Mongabay.co.id

Putusan Pengadilan Dieksekusi, Aset PT. Kallista Alam akan Dilelang

PT. Kallista Alam tetap didenda Rp366 miliar atas kejahatan lingkungan yang dilakukannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Pengadilan Tinggi Banda Aceh dalam putusanan Nomor   Perkara 80/PDT-LH/2018/PT.BNA, 4 Oktober 2018, telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 16/Pdt.6/2017/PN.Mbo, terkait gugatan PT. Kallista Alam yang bebas dari segala tuntutan hukum. Perusahaan pembakar hutan gambut Rawa Tripa untuk dijadikan perkebunan sawit ini, tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp366 miliar.

Kapan eksekusi putusan pengadilan dilakukan?

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK],   Rasio Ridho Sani kepada Mongabay Indonesia, Jumat [22/02/2019] menjelaskan, untuk mempercepat eksekusi kasus PT. Kalista Alam, KLHK telah berkoordinasi intensif dengan Pengadilan Negeri Meulaboh.

“Informasi yang kami terima, ketua pengadilan telah   melakukan aanmaning atau pemanggilan PT. Kallista Alam dua kali. Terakhir, 21 Januari 2019,” sebutnya.

Baca: Putusan Pengadilan Meulaboh Dibatalkan, PT. Kallista Alam Tetap Didenda 366 Miliar

 

Kebun Sawit PT. Kallista Alam. Perusahaan ini didenda Rp366 miliar atas kejahatan lingkungan yang dilakukannya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rasio menambahkan, PT. Kalista Alam tidak pernah hadir dalam panggilan tersebut, sehingga pada 22 Januari 2019, Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh mengeluarkan penetapan lelang lahan yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Ketua PN Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya.

“Proses eksekusi sedang berlangsung dan sudah dikeluarkan penetapan pelelangan sebidang tanah, bangunan, dan tanaman di atasnya seluas 5.769 hektar milik PT. Kallista Alam,” ujarnya.

Menurut Rasio, tanah dan bangunan perusahaan ini, pelelangannya nanti dilakukan di depan umum oleh Pengadilan Negeri Suka Makmue dengan perantara Kantor   Perbendaharaan dan Kas Negara   dan Lelang [KPKNL] Banda Aceh.

“Kami mengapresiasi Pengadilan Negeri Meulaboh dan Pengadilan Negeri Suka Makmue yang mempersiapkan proses lelang dengan cepat,” tuturnya.

Baca: Sahabat Pengadilan: Berharap PT. Kallista Alam Dihukum Atas Perbuatannya

 

Rawa Tripa yang dibakar oleh PT. Kallista Alam. Foto: Paul Hilton/SOCP/YEL

 

Pernyataan Dirjen Penegakkan Hukum KLHK   dibenarkan Kepala Humas Pengadilan Negeri Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, Edo Juniansyah.

“Kami sedang mempersiapkan proses lelang tanah dan bangunan serta tanaman milik PT. Kallista Alam. Ini pelimpahan dari Pengadilan Negeri Meulaboh ke Pengadilan Negeri Suka Makmue,” ujarnya.

Juru Bicara Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat [GeRAM], Fahmi Muhammad mengatakan, lembaga masyarakat sipil sangat mengapresiasi penetapan lelang tersebut.

“Sudah lama kami menanti eksekusi ini,” ujarnya.

Menurut Fahmi, proses lelang jangan ditunda. “Masyarakat sipil, sebulan lalu telah menyerahkan petisi yang ditandatangani 220 ribu pendukung, agar PT. Kallista Alam segera dieksekusi,” jelasnya.

Baca juga: Rawa Tripa yang Tidak Lagi Bersahabat untuk Orangutan Sumatera

 

Orangutan sumatera yang hidupnya makin terdesak di hutan Rawa Tripa. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perjelas status Rawa Tripa

Gambut Rawa Tripa perlu diperjelas statusnya atau dipastikan sebagai kawasan dilindungi agar kerusakan tidak semakin parah. Hal ini mengemuka dalam diskusi publik yang diselenggarakan Forum LSM Aceh bekerja sama dengan Yayasan Ekosistem Lestari [YEL], 21 Februari 2019.

M. Yakob Ishadamy, mewakili tim penyusun dokumen   Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut [RPPEG], menyatakan saat ini rencana kelola kawasan gambut di seluruh Aceh sedang dipersiapkan. Yakob mengharapkan, seluruh pihak dapat memperkaya pola dan model kelola gambut untuk dimasukkan ke dokumen tersebut.

“Banyak poin perlindungan kawasan yang dimuat dalam regulasi yang secara operasional perlu dipertegas pelaksanaannya. Ini membutuhkan inisiatif banyak pihak,” ujarnya.

 

Penutupan kanal dilakukan agar gambut di Rawa Tripa ini tetap basah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala [Unsyiah], Agus Halim menyarankan digunakannya kebijakan peta tunggal [one map policy] dalam menentukan zonasi kawasan Rawa Tripa. Dengan adanya peta, akan diketahui titik-titik mana yang memiliki kubah-kubah gambut dalam. Sehingga, perusahaan-perusahaan perkebunan yang beroperasi di Rawa Tripa dapat menghindari lokasi tersebut.

“Penerapan   paludiculture   atau pertanian lahan basah di Rawa Tripa agar manfaat ekonomi diperoleh maksimal dari kawasan tersebut bisa dipertimbangkan. Konsep ini dipercaya para ahli dapat memulihkan kawasan gambut rusak, yang merupakan kombinasi memanfaatkan ekonomi gambut basah dengan mempertahankan badan gambutnya,” terangnya.

 

Peta tutupan hutan Rawa Tripa hingga September 2018. Sumber: HAkA

 

Rawa Tripa merupakan hutan gambut yang berada di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya dan di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh. Perambahan dan pembukaan lahan untuk perkebunanan masih menjadi penyumbang utama kerusakan wilayah seluas 61.803 hektar ini.

Berdasarkan data analisis   Geographic Information System   [GIS]   Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], tutupan hutan Rawa Tripa hingga September 2018, tersisa sekitar 5.460 hektar.

 

 

Exit mobile version