Mongabay.co.id

Janji Plt Gubernur Aceh pada Masyarakat: Akan Gugat Izin Tambang PT. EMM

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, di hadapan ribuan mahasiswa yang berunjuk rasa keberadaan perusahaan tambang emas PT. EMM, menegaskan akan menggugat perusahaan tersebut sebagai bentuk pembelaan hak rakyat Aceh.

Nova mengatakan, Pemerintah Aceh pada 2018 telah mengirim surat ke Balai Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] guna meminta penjelasan bagaimana izin PT. EMM keluar. 

“BKPM menjawab, semua perizinan yang dikeluarkan sah menurut aturan yang berlaku,” ujar Nova, Kamis [11/4/2019]. 

Sebagai bentuk komitmen, Nova menandatangani petisi yang disampaikan mahasiswa dengan empat poin penting.

Pertama, saya Plt. Gubernur Aceh siap melaksanakan gugatan melalui pemerintah Aceh sebagai bentuk mempertahankan kekhususan Aceh dan membela rakyat Aceh. Kedua, saya Plt. Gubernur Aceh siap menerbitkan rekomendasi pencabutan izin PT. Emas Mineral Murni [EMM].

Ketiga, mengutuk tindakan pemerintah pusat yang tidak menghargai kekhususan Aceh yang dihasilkan dari butir-butir perdamaian antara Aceh dan Indonesia. Keempat, saya Plt. Gubernur Aceh siap membuka dan mengecam dalang di balik berdirinya PT. EMM di Aceh.

“Demikian pernyataan ini dengan penuh kesadaran dan juga merupakan kehendak masyarakat Aceh. Apabila pernyataan ini saya khianati, saya siap turun dari jabatan,”  isi petisi yang ditandatangani Nova.

Baca: KLHK: PT. EMM, Perusahaan Tambang Emas di Beutong, Tidak Memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan 

Hutan Beutong yang alami ini akan hancur bila perusahaan tambang emas masuk. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Unjuk rasa penolakan PT. EMM berlangsung pada 9-11 April 2019. Masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, berdemo di lokasi rencana pertambangan, sementera ribuan mahasiwa dari berbagai perguruan tinggi berkumpul di Kantor Gubernur Aceh.

Mutawali, koordinator mahasiswa mengatakan, sikap Plt. Gubernur Aceh sudah sangat dinanti. Kami menilai pemerintah pusat telah melangkahi kewenangan Pemerintah Aceh, sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang kehutanan, serta Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2013 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batubara.

“Yang harus dilakukan saat ini adalah menggugat pemerintah pusat agar izin tersebut dibatalkan,” terangnya.

Pemerintah Aceh harus menolak izin PT. EMM, karena tidak ada pertambangan emas yang menyejahterakan masyarakat. Semuanya mengancam kehidupan, merusak utan dan alam, serta masalah limbah yang menakutkan. 

“DPR Aceh telah mengeluarkan rekomendasi penolakan perusahaan ini, saatnya Plt. Gubernur juga bersikap,” lanjut Mutawali.

Kami sangat setuju dengan penolakan pertambangan emas. Keuntungannya hanya dinikmati segelintir orang, dan itu dari luar Aceh, sementara masyarakat yang merasakan penderitaan,” ujar Munira, masyarakat yang mengantar logistik untuk mahasiswa. 

Baca: Pemerintah Aceh Belum Bersikap Terhadap Tambang Emas di Beutong, Ada Rahasia?

Merusak hutan sama saja dengan menghancurkan kehidupan makhluk hidup di Bumi, tak terkecuali manusia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

PTUN tolak gugatan

Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Jakarta, pada 11 April 2019, menolak gugatan Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor: 66/I/IUP/PMA/2007 tentang Persetujuan Penyesuaian dan Peningkatan Tahap Izin Usaha Pertambangan [IUP] Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Mineral Logam, dalam Rangka Penanaman Modal Asing [PMA] untuk Komoditas Emas PT. Emas Mineral Murni [PT. EMM], tanggal 19 April 2017. 

Majelis Hakim PTUN Jakarta yang diketuai M. Arief Pratomo menyatakan, PTUN Jakarta tidak memiliki kewenangan memutuskan perkara izin tambang PT. EMM. Gugatan Wahana Lingkungan Hidup [Walhi] Aceh dianggap prematur karena tidak didahului upaya penyelesaian di luar pengadilan. 

“Gugatan para penggugat tidak bisa diterima dan membebankan para penggugat membayar biaya perkara sebesar 351 Rupiah,” terang Arief.  

Menanggapi putusan, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur mengatakan, hasil ini melukai rasa keadilan masyarakat yang terancam karena pertambangan emas. “Pemerintah terkesan membiarkan korporasi melanggar hukum, merusak lingkungan, dan mengorbankan hak-hak masyarakat.” 

Muhammad Nur mengatakan, selama persidangan Walhi bersama masyarakat telah mengajukan sekitar 60 alat bukti yang menguatkan pencabutan izin PT. EMM.

Majelis juga menyatakan, PT. EMM sudah memiliki Izin Lingkungan yang diterbitkan Bupati Nagan Raya sehingga SK BKPM tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi telah memenuhi ketentuan Pasal 93 ayat [1] huruf c. Sehingga, alasan ini digunakan hakim bahwa PTUN tidak berwenang dan menolak gugatan.

“Menurut kami, ada persoalan hukum yang tidak diungkap. Apakah PT. EMM memiliki izin lingkungan di Kabupaten Aceh Tengah maupun Pemerintah Aceh. Padahal, wilayah pertambangan berada di dua Kabupaten, Nagan Raya dan Aceh Tengah,” ujarnya.

Baca: Tidak Ada Tempat untuk Perusahaan Tambang Emas di Beutong!

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Warga Beutong usir pekerja perusahaan

Di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang atau di areal pertambangan PT. EMM, pada 11 April 2019, masyarakat dari sejumlah desa mengusir paksa dan menghentikan semua kegiatan perusahaan tambang emas. 

Pengusiran paksa dilakukan masyarakat setelah mereka mengetahui gugatan masyarakat bersama Walhi ke PTUN Jakarta ditolak. Pernyataan tertulis yang ditandatangani Humas PT. EMM, Dwiyanto beredar luas di media sosial. 

Isinya adalah,” “Kami yang bertanda tangan atas nama PT. EMM tidak akan kembali lagi. Dan kami PT. EMM akan keluar dari Beutong Ateuh, karena Izin dari Menteri ESDM tahun 2017 lokasi izin PT. EMM di Kecamatan Beutong bukan di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Kami, pihak PT. EMM akan menghentikan dan tidak akan kembali lagi. Dalam waktu 24 jam, camp akan kami bongkar juga semua karyawan tidak boleh ada dilokasi,” jelasnya. 

Namun, Dwiyanto seperti dilansir dari Antara menegaskan, dia bersama sejumlah karyawan perusahaan, mengaku diintimidasi sekelompok massa guna menandatangani petisi yang dibuat warga di atas selembar kertas dibubuhi materai. 

“Saya menandatangani petisi dalam keadaan terancam. Itu bukan saya yang buat, tapi disodorkan warga dan dipaksa menandatangani dengan harapan massa tidak marah dan menghindari hal-hal tidak diinginkan terjadi,” jelasnya.

Baca juga: Tegas! Masyarakat Beutong Tolak Perusahaan Tambang Emas

Ribuan massa berunjuk rasa menolak hadirnya PT. EMM di Banda Aceh, Aceh, pada 9-11 April 2019. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Sebagai informasi, pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM] telah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi melalui Surat Keterangan Nomor: 66/1/IUP/PMA/2017 pada 19 Desember 2017 untuk PT. Emas Mineral Murni [EMM]. Lahan yang digarap mencapai 10 ribu hektar, sekitar 6.000 hektar berada di hutan lindung, termasuk Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan Kawasan Strategis Nasional.

Perusahaan penanaman modal asing [PMA] ini akan menambang emas di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, dan Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah.

Asiamet Resources Limited, dalam situsnya pada 25 Juni 2018 menjelaskan, telah meningkatkan kepemilikan tidak langsungnya atas PT. EMM yang menggarap proyek Beutong tersebut dari 40% menjadi 80%. Perusahaan asal Australia ini menyatakan nilai transaksi untuk meningkatkan kepemilikan sebesar A$4.375 juta. Adapun sisa 20% saham EMM dimiliki PT. Media Mining Resource [MMR].

Perusahaan ini juga menjelaskan, sumber daya di Beutong mencapai 2,4 juta ton tembaga, 2,1 juta ons emas, dan 20,6 juta ons perak. Selain itu terkandung cadangan molibdenum berkualitas tinggi.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, berjanji akan menggugat PT. EMM sebagai bentuk pembelaan untuk masyarakat Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kehadiran PT. EMM memang sudah ditolak tegas masyarakat. Pada 10 September 2018, masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, secara tegas menolak rencana pembukaan tambang emas skala besar di daerah mereka. Masyarakat yang berasal dari Desa Babah Suak, Kuta Tengoh, Blang Puuk, dan Blang Meurandeh, khawatir, kehadiran perusahaan akan menimbulkan bencana dan mengancam keselamatan warga.

Pada 2 Oktober 2018, giliran mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Aceh Tengah, Himpunan Mahasiswa Pelajar Bener Meriah dan Persatuan Mahasiswa Aceh Tengah-Bener Meriah yang berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh [DPRA]. Mereka juga menolak beroperasinya perusahaan tambang emas itu.

Pada 10 Desember 2018, unjuk rasa tolak PT. EMM kembali dilakukan kktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusi [HAM] bersama mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Banda Aceh. Mereka mendesak Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menolak kehadiran PT. Emas Mineral Murni [EMM].

Exit mobile version