Mongabay.co.id

Ini Alasan Kenapa Pelindo Wajib Buka Dokumen Reklamasi Perluasan Pelabuhan Benoa

 

Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali memutuskan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III cabang Benoa wajib memberikan sebagian dokumen yang diajukan Walhi Bali yakni izin lokasi kegiatan reklamasi, izin pelaksanaan, izin lingkungan, dan kerangka acuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan beserta lampiran pendukungnya.

Sementara sebagian informasi yang dinilai tertutup dan ditolak majelis hakim sidang sengketa informasi adalah matrik dan peta Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Hal ini diputuskan pada Jumat (17/5/2019) di kantor KI Bali, Denpasar. Pelindo III wajib memberikan informasi terbuka itu 14 hari setelah putusan diterima.

Sidang putusan ini mengakhiri proses pengajuan informasi publik sejak tahun lalu oleh Walhi Bali. Diikuti proses mediasi oleh KI sejak awal tahun ini. Sidang cukup lama karena prosesnya panjang sampai lebih dari 8 sidang seperti pembuktian, tanggapan, simpulan, sampai putusan.

Dalam ruangan sempit yang hanya bisa diisi 5 pengunjung sidang, komisioner KI membacakan putusan setebal 80 halaman secara bergiliran selama lebih 3 jam oleh I Gede Agus Astapa (ketua) dan Ketut Suharya Wiyasa dan I Gusti Ngurah Wirajasa (anggota). Sementara dari pihak termohon sengketa informasi publik, Walhi Bali adalah I Wayan Adi Sumiarta dan Direkturnya I Made Juli Untung Pratama. Sedangkan dari Pelindo III diwakili Astrid Fitria Kasih dan Wilis Aji.

baca : Menggugat Keterbukaan Informasi Pelindo III soal Reklamasi Teluk Benoa

 

Suasana sidang putusan sengketa informasi publik yang diajukan Walhi Bali ke PT Pelindo III (persero) terkait sejumlah dokumen reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sebelum amar putusan, hakim membacakan keseluruhan proses seperti gugatan Walhi Bali, kemudian pendapat Pelindo. Secara umum Walhi Bali berpendapat seluruh dokumen yang diajukan adalah informasi publik yang bisa diakses namun tak diberikan saat diajukan tertulis. Dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No.14/2008 diatur mekanisme waktu permohonan informasi, tenggat jawaban, sampai kapan bisa disengketakan ke KI.

Surat permohonan informasi Walhi Bali pada 27 September tak ditanggapi Pelindo III, dan 10 Desember mengajukan sengketa informasi publik enam jenis dokumen dan pendukung izin reklamasi perluasan pelabuhan di atas. Pemanggilan kedua pihak sengketa pada 3 Januari 2019, dilanjut mediasi tapi gagal. Akhirnya sidang ajudikasi non litigasi beberapa bulan.

Tujuan permintaan informasi oleh Walhi Bali di antaranya sebagai lembaga pembela lingkungan patut mengetahui dokumen proyek reklamasi karena berdampak pada lingkungan. Sementara informasi publik ini tak disediakan berkala seperti pasal 9 UU KIP.

Sementara Pelindo menanggapi dari segi birokratis di antaranya menganggap surat itu bukan permohonan resmi karena harus mengisi formulir permohonan. Surat yang diajukan ke Pelindo cabang Benoa tidak diterima Pelindo Surabaya, atasannya. Namun dalam UU KIP, badan publik harus merespon permohonan informasi publik yang diajukan tertulis atau tidak tertulis.

Selain itu, Pelindo III mempermasalahkan kewenangan KI Provinsi Bali menyidangkan sengketa ini. Argumennya, Pelindo III adalah wakil pemerintah pusat dan dokumen yang diminta lintas kementerian sehingga yang berwenang adalah KI Pusat.

Hal administratif lain, Walhi Bali disebut tak memiliki kedudukan hukum (legal standing) karena tak dibuktikan dengan surat kuasa dari masyarakat untuk mewakili sengketa. Hakim membacakan tanggapan Pelindo III, ada kekhawatiran jika dokumen diberikan, maka bisa disalahgunakan misalnya persaingan usaha karena ada perusahaan swasta yang sudah lama memohon izin reklamasi tapi tak diberikan.

Pelindo dalam uji konsekuensi internalnya menyatakan semua dokumen yang diminta masuk dikecualikan sehingga dinyatakan tertutup.

baca juga : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]

 

Dua nelayan nampak menjaring ikan di perairan dangkal dan berlumpur dengan latar belakang pengurugan laut oleh Pelindo III Cabang Benoa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Sementara Majelis sidang KI menyatakan badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi hasil keputusan dan pertimbangannya, seluruh kebijakan beserta dokumen, rencana kerja proyek termasuk perjanjian dengan pihak ketiga. “Segala putusan yang menyangkut kegiatan reklamasi di Pelabuhan Benoa oleh Pelindo III atau badan publik lainnya wajib dibuka karena merupakan informasi setiap saat bagi publik,” kata Agus Astapa, Ketua Majelis KI.

Penetapan klasifikasi dokumen yang diajukan jadi informasi dikecualikan oleh Pelindo III sebelumnya harus berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kementrian Perhubungan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk menghindari asumsi dan tuntutan hukum dari badan publik yang mengeluarkan informasi publik itu.

Reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI No.KP 914/2018 kepada Pelindo III (Persero). Juga Keputusan Dirjen Perhubungan Laut No.13X-144/PP.307 tentang Pemberian Izin untuk pengerukan kolam dan alur pelayaran pelabuhan. Selain itu ada Keputusan Menteri Perhubungan tentang Rencana Induk Pelabuhan Benoa dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai Marine Tourism Hub di Kota Denpasar serta Izin Lingkungan. Seluruh dokumen itu dinilai informasi publik dan wajib diketahui masyarakat.

Dokumen Amdal dan lampiran pendukung juga adalah informasi terbuka karena tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.17/2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. “Dalam melakukan pengumuman rencana usaha dan atau kegiatan, pemrakarsa wajib menyampaikan informasi benar dan tepat mengenai lokasi rencana usaha,” demikian kutipan aturan itu.

Sebagai dokumen pencegahan dampak lingkungan, Amdal harus memuat pengkajian dampak usaha, evalausi kegiatan sekitar lokasi, saran dan masukan masyarakat terhadap rencana usaha, dan prakiraan besaran dampak jika dilakukan. Selain itu menjelaskan evaluasi holistik terhadap dampak dan rencana pengelolaan dan pemanatauan lingkungan hidupnya.

Asumsi Pelindo III soal penyalahgunaan informasi juga direspon Majelis KI. Alasannya jika dibuka akan mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat. Seperti tercantum dalam UU KIP tentang informasi dikecualikan.

perlu dibaca : Empat Rencana Proyek Besar Mengancam Pesisir Bali Selatan

 

Nampak pohon mangrove yang mati dampak perubahan pasang surut laut proyek reklamasi Pelabuhan Benoa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

KI Bali memutuskan Informasi Matrik dan Peta RKL dan RPL PT Pelindo III Cabang Benoa merupakan hasil karya termohon untuk kepentingan usaha sehingga tak wajib dipublikasikan kecuali seizinnya. Hal ini dinilai dengan UU No.28/2014 tentang Hak Cipta pasal 40 ayat 1 tentang ciptaan yang dilindungi. Inilah dua dokumen yang tak diloloskan majelis.

Majelis dalam kesimpulannya menyatakan empat hal, bahwa KI Bali berwenang menerima, memeriksa, dan memutus permohonan a quo ini. Walhi Bali dan Pelindo III memiliki kedudukan hukum sebagai pemohon dan termohon, dan batas waktu pengajuan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik ini memenuhi jangka waktu.

Adi Sumiarta, kuasa hukum Walhi Bali mengatakan putusan ini membuktikan Pelindo III tidak transparan dalam pelaksanaan reklamasi dan menyulitkan akses informasinya. Terkait dua dokumen yang tak dikabulkan, ia dan timnya akan mempelajarinya. “Dalam 14 hari, Pelindo III harus memberikan dokumen yang diputusakan terbuka oleh majelis KI itu,” ujarnya. Berdasar pengalaman, dokumen bisa diserahkan langsung tanpa perantara KI.

Sementara kuasa Pelindo III menyebut akan berkoordinasi dengan biro hukumnya terkait putusan ini. “Majelis sudah ngecek semua, ini dalam rangka melindungi kepentingan perusahaan, membangun tak mungkin ada izin, kita agen pembangunan,” urai Wilis Aji.

Walhi Bali sudah beberapa kali ajukan sengketa jika permintaan informasi mengenai sebuah proyek pembangunan tak diberikan. Pada 2013, ada sidang gugatan lingkungan pertama di Bali di PTUN Denpasar oleh Walhi Bali. Hakim memutuskan Gubernur Bali mencabut surat keputusan (SK) yang memberikan izin kepada investor PT. Tirta Rahmat Bahari (PT.TRB), untuk pemanfaatan kawasan hutan mangrove, Tahura Ngurah Rai untuk pengembangan usaha wisata. SK yang ditandatangani Mangku Pastika pada 27 Juni 2012 lalu itu dinyatakan melanggar surat edaran gubernur tentang moratorium izin akomodasi pariwisata di Bali selatan.

Selain itu, Walhi juga mengajukan sengketa informasi publik untuk meminta sedikitnya 11 data dan dokumen mulai dari surat keputusan Gubernur Bali mengenai izin prinsip pemanfaatan pariwisata alam kepada PT. TRB seluas 102,22 hektar selama 55 tahun.

 

Reklamasi Teluk Benoa Bali oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version