Mongabay.co.id

Menjaga Hiu Lanjaman dari Ancaman Kepunahan

 

Upaya perlindungan pada spesies hiu semakin gencar dilakukan Indonesia dalam beberapa tahun ini. Langkah itu harus dilakukan, karena hiu menjadi kelompok spesis paling terancam di dunia. Menurut daftar International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dari semua populasi hiu yang ada di seluruh dunia, sebanyak 31 persen terancam dalam kepunahan.

Bentuk upaya perlindungan yang dilakukan Indonesia, di antaranya adalah dengan menerbitkan dokumen Non-Detriment Finding (NDF), yaitu dokumen yang berisikan rekomendasi Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait pembatasan perburuan hiu, salah satunya adalah Hiu Lanjaman atau hiu kejen di perairan Indonesia.

LIPI sendiri berperan sebagai pemegang otoritas keilmuan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Kepala LIPI Dirhamsyah di Jakarta, pekan lalu mengatakan, sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia pada 2015 ditasbihkan oleh lembaga pangan dunia PBB (FAO) sebagai salah satu negara dengan tingkat eksploitasi hiu tertinggi di dunia. Selain itu, produksi hiu di Indonesia juga ikut menyumbang untuk produksi dunia hingga mencapai 13 persen.

“Salah satu hiu yang terancam punah adalah Hiu Lanjaman (Carcharhinus falciformis),” ungkapnya.

baca : Hiu Ditemukan Pasca Banjir di Sentani, Apakah Hiu Langka Air Tawar?

 

hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), salah satu jenis hiu yang terancam kepunahan. Foto : wikipedia

 

Agar ancaman itu tidak menjadi nyata, LIPI menerbitkan dokumen NDF untuk Hiu Lanjaman yang akan menjadi acuan ilmiah pengelolaan dan pemanfataan secara berkelanjutan spesies hiu di Indonesia. Dokumen NDF tersebut, sekaligus juga menjadi yang pertama untuk hiu yang dibuat dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia.

Dirhamsyah menjelaskan, dibuatnya dokumen NDF hiu lanjaman, tidak lain karena CITES telah memasukkan 12 spesies hiu dengan status Appendix II. Status tersebut menjelaskan bahwa hiu adalah spesies tidak segera terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar perlindungan dan perdagangannya terus berlanjut.

 

Akan Terancam Punah

Dengan status Apendix II, menurut Dirhamsyah, potensi untuk punah masih tetap akan ada jika eksploitasi terus dilakukan tanpa henti. Apalagi, perairan Indonesia hingga saat ini diketahui ada sembilan dari 12 spesies yang masuk status tersebut, termasuk hiu lanjaman di dalamnya. Jika itu tidak dilakukan upaya perlindungan, bukan tidak mungkin, status di CITES akan naik level lagi menjadi terancam punah.

“Dari data Statistik Perikanan tahun 2015, 60 persen total produksi hiu di Indonesia adalah kelompok Hiu Lanjaman seluruh famili Carcharhinidae dan 54 persen diantaranya merupakan Hiu Lanjaman jenis Carcharhinus falciformis,” tuturnya.

Melalui dokumen NDF yang diterbitkan, Dirhamsyah menyebutkan, LIPI merekomendasikan kuota tangkap hingga 80 ribu pada 2019 dengan minimun ukuran panjang tubuh Hiu Lanjaman mencapai dua meter atau dengan berat minimun 50 kilogram. Ketentuan tersebut, diharapkan bisa tetap menjaga populasi hiu lanjaman di perairan Indonesia.

“Dengan syarat, melakukan pembatasan jumlah tangkap melalui sistem kuota dan mengatur ukuran Hiu Lanjaman yang boleh dimanfaatkan,” tegasnya.

baca juga : Diantara Pasar dan Jaminan Kebijakan: Mencermati Ancaman Eksistensi Hiu dan Pari di Indonesia

 

hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis). Foto : iucnredlist.org

 

Status Hiu Lanjaman sendiri mulai masuk dalam kelompok Appendix II CITES sejak 2016 dan berlaku mulai 2017. Hiu Lanjaman, menjadi satu dari sembilan spesies hiu dari Indonesia yang masuk dalam kelompok Appendix II dan menjadi bagian dari total 117 jenis hiu yang ada di perairan Indonesia. Semua jenis tersebut menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia.

Tentang dokumen NDF sendiri, Dirhamsyan menjelaskan, itu adalah bentuk analisa resiko pemanfaatan hiu yang terdaftar dalam Apendix II CITES didasarkan pada aspek biologi, perikanan, pemanfaatan, dan pengelolaan hiu lanjaman untuk saat ini. Selain analisa resiko pemanfaatan, di dalam dokumen NDF juga diungkap rekomendasi tentang perbaikan pencatatan produksi dan pemanfaatan hiu lanjaman, perlindungan habitat seperti lokasi memijah, melahirkan, dan pengasuhan anakan.

“Selain itu, juga penghentian praktik pengambilan sirip hiu dan membuang sisa tubuhanya, baik dalam keadaan hidup atau mati ke laut. Itu ada dalam dokumen NDF yang sudah diterbitkan,” paparnya.

Kehadiran dokumen NDF, diharapkan bisa mengembalikan populasi hiu lanjaman yang ada di perairan Indonesia. Hewan bertulang lunak tersebut, sangat dibutuhkan untuk menjaga ekosistem laut tetap sehat. Predator puncak di laut itu, memang biasa memangsa ikan lemah dan sakit, serta memakan ikan pemakan karang yang jumlahnya cukup banyak.

Diketahui, sejak 2018 LIPI bekerjasama dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) melalui program USAID BIJAK dan telah mengembangkan metodologi penelitian dan protokol untuk menentukan tingkat pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap spesies yang terancam. Untuk itu, dengan proses pembuatan dokumen NDF hiu lanjaman, diharapkan menjadi contoh bagi pengembangan dokumen NDF lainnya.

“Dan dapat meningkatkan perlindungan spesies hiu dan pari lainnya yang terancam punah,” pungkas Dirhamsyah.

menarik dibaca : Diambil Siripnya, Perburuan Hiu Belum Mengisyaratkan Berakhir

 

Dua orang buruh angkut membawa hiu dari kapal ke tempat lelang. Latar belakang tampak poster jenis hiu dan pari yang dilarang ditangkap dan diperdagangkan. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Pengendali Ekosistem

Pernyataan Dirhamsyah tersebut sangat beralasan. Mengingat, kalau hiu di laut terus menurun populasinya, maka ikan yang sudah lemah dan berpenyakit akan menularkan penyakitnya tersebut ke biota laut lainnya. Selain itu, di saat yang sama, jumlah populasi ikan pemakan karang juga akan semakin tak terkontrol lagi dan itu akan mengancam keberadaan hewan karang yang mendiami ekosistem terumbu karang.

Diketahui, Pemerintah menerbitkanan dokumen NDF untuk Hiu Lanjaman, karena Indonesia adalah salah satu negara anggota CITES dan berkewajiban untuk mengimplementasikan pengelolaan satwa yang masuk ke dalam daftar Appendix II CITES ke dalam kebijakan dalam negeri. Untuk itu, maka pemanfaatan Hiu Lanjaman di Indonesia juga harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh CITES.

Baik LIPI, KKP, maupun USAID sepakat, kebijakan tersebut sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa Hiu Lanjaman dimanfaatkan secara legal, berkelanjutan dan tertelusur. Adapun, beberapa langkah pengelolaan Hiu Lanjaman tertuang dalam dokumen NDF dengan mengikuti kriteria-kriteria yang telah ditetapkan CITES.

Salah satu implementasi pengelolaan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu pembatasan penangkapan atau pengambilan jenis Hiu Lanjaman dari alam dalam bentuk kuota pengambilan atau penangkapan. Definisi dari kuota penangkapan adalah batas jumlah maksimum jenis ikan yang dapat diambil dari alam selama 1 (satu) tahun mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember pada tahun yang sama.

Defisini tersebut diatur dalam SK Menteri Kehutanan No.447/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar; Permen KP No.61/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum dalam Apendiks CITES. Kuota tersebut ditetapkan oleh Menteri untuk setiap provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Otoritas Keilmuan, LIPI.

baca juga : Perdagangan Hiu Marak di TPI Brondong, Berikut Foto-fotonya

 

Petugas di lelang mengukur panjang sirip hiu. 1 kg sirip hiu bisa dijual dengan harga Rp 2.5 juta. Sebagian besar dikirim ke Surabaya. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Wakil Direktur USAID Kantor Lingkungan Hidup Jason Seuc mengatakan, populasi hiu yang terus menurun harus mendapat perhatian dari warga dunia. Untuk itu, upaya yang dilakukan Indonesia dengan menerbitkan dokumen NDF hiu lanjaman, patut untuk mendapatkan apresiasi publik.

“Kuota perdagangan berbasis sains ini untuk memastikan keberlangsungan hidup populasi hiu lanjaman di Indonesia (tetap) terjaga. Kami berharap kebijakan NDF untuk hiu lanjaman dapat meningkatkan kesadaran dan upaya-upaya konservasi, mengurangi perdagangan ilegal satwa liar, dan memulihkan populasi spesies ini secara alami,” ungkapnya.

 

Exit mobile version