Mongabay.co.id

Walhi NTT Gelar Lomba Menulis Politik Lingkungan bagi Para Caleg, Bagaimana Responnya?

 

Perhelatan pemilu mulai digelar. Kampanye mulai ramai dilakukan, baik kampanye pemilihan presiden maupun pemilihan anggota legislatif. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan simpati dan dukungan rakyat. Pertemuan warga, poster, selebaran hingga baliho tersebar di seluruh pelosok negeri, tidak terkecuali di Nusa Tenggara Timur (NTT).

WALHI NTT menyikapi peristiwa ini dengan mencoba berkontribusi sebagai upaya meningkatkan kualitas pemilu. Digelarlah lomba menulis artikel bagi para caleg di NTT bertema “Politik Lingkungan Hidup dan Perlindungan Wilayah Kelola Rakyat dalam Ruang Legislatif.

Mengapa diadakan lomba ini?

Dominikus Karangora, Divisi Media dan  Komunikasi WALHI NTT  kepada Mongabay-Indonesia, Senin (18/2/2019) menjelaskan ada dua alasan dilaksanakan lomba menulis.

Pertama, Pemilu kali ini merupakan pertama kali pemilu presiden dan legislatif digelar serentak. WALHI NTT menemukan fakta bahwa gaung Pilpres lebih kencang di ranah publik dibandingkan pemilu legislatif, baik di media cetak, elektronik maupun offline.

“Hal ini menyebabkan porsi rakyat untuk melihat para calon legislator dan rekam jejaknya menjadi berkurang,” ungkapnya.

Padahal para caleg ini, lanjutnya, harusnya juga diketahui kemampuan dan rekam jejaknya. Namun mereka belum mendapatkan ruang yang memadai. Bila tidak ada ruang elaborasi pengetahuan dan kemampuan para calon legislator, WALHI NTT kuatir pemilu bakal menghasilkan legislator yang minim kapasitas dan kualitasnya.

baca :  LSM Sayangkan Debat Capres Tidak Bahas Krisis Pesisir dan Pulau Kecil, Kenapa?

 

Lomba menulis artikel mengenai lingkungan hidup yang diselenggarakan WALHI NTT bagi para Caleg dari Daerah Pemilihan di NTT baik kabupaten,kota, provinsi maupun DPR RI. Sumber : WALHI NTT/Mongabay Indonesia.

 

Publik sepantasnya mengetahui kapasitas dan rekam jejak para caleg sebagai dasar untuk memilihnya. Karena caleg yang berkualitas menjadi kunci utama lahirnya kebijakan publik yang baik.

“Misalnya kebijakan mengenai perlindungan lingkungan hidup, wilayah kelola rakyat, perlindungan pangan lokal, pengelolaan pesisir dan lain sebagainya. Oleh karena itu fungsi legislatif sangat penting, tidak hanya presiden dan wakil presiden,” ungkapnya.

Dalam konteks NTT, pengelolaan lingkungan seperti Pohon Lontar, Padang Sabana, hingga ruang rekreasi publik di pantai, tegas Dominikus, sangat tergantung dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Alasan kedua, isu lingkungan hidup dan wilayah kelola rakyat mendapat ruang yang minim dalam pemilihan legislatif. WALHI NTT melihat narasi kampanye para caleg lebih didominasi oleh pecitraan personal, kedekatan kekeluargaan atau pertemanan hingga slogan abstrak soal keberpihakan pada rakyat.

“Padahal di NTT, persoalan lingkungan hidup adalah salah satu persoalan serius yang menyangkut keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Mulai dari daya rusak tambang yang dibiarkan, rusaknya hutan dan kawasan hulu, krisis sumber daya air dan pangan, masalah sampah, bencana alam hingga pencaplokan wilayah kelola rakyat,” sebutnya.

Dengan mayoritas pekerjaan warga NTT adalah petani, peternak dan nelayan yang sangat bergantung pada daya dukung lingkungan, kebijakan perlindungannya menjadi sangat penting. Ironisnya NTT menjadi propinsi termiskin di Indonesia.

“Artinya keindahan alam NTT tidak berkontribusi pada kesejahteraan warga melainkan hanya oleh segelintir orang. Kampanye penyelamatan, pelestarian lingkungan hidup serta perlindungan wilayah kelola masyarakat praktis tidak terdengar dari cerita pemilu legislatif,” sesalnya.

baca : Soal Moratorium Tambang, Gubernur NTT Ditagih Janji Utamakan Pariwisata dan Pertanian

 

Kawasan padang sabana di Lambo, desa Rendubutowe, kecamatan Aesesa Selatan, kabupaten Nagekeo, NTT yang akan dibangun waduk dan mendapat penolakan warga masyarakat. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Lemah Perspektif Lingkungan

Lomba ini ditujukan untuk para caleg yang telah ditetapkan oleh KPU RI sebagai peserta pemilu. Total ada 9.964 orang caleg yang terbagi dalam 8816 caleg kabupaten/kota, 932 caleh propinsi, dan 216 caleg DPR serta DPD.

Lomba yang ditutup pada 3 Maret 2019, dengan sub tema tulisan meliputi perlindungan wilayah kelola rakyat dan reforma agraria, pariwisata kerakyatan dan tambang minerba.

Juga ada sub tema perlindungan hutan, sampah dan limbah B3, sumber daya air, perkebunan monokultur skala besar, pesisir dan pulau-pulau kecil, kemandirian pangan serta perlindungan ekosistem khas unik (karst dan sabana). Pemenang bakal diumumkan pemenangya pada 22 Maret 2019.

Pakar komunikasi politik yang juga Wakil rektor Universitas Nusa Nipa Maumere Dr. Gery Gobang berpendapat para caleg atau anggota legislatif terpilih pada semua level harus memiliki perspektif tentang lingkungan hidup yang terjaga dan lestari.

Perspektif lingkungan bisa didapat dari berbagai aktivitas seperti diskursus dengan para aktivis lingkungan, terjun langsung ke lapangan, dialog dengan warga, membaca buku, seminar, baca berita dan lainnya.

“Caleg dengan perspektif lingkungan hidup yang sehat dan lestari akan berjuang mengatasi segala soal terkait lingkungan hidup,” ungkapnya.

Gery mengharapkan perspektif lingkungan dalam lomba itu asli dari caleg melalui aktivitas eksplorasi ilmiah dan studi lapangannya sendiri. Karena sekarang ini banyak kasus plagiat atau dikerjakan orang lain atas namanya.

baca juga :  Kisruh Dugaan Pembalakan Liar Kayu Sonokeling di NTT, Bagaimana Akhirnya?

 

Kawasan hutan Egon Ilimedo di perbatasan antara kecamatan Waigete dan Mapitara, kabupaten Sikka, NTT, yang gundul akibat ilegal logging. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pendekatan Politik Lingkungan

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Bunga yang meliputi wilayah Flores dan Lembata, Philipus Kami menegaskan 487 organisasi dan 203 anggota individu yang tersebar di 28 propinsi yang tergabung dalam Walhi menjalankan tugas dan pengawasan penyelamatan dan pemulihan lingkungan yang bekelanjutan dari aktivitas pembangunan.

WALHI, kata anggota DPRD Ende ini, mendorong demi terwujudnya tatanan sosial ekonomi dan juga politik yang adil dan demokrasi yang dapat menjamin terhdap hak terhadap sumber sumber kehidupan berbasis lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.

“Ini yang perlu juga dipahami pengambil kebijakan di level legislatif. Untuk itu kemampuan akademisi dan pemahaman para caleg terhadap lingkungan hidup perlu diuji,” sebutnya.

Sementaraa itu Direktur Wahana Tani Mandiri yang juga caleg DPRD Sikka Carolus Winfridus Keupung menyambut baik terobosan WALHI NTT. Minimnya anggota legislatif yang memahami perspektif lingkungan, katanya, membuat berbagai kebijakan legislative sering tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Winfridus mencontohkan kebijakan pembangunan usulan anggota dewan malah merusak hutan, seperti pembangunan jalan yang berada di kawasan hutan lindung. Juga pembangunan resort di Pulau Pemana yang masuk Taman Wisata Alam Laut yang berpolemik. Bila anggota dewan di Sikka dan NTT memiliki pemahaman dan kepedulian lingkungan, hal itu bisa dicegah.

baca juga : Gubernur NTT Wacanakan Penutupan TN Komodo, Ada Apa?

 

Sampah yang menumpuk di perkampungan nelayan Wuring, kelurahan Wolomarang, kabupaten Sikka, NTT, yang merupakan salah satu destinasi wisata. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Sedangkan Direktur Bank Sampah Flores Wenefrida Efodia Susilowati menegaskan terobosan yang dilakukan WALHI NTT sangat brilian. Saat ini banyak anggota dewan yang minim pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan.

Susi mencontohkan pembuatan Perda tentang sampah sulit dilakukan terperinci dan komunal. Sistim pengolahan sampah di NTT masih tradisional meskipun Undang-Undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan pengolahan secara benar.

“Rata-rata pengolahan sampah di berbagai kota di NTT hanya sebatas mengumpulkan, diangkut, dibuang, ditimbun dan dibakar. Padahal dalam undang-undang tersebut pengolahan sampah menggunakan metode 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle,” tegasnya.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di NTT hanya sekedar tempat penumpukan sampah. Bila anggota dewan mengerti permasalahan lingkungan, kata Susi, bakal berjuang mendorong pengolahan sampah sesuai amanat undang-undang termasuk politik anggaran yang lebih berbasis lingkungan.

 

Exit mobile version