Mongabay.co.id

Cerita Kesuksesan Dedek Sang Petani Anggrek dari Dadaprejo

 

Tahu bahwa hobi bisa mendatangkan hasil, membuat petani muda, Dedek Setia Budi tergerak untuk menekuni hobinya mengembangkan bisnis Tanaman Anggrek di Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu, Jawa Timur.

Hal itu ia lakukan sejak tahun 2007. Saat itu ia hanya bermodalkan uang Rp25 ribu untuk dibelikan bibit anggrek.

Sebelum memutuskan menekuni anggrek, sejumlah profesi dijalani Dedek untuk mencari nafkah. Ia memulai dengan mencari rumput di sawah untuk dijual sebagai pakan ternak.

Ia juga pernah bekerja sebagai karyawan usaha katering. Saat itu ia manfaatkan untuk mengumpulkan gelas atau botol air mineral yang sudah tidak dipakai untuk digunakan sebagai tempat media tanam tanaman anggrek miliknya.

baca : Bulbophyllum irianae, Spesies Anggrek Baru di Papua

 

Dedek Setia Santoso (kanan) mengecek tanaman anggrek yang dirawat salah satu pekerjanya. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dedek Setia Santoso berpose diantara anggrek miliknya di Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kini media tanam yang ia pakai semakin bervariasi, mulai dari arang, Mossy Forest, lumut, dan batang kayu.

Semula bibit anggrek hasil budi daya hanya dititipkan ke beberapa tempat penjualan tanaman di Kota Wisata Batu. Kini tanaman anggrek miliknya selalu kebanjiran pesanan. Ditambah lagi dengan penjualan online yang ia lakukan.

Dia mengaku, menekuni tanaman anggrek bukan karena tanpa alasan. Selain hobi, potensi pasar tanaman anggrek juga masih sangat besar. Bahkan harganya cenderung stabil dari tahun ke tahun.

Dalam sebulan Dedek bisa meraup hingga ratusan juta. “Sekarang pembelinya pun banyak dari luar negeri, kalau dulu awal awal ya hanya seputaran wilayah Batu saja,” ujar Dedek yang juga sarjana ekonomi.

baca juga : Ada Ratusan Jenis Anggrek dari Hutan Batang Toru

 

Sejumlah pengunjung memilih beberapa jenis anggrek, selain untuk penelitian di tempat tersebut juga dibuka untuk wisata kebun anggrek. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Mahasiswa melakukan penelitian di DD Orchid Nursery milik Dedek Setia Santoso, dalam sebulan yang melakukan penelitian ditempat ini kisaran 20 hingga 30 siswa maupun mahasiswa. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Berawal dari Otodidak

Dedek mulai mengenal anggrek tahun 2005. Selain anggrek, ia juga menanam sejumlah tanaman lain. Karena itu ia menjadi kurang fokus merawat anggreknya.

Akhirnya pada tahun 2007 Dedek memilih untuk berfokus hanya pada satu jenis tanaman saja, yaitu anggrek.

Sebagai permulaan Dedek memanfaatkan tempat seadanya untuk budi daya. “Dulu di depan rumah ada pekarangan kecil berukuran sekitar setengah meter persegi itu yang saya gunakan,” kenang pria kelahiran 21 Juni 1978 tersebut.

Dedek mempelajari budi daya anggrek secara otodidak berbekal kesukaannya merawat tanaman. Selama budi daya ia sudah mengalami sejumlah kegagalan percobaan hingga ratusan kali.

Ketika awal-awal budi daya anggrek, Dedek sering menemui sejumlah kendala. Pasalnya ia tidak mengetahui informasi dasar terkait budi daya anggrek.

Dedek tidak menyerah. Ia mencoba berkonsultasi dengan teman-temanya secara langsung dan mulai membaca refrensi budidaya tanaman anggrek.

menarik dibaca : Mengenal Anggrek Unik Endemik Merapi

 

Pekerja maupun mahasiswa yang melakukan penelitian sedang mempersiapkan anggek yang siap dikirim. Selain dibeberapa Daerah di Indonesia, tanaman anggrek juga dikirim di beberapa Negara. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Salah satu jenis anggrek hasil persilangan, ada 40 jenis anggrek hasil persilangan Dedek yang sudah di regestrasikan di The Royal Horticulture Society (RHS). Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Bahkan pengalaman pahit Dedek rasakan ketika orang tua tidak mendukung. Orang tuanya tidak ingin melihat ia menjadi seorang petani. Karena anggapan orang tuanya menjadi petani itu pekerjaan yang sengsara.

Tapi Dedek mampu membuktikan, bahwa apa yang dia kerjakan ini bermanfaat untuk orang lain.

Kini Dedek membuka diri untuk bekerja sama dengan petani sekitar. “Hingga saat ini kurang lebih ada 40 petani plasma yang sudah bergabung,” Kata Dedek di pekarangan tanaman anggrek miliknya.

Selain petani setempat, ada pula petani dari luar daerah, seperti Jombang dan Lumajang. Petani-petani tersebut mengambil bibit Anggrek darinya dengan gratis. Setelah itu, anggrek yang sudah dirawat oleh petani kemudian dibeli oleh Dedek.

baca juga : Anggrek, Si Cantik yang Terancam Punah

 

Dedek Setia Santoso (kaos hitam) mendampingi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di tempatnya. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Semula bibit anggrek hasil tanamanya hanya dititipkan ke beberapa tempat di Kota Wisata Batu, kini tanaman anggrek miliknya selalu kebanjiran orderan, ditambah lagi dengan penjualan online. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Jadi Lokasi Penelitian

Dedek mempunyai tempat untuk kultur jaringan sendiri. Dalam sehari ia bisa memproduksi 9 ribu bibit tananam anggrek.

Rumah Hijau Tanaman Anggrek seluas 300 ribu meter persegi miliknya di dekat rumah sangat terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar mengenai tanaman anggrek. Mulai dari cara budidaya, perawatan maupun pemasaran.

Hal itu bukan karena tanpa sebab, Dedek menyadari bahwa untuk belajar mengenai tanaman anggrek sulit, tidak semuanya mau terbuka untuk berbagi ilmu.

Ia tak mau kejadian pahit seperti yang dialaminya itu juga dirasakan oleh orang lain. Ia bernazar, kelak ketika dia sukses dengan budi daya anggrek yang dia tekuni akan berbagi ilmu ke siapapun juga yang ingin belajar mengenai anggrek. “Kalau mau belajar disini, gratis. Saya merasa senang, karena selalu menambah jaringan baru,” ujarnya membuka diri.

Tak pelak, kebun anggrek dan laboratorium kultur jaringan yang diberi nama DD Orchid Nursery itu menjadi salah satu tempat pilihan untuk melakukan penelitian para pelajar, dari setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), Mahasiswa maupun masyarakat umum.

“Sering sekali yang melakukan penelitian disini, namun ada kapasitasnya. Dalam sebulan rata-rata 20 sampai 30 yang magang, dan harus gantian,” jelas Dedek.

Rumahnya pun ia jadikan fasilitas penginapan untuk peneliti yang berasal dari luar daerah, seperti Surabaya dan Jember.

Karena ketekunannya ia juga sering mendapat undangan mengikuti kejuaraan tanaman anggrek, seperti di Hongkong, Singapore dan Malysia. Ia juga sering diminta untuk menjadi pembicara dalam pelatihan tentang tanaman anggrek.

menarik dibaca : Menyelamatkan Anggrek Hutan, Menyelamatkan Kehidupan

 

Setelah anggrek dimasukkan kedalam botol dengan cara kultur jaringan, setiap hari mampu memproduksi sebanyak 9 ribu bibit Anggrek. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Pekerja melakukan kultur jaringan anggrek di Laboratorium milik Dedek. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Mendapatkan Sejumlah Penghargaan

Sejumlah penghargaan berhasil Dedek peroleh. Tahun 2016 lalu ia berhasil menjuarai Lomba Anggrek Unggul Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian.

Yang terbaru, pada 2018 anggrek hasil persilanganya mendapatkan predikat First Class Certificate (FCC) dari Singapura. “Itu merupakan penghargaan tertinggi, diberi skor para ahli antara 9-10, dari berbagai Negara Dunia,” ujar Dedek dengan bangga.

Ketika itu, Dedek membawa anggrek hasil persilangan yang dia lakukan selama 7 tahun.

Sudah banyak hasil persilangan sudah dia hasilkan yang diregestrasikan di The Royal Horticulture Society (RHS). Total keseluruhan ada 40 jenis. Yang terbaru diberi nama Dendrobium Palu Bangkit, Dendrobium Lombok Bangkit, Dendrobium Indonesia Damai, dan Dendrobium Zamrud Khastulistiwa.

Saat ini Dedek berupaya menggandeng Desa setempat untuk menjadikan kawasanya menjadi kawasan Wisata Anggrek dengan melibatkan beberapa elemen masyarakat.

 

Petani plasma yang terlibat dalam mengembangkan tanaman anggrek. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Setelah dari botol, bibit-bibit anggrek tersebut kemudian dipindah dimedia tanam seperti arang, Mossy Forest, atau lumut, dan juga batang kayu. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version