.

Masyarakat setuju dan cukup netral terhadap hiu sebagai hewan buas berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa masyarakat tidak mengetahui tentang peranan hiu dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Di perairan Indonesia banyak dijumpai spesies hiu sebanyak 221 jenis ikan hiu dan pari. Dalam jumlah tersebut, diantaranya terdiri dari 117 jenis hiu, 101 jenis pari dan 3 jenis ikan hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku. Namun demikian, saat ini menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan, beberapa jenis hiu dan pari telah menunjukkan penurunan populasi, bahkan beberapa diantaranya telah mengalami kepunahan. Indonesia memiliki keragaman jenis hiu yang tinggi.

baca juga :  Bagaimana Cara Hentikan Eksploitasi Hiu dan Pari di Indonesia?

 

Aktivitas penangkapan ikan hiu yang dilarang oleh pemerintah masih sering dilakukan oleh nelayan di TPI Brondong. Kandungan kolagen yang terdapat di dalam sirip ikan hiu membuat ikan ini sangat mahal di pasaran. Foto : Ahmad Muzakky/Mongabay Indonesia

 

Total produksi perikanan tangkap hiu dan pari (Elasmobranchii) di Indonesia dalam tiga dekade terakhir menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan. Bahkan Indonesia dikenal sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari terbesar di dunia, dengan kisaran tangkapan di atas 100 ribu ton setiap tahunnya. Perikanan hiu di Indonesia menjadi sorotan dunia internasional karena Indonesia merupakan negara dengan volume produksi hiu tertinggi dari 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia.

Simeon et.al (2016) juga melaporkan bahwa PPP Muncar menjadi salah satu pusat pendaratan hiu di Pulau Jawa dengan data rata-rata produksi mencapai lebih dari 700 ton per tahun (periode 2007-2013).

***

Keterangan foto utama : Hasil penangkapan ikan di Pelabuhan Ikan Muncar, Banyuwangi, Jatim. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version