Mongabay.co.id

Setelah Terbongkarnya Perdagangan Komodo, Perlukah TN Komodo Dikelola Pemprov NTT?

Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia

 

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur menangkap 9 pedagang satwa liar dilindungi yang merupakan anggota jaringan internasional. Dari para pelaku disita puluhan burung paruh bengkok hingga 5 ekor anakan komodo yang hendak dijual ke luar negeri

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim, Kombes Pol. Akhmad Yusep Gunawan, di Surabaya, Rabu (27/3/2019) menjelaskan dari keterangan tersangka, terungkap para pelaku sudah beberapa kali menyelundupkan anakan komodo ke berbagai negara dengan jumlah total 41 ekor. Dan lima anakan komodo itu didapatkan dari hasil perburuan di alam atau habitatnya.

“Dipastikan, seluruh komodo didapat bukan dari hasil budidaya. Para pelaku akan dikenakan sejumlah pasal berlapis, salah satunya Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,” terangnya.

baca :  Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Menggila, Polisi: 41 Ekor Komodo Sudah Dijual ke Luar Negeri

 

Anakan komodo yang disita Polda Jawa Timur dari pelaku kejahatan satwa liar. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Terkait hal tersebut  Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) telah membentuk tim untuk menelusuri asal dan bagaimana 5 ekor komodo hendak diselundupkan dan 41 ekor yang telah dijual ke luar negeri dari Jawa Timur.

“Kami sudah menurunkan tim ke Polda Jawa Timur untuk koordinasi. Polda NTT akan mengembangkan kasus tersebut terkait asal–usul komodo tersebut, “ kata Kapolda NTT Irjen Polisi Raja Erizman kepada wartawan, Kamis (28/3/2019).

Sebelumnya Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur, Nandang Prihadi mengatakan pihaknya telah mengambil sample darah komodo sitaan tersebut untuk diuji ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Tujuannya untuk memastikan jenis dan asal komodo tersebut.

“Dengan begitu, akan diketahui apakah dari Flores utara, Flores barat, atau taman nasional. LIPI memiliki peta DNA komodo,” katanya.

baca juga :  Satwa Rumahan, Komodo Tidak Ingin Hidup Selain di Indonesia

 

Seekor komodo di Pulau Komodo, Flores, NTT. Foto : Jeremy Hence/Mongabay Indonesia

 

Terkait dengan asal komodo sitaan tersebut, Gubernur Nusa Tenggara Timur ( NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat pada Januari 2019 lalu, pernah mewacanakan untuk melakukan penutupan Taman Nasional Komodo (TNK).

Penutupan TNK bertujuan untuk memulihkan populasi rusa yang merupakan mangsa komodo. Jumlah rusa disinyalir menurun karena marak dicuri dari kawasan TNK. Dirinya pun meminta agar pengelolaan TNK diberikan kepada pemerintah provinsi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kami mengharapkan dengan kejadian tertangkapnya sindikat penjualan komodo ini, pemerintah pusat akan melimpahkan kewenangan pengelolaan TNK kepada pemerintah provinsi. Pemerintah provinsi pun bisa mengelolanya dengan baik,” sebut Viktor kepada wartawan di Kupang, Kamis (28/3/2019).

Aksi pencurian komodo di kawasan TNK, tegas Viktor, bisa terjadi akibat lemahnya pengawasan serta pengamanan dari pihak TNK. Rentang kendali pengawasanya pun jauh karena berada di KLHK di Jakarta.

Selain itu, anggaran dan sumber daya manusianya sangat terbatas. Bila Pemprov NTT diberikan kewenangan pengelolaan, maka pihaknya akan menganggarkan dana yang mencukupi dan menyiapkan sumber daya manusia yang terbaik untuk melakukan pengawasan.

perlu dibaca :  Gubernur NTT Wacanakan Penutupan TN Komodo, Ada Apa?

 

Rusa yang banyak berkeliaran di sekitar pintu masuk Pulau Komodo di lokasi Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Langkah Konservasi

Wakil gubernur NTT Josef Nae Soi saat dihubungi Mongabay Indonesia mengatakan terbongkarnya penjualan komodo tersebut menguatkan permintaan Pemprov NTT dan diharapkan didukung masyarakat untuk mengelola TNK dan konservasi satwa dilindungi itu.

Pihaknya juga telah meminta Polda NTT untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk mengetahui pelakunya dan sudah berapa lama praktek penyelundupan komodo dilakukan.

“Pemerintah provinsi akan melakukan pengetatan penjagaan di pantai di tempat-tempat yang bisa didarati perahu atau kapal. Kita juga akan mencari tahu apakah komodo tersebut diselundupkan dari TNK atau wilayah lainnya di Flores seperti di Manggarai Timur dan Ngada,” tegasnya.

Pada 1 Januari 2020 nanti, jelas Josef, akan dilakukan penutupan sementara TNK untuk dilakukan konservasi, termasuk pendataan populasi jumlah komodo. Juga pembenahan infrastruktur pendukung wisata termasuk tempat wisata lainnya yang ada komodo

Rencana penutupan dan konservasi TNK itu, lanjut Josef, sudah dikoordinasikan dengan pihak KLHK. Dan menunggu keputusan Menteri LHK yang sedang menelaah kesesuaian dengan peraturan dan kebijakan pemerintah pusat dan peraturan yang ada apakah pengelolaan TNK bisa sepenuhnya diserahkan ke Pemprov NTT atau dikelola bersama dengan KLHK.

perlu dibaca :  Buka atau Tutup? Nasib Pulau Komodo Putus Juli 2019

 

Kapal pesiar yang sedang lego jangkar dalam kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Flores, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Berdayakan Masyarakat Lokal

Direktur WALHI NTT Umbu Wulang Paranggi kepada Mongabay Indonesia Sabtu (30/3/2019) prihatin dengan terbongkarnya perdagangan komodo, padahal sebelumnya telah diingatkan tentang lemahnya pengamanan di wilayah TNK dan terbukti adanya penyelundupan satwa dilindungi tersebut.

Selain minimnya keterlibatan masyarakat, lemahnya pengamanan di TNK karena tidak menggunakan teknologi untuk perlindungan satwa komodo.

“Kita tahu bahwa kawasan-kawasan satwa langka di dunia dan hutan tropis yang banyak terdapat binatang endemik sudah dilengkapi kamera pengintai. Ini justru komodo yang sangat langka tidak ada teknologi yang memastikan lalu lintas komodo bisa dikontrol,” katanya.

WALHI NTT melihat masyarakat di pulau-pulau di kawasan TNK baik nelayan dan pengusaha wisata tidak dilibatkan dalam proses pengamanan lalu lintas komodo.

Selain itu, hilangnya tatanan kearifan lokal dalam hukum adat di sekitar kawasan TNK karena tidak diakomodir dalam produk hukum baru yang tidak mengakar di masyarakat.

“Selama ini juga penegakan hukumnya lemah. Kita tahu berapa kali pencurian rusa dan mata rantai makanan komodo serta serta burung endemik di kawasan TNK setelah ditangkap tidak ada kabarnya lagi. Tidak dipublikasikan apa konsekuensi hukum yang diterima pelaku,” sesalnya. Hal itu tentu tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku.

baca juga :  KLHK: Pengembangan Wisata Komodo Berprinsip Konservasi dan Libatkan Masyarakat, Benarkah?

 

Gugusan kepulauan di Taman Nasional Komodo (TNK) yang dilintasi berbagai kapal pesiar dan kapal nelayan tanpa ada pengawasan secara ketat dan diatur lalu lintasnya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kelola Bersama

Walhi NTT menilai rencana pengambilalihan pengelolaan TNK oleh Pemprov NTT bukan jalan keluar yang baik, karena Gubernur dengan masa jabatan 5 tahun bisa berganti, sedangkan tugas dan penganggaran kementerian KLHK sudah jelas.

Sisi lain, Umbu Wulang mempertanyakan anggaran pengelolaan TNK bila dikelola Pemprov NTT karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT sangat kecil. Lebih baik anggaran Pemprov NTT dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga di sekitar TNK.

“Kami menduga warga-warga miskin di pulau di TNK diperalat cukong-cukong untuk mencuri komodo. Sehingga pemberdayaan ekonomi warga di sekitar TNK sangat penting,” pintanya.

Umbu menyarankan agar keterlibatan Pemprov NTT dan pemerintah kabupaten mengelola TNK dengan cara menyediakan ahli-ahli konservasi komodo. Sedangkan pengelolaan pariwisata kawasan TNK bisa dibicarakan lebih lanjut.

Umbu juga menyinggung wacana bupati Manggarai Barat untuk menghidupkan kembali kearifan lokal dan hukum-hukum adat masyarakat lokal di sekitar TNK.

Selain itu, Pemkab Manggarai Barat juga perlu meningkatkan kapasitas masyarakat mengenai pengelolaan TNK.“Belajar soal ekosistem sabana, soal hewan endemik, soal komodo, teknik lingkungan, peternakan, pengelolaan air dan lainnya. Ini ibarat kita ingin menjadi provinsi (penghasil) ternak, tapi sarjana peternakan kita sangat minim. Ini yang perlu jadi refleksi pemerintah,” pungkasnya.

***

Keterangan foto utama : Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version