Mongabay.co.id

Jejak Abrasi di Kuta, Hilangnya Bekas Pelabuhan di Pantai Jerman

 

Senja memberi anugerah bagi warga dan turis di Kuta. Kaki langit memendar jingga, merah menentramkan mata dan jiwa.

Anak muda berkumpul di gundukan batu krib untuk memecah ombak. Mengangkat ponsel dan mengarahkan kamera depannya ke arah matahari yang akan tergenlincir di horison. Siluet-siluet beragam gaya manusia yang memamerkan jejak mentari hari ini.

Inilah Pantai Jerman, demikian yang lebih dikenal warga. Dibanding nama Pantai Segara atau pantai Pasih Perahu. Pantai yang masih dalam satu garis pantai dengan Kedonganan, Jimbaran, di sebelah Selatan dan Kuta, Legian, sampai Seminyak di sebelah Utara. Ini adalah bekas pelabuhan Kuta di masa kolonial dan perumahan warga Jerman saat pembangunan bandara Ngurah Rai. Namun kehilangan jejaknya karena abrasi.

baca : Bugar Jiwa Raga di Pantai Sanur

 

Aktivitas perluasan bandara dari Pantai Jerman. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Ganasnya ombak sisi selatan Samudera Hindia sudah beberapa kali menerjang pesisir-pesisir padat kunjungan turis sejumlah pantai di sini. Beberapa kali ada proyek revitalisasi dengan membuat krib atau menambah pasir.

Dua anak laki-laki berlomba membuat kolam dengan mengeruk pasir. Kedua bocah menggunakan tangannya mengeruk sebanyak mungkin pasir, sehingga air laut menggenangi kolam buatan mereka. Hanya cukup untuk merendam sepertiga tubuh. Mereka tertawa senang dengan hasil karya yang bisa dinikmati sambil menjemur tubuh dengan mentari senja.

Di sisi lain, sekelompok warga berpakaian adat tengah sembahyang. Menghaturkan sesajen, menancapkan dupa lalu menangkupkan tangan di atas kepala. Memohon keselamatan dari Sang Baruna. Lalu memercikkan tirta ke tangan untuk diminum, kemudian dipercikkan ke atas kepala tiga kali.

Usai sembahyang, mereka duduk bersila di atas pasir menikmati siluet senja. Berbaur bersama ratusan orang lain yang sedang makan jagung bakar, mandi, dan lainnya. Di bagian belakang pantai, warung makan berderet menjajakan aneka menu berat dan ringan. Ikan bakar, nasi goreng, gado-gado, dan lainnya. Sekelompok turis menikmati bir dan minuman berteman cemilan.

Dibanding Pantai Kuta, tetangganya, pantai ini lebih riuh aktivitas. Terutama di samping landasan bandara. Nelayan dan perahunya masih banyak, ditambah pemandangan pesawat turun naik di landasan pacu dan bandara Ngurah Rai yang sedang diperluas.

Nelayan yang menyebar jala juga masih beraktivitas di perairan dangkal. Menunggu beberapa belas menit, kurang dari 10 ekor ikan kecil-kecil ukuran beberapa jari tangan dikumpulkan. Untuk memenuhi hobi bukan menargetkan hasilnya.

menarik dibaca : Jejak Nyuh, Pohon Kehidupan di Pesisir Bali Timur

 

Pengunjung yang santai maupun sembahyang saat senja hari. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Sejarah Pantai Jerman

Sejumlah referensi memuat potongan sejarah pantai ini. Kuta mulai dikenal ketika pada 1336 M ketika Gajah Mada dan pasukannya dari Majapahit mendarat di selatan Bali, yang kini disebut Tuban. Demikian kutipan buku sejarah resmi dari Pemerintah Kelurahan Kuta.

Pada abad ke-19, Mads Lange seorang syahbandar asal Denmark juga disebut menetap dan mendirikan markas dagang di sana. Selama tinggal di Bali, ia menjadi perantara raja-raja di Bali dan belanda. Mads Lange meninggal dan kuburannya diyakini terletak di sebelah konco di pinggir sungai masih, di kawasan Kuta.

Ada juga Pierre Dubois, seorang Perancis yang bekerja di kantor dagang Belanda di Kuta pada tahun 1828-1831 (Nordholt 1981: 22), ketika melihat persaingan bisnis di Bali pada abad ke-19 yang ketat antara pedagang Bugis, Arab, India, Eropa dan tentu saja Cina. Dulunya, pantai ini merupakan pelabuhan Kuta, para pedagang dari luar Bali berlabuh dengan membawa barang dagangan untuk bertransaksi.

Sebuah miniatur perahu di pura dibangun sebagai simbol perahu yang terdampar pada masa kolonial, sekitar abad 18. Saat itu Kuta menjadi salah satu pusat perdagangan di Bali selatan. Kapal perdagangan ada yang pernah terdampar. Di lokasi di mana perahu itu terdampar, terdampar sumber air tawar. Padahal lokasinya persis di pantai. Sekitar 2002, warga setempat membangun lokasi itu dengan miniatur perahu sebagai bentuk penghormatan pada para saudagar yang terdampar. Ada patung naga yang dikenal sebagai penjaga baruna di dalamnya.

Made Budi, mantan prajuru desa adat Kuta mengatakan kalau warga Jerman tersebut tinggal di sana saat mengerjakan pembangunan Bandara Ngurah Rai. Karena itu pantai tersebut juga terkenal dengan nama pantai Jerman. Selain bekas pelabuhan, pantai itu dulunya adalah perumahan warga Jerman.

Menurut buku sejarah resmi dari Kelurahan Kuta, Kuta mulai dikenal ketika pada 1336 M, Gajahmada dan pasukannya dari Majapahit mendarat di bagian selatan pantai ini. Daerah ini kemudian dikenal dengan nama Tuban, seperti salah satu nama kota kecil di pesisir Jawa Timur.

Warga pun menyebut kawasan di Banjar Segara Kuta ini dengan nama Pasih Perahu yang berarti pantai perahu. Bekas pelabuhan di sini sudah dimakan ombak, terkena abrasi.

baca juga : Kala Abrasi Rusak Keindahan Pantai-pantai Bali

 

Pesisir Kuta jadi lokasi favorit menikmati matahari terbenam di cakrawala. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Abrasi Makin Menjadi

Hanya Kabupaten Bangli dari 9 kabupaten/kota di Bali yang tidak memiliki garis pantai. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Bali 2015 menyebut 20% dari 436,5 km panjang pantai di Bali mengalami kerusakan akibat abrasi pantai yang perlu segera mendapatkan penanganan. Kerusakan pantai di Bali dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan dan terjadi di hampir seluruh kawasan pantai.

Penyebab abrasi, dikutip dari SLHD di antaranya pembangunan struktur pantai seperti groins (krib) atau dermaga, jetty, dan struktur lainnya menimbulkan pembatasan garis pantai yang menghambat angkutan material sejajar garis pantai. Selain itu kegiatan penambangan karang menyebabkan sistem peredam energi gelombang berkurang sehingga mendorong terjadinya erosi yang parah di sekitar lokasi tersebut. Hilangnya vegetasi untuk menstabilkan sedimen pantai dari pengaruh angin, air, gelombang dan arus semakin berkurang.

Penyebab lainnya adalah reklamasi misalnya penambahan daratan Pulau Serangan menimbulkan perubahan regime gelombang (refleksi dan defraksi gelombang) dan pola arus laut. Menyebabkan terjadinya pengikisan sedimen di daerah pantai sekitarnya. Lalu, apa yang akan terjadi pasca penambahan areal bandara dengan reklamasi yang diapit Pantai Jerman dan Kedonganan ini nanti?

 

Exit mobile version