Mongabay.co.id

Kambing Kejobong, Kekayaan Genetik Lokal untuk Kikis Kemiskinan

 

Suara kambing yang mengembik bersahut-sahutan. Beberapa warga tampak berkeliling kandang memberi makan kambing-kambing yang umumnya berwarna hitan kelam. Itulah kambing Kejobong, spesies kambing lokal asal Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Kandang komunal yang terletak di Dusun Paduraksa, Desa Kedarpan, Kecamatan Kejobong, cukup besar dan jumlahnya ada beberapa. Kandangnya berbentuk bangunan panggung dengan menggunakan kayu dan bambu. Tinggi kandang sekitar satu meter dari tanah. Lantai kandang sengaja tidak tertutup rapat, supaya kotoran kambing langsung turun ke bawah. Warga setempat sengaja mengumpulkan kotorannya untuk diproses menjadi pupuk kandang.

Kandang-kandang komunal itu baru dibangun dalam beberapa bulan terakhir. Namun sebetulnya sejak 19 tahun silam, penduduk setempat telah mulai beternak kambing. Mereka memelihara berbagai jenis kambing, salah satu yang khas dan merupakan kekayaan lokal adalah kambing Kejobong.

baca : Kambing Hutan Sumatera, Penakluk Lereng Terjal yang Tak Kenal Lelah

 

Kambing khas Kejobong asal Kejobong, Purbalingga, Jateng yang memiliki kekhasan warna hitam. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Mengapa dinamakan kambing Kejobong?

Ternyata berdasarkan cerita masyarakat, nama itu tidak sengaja disematkan. Sebab, beberapa dekade lalu, ketika ada seorang pejabat datang ke desa setempat melihat kambing yang berbeda dari lainnya. Kambing itu berbulu hitam merata, seperti ayam cemani. Ketika ditanya oleh pejabat, warga menjawab spontan kalau itu kambing Kejobong dan hingga sekarang menjadi kekayaan ternak masyarakat setempat.

Kambing Kejobong memang menarik, bahkan tim peneliti dari Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jateng, telah melakukan kajian sejak lima tahun lalu khususnya menganai kapasitas genetik dan fenopitik. Hasil kajian itu telah dipublikasikan ke jurnal nasional maupun internasional. Dengan adanya diseminasi tersebut, maka kambing Kejobong diketahui oleh masyarakat luas.

“Atas kerja sama antara Fakultas Peternakan Undip, Dinas Peternakan Provinsi Jateng dan Pemkab Purbalingga, maka pada 2016 lalu, kambing Kejobong diusulkan untuk diakui sebagai rumpun kambing lokal Indonesia. Kebetulan saya yang menjadi ketuanya,”ungkap Prof Edy Kurnianto, guru besar Fakultas Peternakan Undip saat ditemui Mongabay awal Mei lalu.

Setelah melalui evaluasi yang berjenjang, termasuk visitasi lapangan oleh tim penilai, maka pada 2017 kambing Kejobong dinyatakan lolos yang dinyatakan sebagai rumpun kambing lokal Indonesia. “Keputusan itu didasarkan atas SK Menteri Pertanian No. 301/Kpts/SR.120/5/2017 tertanggal 4 Mei 2017.  Dengan keluarnya SK tersebut maka kambing Kejobong lebih dikenal baik oleh peneliti maupun masyarakat peternak,”ungkap Prof Edy.

baca juga : Nasib Kambing Saanen di Sumut, dari Makanan Beracun sampai Suntikan Kimia

 

Kambing khas Kejobong, Purbalingga, Jateng, yang berwarna hitam. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ia mengungkapkan dari hasil riset yang dilakukan, kambing Kejobong memang memiliki kekhasan dan keunggulan baik yang bersifar reproduksi maupun produksi.

“Kambing itu mempunyai sifat prolifik tinggi. Artinya memiliki kecenderungan beranak kembar antara 2-3 ekor. Kambing tersebut juga mampu beradaptasi dengan pakan lokal sehingga tetap menunjukkan pertumbuhan yang baik. Kami beterima kasih kepada Laznas Berdaya Sejahtera Mandiri (BSM) Mandiri Syariah yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk mendampingi warga dalam membudidayakan kambing Kejobong. Bahkan, kemudian menjadikan Desa Kedarpan sebagai klaster peternakan kambing Kejobong,”ujarnya.

Prof Edy mengungkapkan kalau pihaknya telah melakukan pendampingan kepada warga yang menjadi peternak sejak tahun 2013 lalu. Pedampingan kepada peternak diantaranya adalah mengedukasi warga mengenai tata cara berbudidaya kambing Kejobong secara baik dan benar, sehingga produktivitas dan populasi kambing Kejobong semakin meningkat.

“Kegiatan pengabdian masyarakat dari Undip di Desa Kedarpan tersebut menerapkan hasil-hasil penelitian, sehingga para peternak makin profesional, populasi meningkat dan kualitas genetik tinggi,”ungkap Prof Edy yang juga sebagai ketua tim peneliti dan pengabdian masyarakat di Kecamatan Kejobong itu.

Ia mengatakan upaya konkrit yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas di antaranya adalah penanganan kasus reporoduksi, seperti keunggulan pejantan dan inseminasi buatan. Selain itu juga dilaksanakan uji kualitas semen seluruh pejantan.

“Apalagi hijauan ternak di Kejobong masih cukup memadai. Sehingga pengembangan kambing Kejobong jarus terus dikawal, jangan sampai punah. Kambing ini berkembang di wilayah Purbalingga hingga perbatasan dengan Banjarnegara. Dari pendaataan yang kami lakukan, populasi kambing Kejobong mencapai 58 ribu ekor. Oleh karena itu, kami mewanti-wanti kepada masyarakat peternak untuk tetap mempertahankan kambing khas ini,”tambahnya.

menarik dibaca : Cerita Adaptasi Ekstrim Kambing Pulau Bungin

 

Peninjauan kandang komunal kambing. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Jadi Penopang Ekonomi

Prof Edy mengatakan kalau mendorong warga agar memelihara kambing Kejobong tak sekadar upaya mempertahankan hewan itu dari kepunahan, tetapi juga meningkatkan perekonomian warga setempat. “Jadi kami mendorong agar kehidupan warga secara ekonomi dapat terangkat dengan membudidayakan kambing khas itu. Apalagi sesungguhnya kambing gampang dipelihara dan lingkungan sekitar cukup menyediakan pakan,”katanya.

Sementara Ketua Kelompok Tani Ternak Ngudi Dadi Desa Kedarpan, Sumaryono Mayun, mengatakan sebelum ada bantuan, warga di sini yang umumnya adalah petani dan buruh tani memulai membudidayakan kambing sejak lama. “Tetapi untuk serius membuat kelompok baru dilaksanakan pada tahun 2000. Anggota kelompok hanya 25 orang, satu orang mempunyai 2 ekor kambing. Jenis kambing yang dibudidayakan masih macam-macam, salah satunya adalah jenis Kejobong,”kata Sumaryono.

Ia mengatakan budidaya kambing dilakukan untuk menambah pendapatan keluarga. Biasanya, seusai menggarap sawah, warga kemudian mencari hijauan untuk pakan ternak. “Jadi sebenarnya tidak sulit memelihara kambing di sini, karena kambingnya kuat apalagi jenis Kejobong dan hijauan untuk pakan ternak masih sangat tersedia. Sehingga tidak perlu repot-repot mencari pakan ke daerah lainnya,”ujarnya.

Beruntung kemudian ada tim pengabdian masyarakat dari Undip Semarang yang datang mendampingi para peternak untuk meningkatkan pendapatan. “Kami didampingi cara memelihara kambing yang baik serta bagaimana mendapatkan keturunan kambing yang berkualitas. Banyak sekali bantuan yang diberikan kepada kami, sehingga kami semakin bersemangat sebagai peternak,”katanya.

Kebetulan juga ada bantuan dari Laznas BSM yang memberikan 1.510 ekor kambing serta pembangunan kandang komunal. Jadi, kalau sebelumnya kandang di rumah warga masing-masing, namun saat sekarang menyatu di satu tempat. Ada kandang serta ada tempat untuk memproses kotoran kambing menjadi pupuk. “Saat sekarang, jumlah anggota kelompok sebanyak 50 orang, sehingga satu orang memelihara 30 ekor kambing. Mereka yang bertanggung jawab untuk memelihara dari kecil hingga dewasa,”ungkapnya.

baca juga : Terkena Jeratan, Anak Kambing Hutan Langka Ini Terpisah dari Induknya…

 

Kandang kambing dijaga kebersihannya. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, saat ini jumlah populasi kambing di Dusun Paduraksa totalnya mencapai lebih dari 2.500 ekor, karena sebelum ada bantuan, warga memiliki sebanyak 1.000 ekor. “Bagi peternak, tentu lebih bersemangat lagi. Apalagi, nilai jual kambing Kejobong lumayan, satu ekor mendapai Rp1,2 hingga Rp1,7 juta. Kalau dari kecil hingga dewasa, membutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 7 bulan hingga setahun. Namun, biasanya warga mempertahankan dulu yang bagus untuk dijadikan indukan.”

Ia mengakui di Dusun Kedarpan memiliki penduduk 162 keluarga, sehingga masih ada keluarga yang belum memelihara. Nantinya, kata Sumaryono, pihaknya akan memberikan bantuan kepada mereka yang belum menerima kambing. “Jadi, ada perguliran bantuan sehingga seluruh warga khususnya di Dusun Paduraksa menjadi peternak. Kalau itu terjadi sejalan dengan pemantapan sebagai klaster peternakan kambing,”tandasnya.

Salah seorang peternak yang juga pengelola kandang komunal, Hasan Ali (62) mengatakan kalau pekerjaan setiap harinya adalah membersihkan kandang, mengumpulkan kotoran kambing serta mencari pakan ternak. “Masing-masing anggota diberi tugas untuk mengurus 30 ekor kambing yang dikandangkan di kandang komunal. Jadi, setiap harinya warga bekerja di sini secara bersama-sama,”kata dia.

Peternak lainnya Rudianto (40) mengungkapkan setiap harinya ia harus mencari rumput seberat 12 kilogram (kg) untuk pakan kambing. “Bagi peternak di sini, mencari rumput sebanyak itu tidak terlalu berat. Kami juga masih dapat menggarap sawah. Dengan adanya budidaya kambing, maka jelas akan menambah pendapatan warga. Apalagi harga kambing khususnya Kejobong lumayan, bisa sampai Rp1,5 juta per ekor,”ujarnya.

Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan dengan menggerakkan warga sebagai peternak di Desa Kedarpan ini, maka harapannya warga akan semakin berdaya. “Kita akui, Purbalingga masih memiliki desa-desa zona merah atau sebagai kantong kemiskinan. Dari data tahun 2019, Purbalingga masih memiliki 49 desa miskin dari 224 desa yang ada. Tahun 2018, ranking kemiskinan 4 dan sekarang turun menjadi 5 besar di Jateng. Kami terus bertekad untuk menurunkan angka kemiskinan. Salah satunya dengan menggerakkan ekonomi warga yang berbasis sumberdaya lokal seperti di Desa Kedarpan,”tandasnya.

 

Exit mobile version