Mongabay.co.id

Ini Kisah Sukses Para Penjaga Prinsip Keberlanjutan dan Sumber Daya Perikanan

Udang, kekayaan laut Indonesia yang berlimpah. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

 

Perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip bertanggung jawab dan ketertelusuran, semakin banyak diminati para pelaku usaha di Indonesia. Dorongan Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, direspon positif oleh para pelaku usaha dengan mengikutsertakan unit usaha mereka untuk mendapatkan sertifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC).

Satu perusahaan yang serius untuk mengikuti sertifikasi ASC, adalah PT Mega Marine Pride (MMP). Sejak Desember 2017 hingga Desember 2018, perusahaan tersebut konsisten untuk menerapkan prinsip berkelanjutan pada 68 tambak intensif yang luasnya mencapai 23 hektare di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Tambak-tambak tersebut, tidak lain adalah milik PT Delta Guna Sukses (DGS) yang menjadi pemasok udang vaname untuk PT Mega Marine Pride.

Selama dua tahun, PT DGS berhasil membuat kebijakan internal yang sesuai prosedur operasional standar (SOP), membangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk mengurangi dampak pencemaran air limbah, dan mengadakan kegiatan penanaman sebanyak 2.700 pohon bakau serta 1.800 pohon jaran di sepanjang pantai sekitar tambak.

baca :  Dengan Keberlanjutan, Udang Tetap Jadi Andalan Indonesia

 

Proses panen udang vaname pada tambak intensif milik PT Delta Guna Sukses (DGS) di Jember, Jatim. Foto : WWF Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Direktur Pengawasan dan Pengendalian Kualitas PT MMP Junita Dwi Lia belum lama ini di Jakarta menjelaskan tentang keberhasilan perusahaannya meraih sertifikat ASC. Menurut dia, upaya yang membuat kebijakan internal, menjadi tantangan yang paling berat sekaligus menyenangkan. Salah satunya, adalah keberhasilan menanam pohon bakau dan jaran yang ditujukan untuk penghijauan pantai.

“Seluruh aktivitas perbaikan dilakukan dengan dukungan dan keterlibatan Pemerintah Kabupaten Jember,” jelasnya.

Hasilnya, mereka berhasil mendapatkan sertifikat ASC yang diidamkan berhasil dimiliki. Sertifikasi yang menunjukkan budidaya udang vaname yang bisa menjaga keseimbangan ekosistem berkelanjutan. Dalam upaya mendapatkan sertifikat, dia mengaku kalau perusahaannya mendapat dukungan penuh dari WWF Indonesia.

“Pencapaian standar ASC adalah bentuk komitmen kami sebagai pebisnis,” tuturnya.

baca juga :  Setelah Tuna, Perikanan Berkelanjutan Digenjot untuk Komoditas Udang, Seperti Apa?

 

Prinsip Keberlanjutan

Selain dukungan dari WWF Indonesia, lanjut Junita, pihaknya didukung langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PT DGS yang menjadi mitra usaha. Tanpa dukungan mereka, dia merasa akan sulit untuk mendapatkan sertifikat ASC yang menjadi standar dunia untuk industri perikanan budidaya.

Untuk itu, Junita mengaku, perusahaan akan berkomitmen untuk menjaga konsistensi dan perluasan cakupan sertifikasi ASC, agar bisa meningkatkan mutu secara berkelanjutan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Menurut dia, pihaknya akan terus melaksanakan pemenuhan prinsip demi meminimalkan dampak budidaya terhadap lingkungan sekitar.

“Caranya adalah dengan melaksanakan rehabilitasi habitat, penggunaan sumber daya efisien, penggunaan pakan yang bertanggung jawab, penanganan limbah, dan pemeliharaan kesehatan udang. Selain dampak lingkungan, perusahaan juga akan mengelola dampak sosial berkaitan dengan pekerja dan masyarakat,” paparnya.

menarik dibaca :  Budidaya Udang Percontohan dari Kawasan Perhutanan Sosial, Seperti Apa Itu?

 

Hasil panen udang vaname milik PT Delta Guna Sukses (DGS) di Jember, Jatim. PT DGS pemasok udang bagi PT Mega Marine Pride yang berhasil mendapatkan sertifikat perikanan budidaya berkelanjutan Aquaculture Stewardship Council (ASC). Foto : WWF Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Bagi WWF Indonesia, keberhasilan PT MMP meraih sertifikat ekolabel ASC, menjadi kebanggaan sekaligus bukti bahwa siapapun bisa mendapatkan sertifikat tersebut bila memperlihatkan niat, tekad, dan upaya yang serius. Indonesia sendiri, hingga saat ini masih menjadi produsen perikanan budidaya terbesar ketiga di Asia, setelah Tiongkok dan India.

Menurut Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF-Indonesia Imam Musthofa, aktivitas perikanan budidaya diketahui berpotensi besar memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Sejak saat itu praktik perikanan budidaya mendapat sorotan tajam dari praktisi bisnis dan lingkungan di dunia. Untuk mengatasinya, WWF Indonesia sejak 2009 mengembangkan Seafood Savers untuk mendampingi perusahaan perikanan di Indonesia.

“Pendampingan tersebut agar perusahaan bisa mencapai standar keberlanjutan ASC untuk perikanan budidaya dan Marine Stewardship Council (MSC) untuk perikanan tangkap. Kedua sertifikat tersebut mengacu pada kode perilaku perikanan yang bertanggung jawab (CCRC) sesuai lembaga pangan PBB, FAO,” jelasnya.

Salah satu perusahaan yang menjadi anggota Seafood Savers, kata Imam, tidak lain adalah PT Mega Marine Pride yang menyatakan bergabung pada skema program perbaikan perikanan WWF Indonesia pada Desember 2017. Dalam menjalani program tersebut, WWF Indonesia bersinergi dengan Ditjen Perikanan Budidaya KKP dan memberikan pendampingan aktivitas perbaikan perikanan komoditas udang kepada PT MMP.

“Perbaikan merujuk pada prinsip keberlanjutan ASC,” tegas dia.

Selain PT MMP yang sudah mendapatkan sertifikat ASC, Imam menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir, ada dua perusahaan lain yang juga mendapat pendampingan dari WWF Indonesia dan berhasil memenuhi prinsip keberlanjutan untuk praktik budidaya ASC. Keduanya kemudian mendapatkan sertifikat ASC untuk udang windu dan vaname.

Kedua perusahaan tersebut, adalah PT Mustika Minanusa Aurora di Kalimantan Utara yang mendapatkan sertifikat ASC untuk udang windu pada tambak seluas 100 ha dengan menggunakan metode tradisional. Kemudian, PT Bumi Menara Internusa di Jawa Timur mendapatkan sertifikat ASC untuk udang vaname pada tambak seluas 9 ha dengan metode intensif.

“Ke depan akan semakin banyak perusahaan dampingan yang mengikuti proses untuk memenuhi prinsip keberlanjutan. Dengan demikian, praktik bisnis perikanan yang sesuai kaidah keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan tambak, juga bisa semakin baik lagi,” ucapnya.

baca :  Microbubble: Teknologi Baru Ramah Lingkungan untuk Budidaya Udang

 

Panen udang dari hasil pembudidayaan udang yang berkelanjutan. Foto : news.kkp.go.id/Mongabay Indonesia

 

Penjaga Sumber Daya

Dengan pemenuhan sertifikasi ekolabel, Imam menuturkan, pelaku usaha perikanan akan memiliki peran besar dalam menjaga masa depan sumber daya perikanan. Selain itu, dengan sertifikasi, daya saing produk perikanan nasional juga akan ikut terdongkrak di pasar global. Kondisi itu, pada akhirnya akan menaikkan nilai kesejahteraan pelaku usaha dan pembudidaya ikan skala kecil.

“Meski tidak mudah meraihnya, kami optimis akan makin banyak perusahaan produsen makanan bahari Indonesia yang berusaha dan berhasil memenuhi prinsip keberlanjutan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, prinsip ketelusuran dalam produk perikanan budidaya memang selalu menjadi salah satu kekhawatiran yang dirasakan para pelaku usaha perikanan budidaya. Prinsip itu menjadi hal penting untuk meyakinkan negara tujuan ekspor tentang produk perikanan yang datang dari Indonesia.

“Adapun, negara yang menjadi tujuan ekspor sebagian besar dikirim ke Amerika Serikat dan negara Uni Eropa,” ucapnya.

Untuk menghilangkan kekhawatiran itu, Slamet menggalakkan kampanye sertifikasi bagi unit usaha pembudidayaan ikan, khususnya bagi komoditas untuk orientasi ekspor. Agar lebih cepat berjalan, Pemerintah akan menjemput bola dengan mendatangi langsung unit usaha yang sudah siap mengikuti proses sertifikasi.

“Walaupun faktanya saat ini tidak ada informasi komplain terkait mutu di negara-negara tujuan ekspor, khususnya bagi produk udang yang mayoritas telah bersertifikat CBIB (cara budidaya ikan yang baik). Ini dapat terlihat dari kinerja ekspor udang yang cenderung positif dari tahun ke tahun,” ungkapnya belum lama ini kepada Mongabay-Indonesia.

Di sisi lain, Slamet mengatakan, agar para pembudidaya bisa konsisten melaksanakan prinsip ketertelusuran, unit pengolahan ikan (UPI) dihimbau untuk bisa memberikan insentif khusus kepada mereka. Dengan demikian, para pembudidaya bisa konsisten menerapkan CBIB dan pada akhirnya mereka mendapatkan nilai tambah atas hasil produksi yang tersertifikasi.

Reward khusus seperti pembelian produk yang tersertifikasi CBIB dengan selisih harga lebih tinggi dibanding yang tidak tersertifikasi. Ini untuk memicu tanggungjawab pembudidaya supaya konsisten menerapkan CBIB,” tandasnya.

Untuk diketahui, pasar ekspor udang dari Indonesia diupayakan Pemerintah Indonesia tidak hanya terbatas ke AS dan Uni Eropa saja. Pemerintah saat ini tengah menjajaki ekspansi pasar ekspor ke negara lain seperti kawasan Timur tengah, Tiongkok, Rusia dan negara lainnya.

***

Keterangan foto utama : Udang, kekayaan laut Indonesia yang berlimpah. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version