Mongabay.co.id

SKPT Rote Ndao, Pengawal Potensi Kelautan dan Perikanan di Selatan Indonesia

 

Pemasaran produk hasil perikanan dan kelautan yang ada di wilayah Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur sebentar lagi akan semakin mudah dilakukan. Karena segera beroperasinya sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) Rote Ndao yang saat ini sedang dibangun. Pusat bisnis tersebut direncanakan akan mulai melayani transaksi bisnis sektor perikanan dan kelautan paling lambat pada 2019 ini.

Janji tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto di Jakarta, pekan ini. Menurut dia, SKPT Rote Ndao menjadi salah satu proyek strategis yang pembangunannya dikendalikan langsung di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Kehadirannya, diyakini akan menaikkan ekonomi masyarakat di Rote Ndao dan sekitarnya.

Sebagai pusat industri yang fokus pada transaksi bisnis perikanan dan kelautan, Slamet menyebut kalau SKPT Rote Ndao dilengkapi dengan berbagai peralatan yang canggih dengan teknologi terkini. Di antaranya, adalah air blast freezer (ABF), yaitu alat berteknologi canggih yang bisa melakukan proses pembekuan cepat di kisaran 7-8 jam untuk ikan.

Dengan ABF, Slamet memastikan bahwa ikan yang baru masuk SKPT bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama dengan tetap mempertahankan rasa, aroma, warna, dan kesegarannya. Kemudian, alat canggih lainnya yang dipastikan ada di SKPT Rote Ndao, adalah ice flake machine(IFM), yaitu alat pembuat es batu yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan.

“Untuk ABF, itu ada dua unit dengan kapasitas tiga ton. Sementara, IFM itu ada satu unit dengan kapasitas sepuluh ton. Semuanya, ada di SKPT Rote Ndao yang di dalamnya mencakup Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) Tulendale,” tuturnya.

Selain dua fasilitas itu, lanjut Slamet, KKP juga fokus menyediakan sarana dan prasarana lain yang penting dan dibutuhkan para nelayan dan industri kelautan dan perikanan. Sehingga segala kebutuhan untuk perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan industri pengolahan bisa tersedia di SKPT Rote Ndao.

baca :  Mengapa Komitmen Pemerintah untuk Membangun SKPT di Pulau Terluar Terus Turun?

 

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengunjungi pembangunan sentra kelautan dan perikanan (SKPT) Rote Ndao, NTT, pada pertengahan Maret 2019. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Minim Fasilitas

Slamet menargetkan, semua fasilitas yang dibutuhkan itu, harus sudah tersedia saat SKPT Rote Ndao dioperasikan pada tahun 2019. Namun, dia tidak mau mengungkap, kapan SKPT yang menjadi beranda terdepan di wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Laut Sawu, Laut Timor, dan Samudera Hindia itu selesai pembangunannya dan beroperasi.

Meski belum bisa dipastikan operasionalnya, Slamet menegaskan kalau kehadiran SKPT Rote Ndao akan menjadi bagian dari siklus bisnis perikanan di kawasan Timur Indonesia. Kehadiran SKPT tersebut, juga menjadi awal untuk Kabupaten Rote Ndao mengeksplorasi semua potensi kelautan dan perikanan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

“Bisa memberikan multiplier effect bagi pergerakan ekonomi lokal,” jelasnya.

Lebih spesifik, Slamet mengungkapkan bahwa kehadiran SKPT Rote Ndao juga memiliki nilai strategis penting untuk Negara. Selain menjadi wilayah terdepan Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI) karena letak geografisnya, SKPT Rote Ndao juga sejak lama menjadi pusat sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah NTT dan sekitarnya.

Kedua faktor di atas tersebut juga, menurut Slamet, menjadi pemandu bagi KKP untuk membangun SKPT di Rote Ndao. Selain tentu saja, Pemerintah Indonesia ingin memastikan segala potensi sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah tersebut bisa disalurkan dengan baik melalui pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis sumber daya lokal di kawasan perbatasan Negara.

Agar kehadiran SKPT Rote Ndao bisa bersaing dengan pusat industri lain di Indonesia, Slamet menuturkan KKP menerapkan kebijakan SKPT untuk Rote Ndao dengan fokus pada pengembangan bisnis berbasis komoditas unggulan daerah. Fokus tersebut, harus dilakukan karena Rote Ndao sudah memiliki kekuatan melalui potensi berbasis sumber daya kelautan dan perikanan.

“Tinggal kita fasilitasi agar siklus bisnis berjalan efektif. Dengan sarana, prasarana dan fasilitas yang KKP bangun ini, saya optimis Rote bisa jadi pusat ekonomi baru di ujung selatan. Dan tentunya bisa jadi penghela bagi daerah lain di sekitarnya,” harapnya.

baca juga :  Sudah Dua Tahun, Kenapa Pembangunan SKPT Berjalan Sangat Lamban?

 

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengunjungi pembangunan sentra kelautan dan perikanan (SKPT) Rote Ndao, NTT, pada pertengahan Maret 2019. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Untuk itu, Slamet menambahkan, dengan kehadiran dua fasilitas ABF dan IFM, Rote Ndao akan menjadi bagian dari rantai dingin bisnis perikanan, khususnya hasil budidaya. Dengan demikian, semua produk yang bersumber dari budidaya, bisa tetap bertahan dengan kualitas yang baik dan itu berkat dua fasilitas berteknologi tinggi tersebut.

“Selama proses pengumpulan, pengolahan dan distribusi komoditas hingga tangan konsumen tetap terjaga dengan baik dan berkualitas,” sebutnya.

Selain perikanan budidaya, Slamet menegaskan, kehadiran SKPT Rote Ndao juga menjadi tempat memasarkan hasil perikanan tangkap dan hasil pengolahannya. Untuk perikanan tangkap misalnya, produk bisa tersalurkan dengan dukungan ABF dan IFM yang menjaga kestabilan kualitas dan rasa.

menarik dibaca :  SKPT Sumba Timur, Pusat Ekonomi Baru di Kawasan Terluar NTT

 

Jaga Potensi

Pembangunan ABF dan IFM sendiri, menurut Slamet, memang menjadi prioritas di SKPT Rote Ndao, karena selama ini pemasaran produk kelautan dan perikanan selalu terkendala fasilitas, sarana, dan prasarana penunjang. Untuk hasil dari tangkap contohnya, selama ini jumlah kapal perikanan masih minim, dan pabrik es serta fasilitas pendukung lain juga tidak ada.

“Oleh karenanya, kita bangun semua sarana prasarana yang dibutuhkan agar produktivitas dan nilai tambahnya naik signifikan dan nelayan bisa dapat penghasilan optimal. Sama halnya dengan wilayah kepulauan lainnya, Rote Ndao juga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar,” tegasnya.

Untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap, Slamet menuturkan pada 2016 KKP memberikan bantuan kapal penangkap ikan ukuran 5 GT sebanyak 45 unit dan 10 GT sebanyak 10 unit. Kemudian, pada 2018 dukungan berupa kapal 3 GT sebanyak 30 unit juga diberikan untuk masyarakat Rote Ndao.

baca juga :  Begini Komitmen Flores Timur NTT Memerangi Ilegal Fishing

 

Ikan hasil tangkapan nelayan kapal purse seine atau Lampara yang dijual pedagang di TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Gubernur NTT Viktor Laiskodat pada kesempatan terpisah menyatakan, kehadiran SKPT Rote Ndao akan menjadi magnet baru bagi perekonomian di wilayahnya, khususnya Rote Ndao. Melalui SKPT, keinginan para pelaku usaha untuk bisa mengekspor produk kelautan dan perikanan secara langsung dari wilayah tersebut, diharapkan bisa terwujud.

Sementara, Bupati Rote Ndao Paulina Haning Bullu berbahagia karena wilayahnya menjadi salah satu yang terpilih untuk dibangun SKPT. Kehadiran pusat bisnis tersebut diharapkan bisa mendongkrak perekonomian di Rote Ndao dan memajukan ekonomi masyarakatnya. Harapan itu, menjadi gambaran betapa masyarakat perbatasan Negara sudah lama menantikan pembangunan seperti SKPT.

“Kami berkomitmen untuk memfasilitasi agar SKPT ini benar benar mampu menumbuh kembangkan siklus bisnis yang efektif. Tentunya dengan berupaya menjalin kemitraan dan menarik investasi di sektor perikanan,” tegasnya.

Diketahui, perairan Rote Ndao masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573 yang menyimpan potensi perikanan tangkap hingga 3,19 juta ton per tahun. Begitupun dengan budidaya, sejak lama Rote terkenal dengan kawasan penghasil rumput laut dengan kualitas terbaik dengan produksi rerata rumput laut kering selama periode 2014 – 2018 sebesar 16.693,4 ton per tahun.

 

Exit mobile version