Mongabay.co.id

Dimulai, Program Pengurangan Sampah di Laut dari Sungai. Seperti Apa?

Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Komitmen Indonesia untuk mengurangi produksi sampah di lautan semakin menguat setelah Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan Pemerintah Belanda untuk menggelar program penelitian dan percontohan intersepsi sampah plastik di sungai. Program tersebut akan dilaksanakan di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, DKI Jakarta dengan menggunakan river cleaning up system (RCS).

Pemerintah Indonesia yang diwakili Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menjalin kerja sama dengan Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda. Kerja sama tersebut, akan berfokus pada pengurangan produksi sampah di sungai yang berakhir di lautan lepas.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dengan digelarnya program penelitian tersebut, tekad Indonesia untuk mengurangi produksi sampah plastik di laut hingga 70 persen pada 2025 mendatang, diyakini akan tercapai. Optimisme itu muncul, karena penelitian tersebut akan fokus pada sistem pengurangan sampah di laut.

“Nanti BPPT (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi) kita minta untuk merancang lagi apa yang perlu dari barang ini dari pengalaman kita terkait sampah ini, yang perlu kita tambah atau kurangi. Kalau kita laksanakan, akan banyak sekali dampaknya,” ungkapnya beberapa pekan lalu.

baca : Bisakah Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen pada 2025?

 

Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan (dua kiri), Menteri LHK Siti Nurbaya (kiri) dan Dubes Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol (dua kanan) meresmikan program percontohan penanganan sampah dengan metode river cleaning up system (RCS) di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, Jakarta pada pertengahan Mei 2019. Foto : KLHK/Mongabay Indonesia

 

Luhut mengatakan, dilaksanakannya proyek percontohan di Cengkareng Drain, tidak lain karena Pemerintah ingin membuktikan kinerja RCS yang diketahui sangat efektif dalam mengurangi produksi sampah plastik di laut. Teknologi tersebut, bisa menghasilkan data sebenarnya sampah yang ada di sungai, dan sekaligus mendapatkan solusi pengelolaan sampah secara terpadu.

Adapun, kinerja RCS yang dimaksud, menurut Luhut, tidak lain adalah ekstrasi limbah dan plastik dari sungai dan juga bagaimana kinerja manajemen limbah untuk memilah plastik dari limbah lain. Dengan demikian, hasil ekstraksi dan pemilahan tersebut kemudian bisa didaur ulang atau dibuang dengan cara yang ramah lingkungan.

baca juga : Ketika Sungai Penuh Sampah Kini Jadi Taman Bermain

 

Seluruh Sungai

Untuk mempercepat proses penurunan produksi sesuai target yang ditetapkan hingga 2025, Luhut mengusulkan agar nantinya sistem dan teknologi RCS bisa ditempatkan di sungai-sungai lainnya dengan memanfaatkan program tanggung jawab sosial (CSR) dari setiap perusahaan atau organisasi non Pemerintah (NGO).

“Dengan cara itu, maka bisa membantu sampah-sampah diproses dengan cara 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle,” tuturnya.

Usulan tersebut, menurut Luhut, tidak hanya akan berhasil dan mengurangi produksi sampah saja, namun juga bisa bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat, karena membuka lapangan pekerjaan yang baru. Untuk itu, penggunaan sistem tersebut di masa mendatang diharapkan juga bisa diadopsi oleh semua sektor tanpa kecuali, termasuk sektor pariwisata yang ikut menyumbang produksi sampah yang besar.

Menurut Luhut, pariwisata menjadi sektor yang sangat penting untuk bisa menurunkan produksi sampahnya, karena sektor tersebut berhubungan langsung dengan kesehatan ekosistem di laut beserta biota laut yang ada di dalamnya. Oleh itu, dia berharap masyarakat Indonesia di masa mendatang bisa belajar dari sistem RCS sebagai alat untuk meningkatkan kedisiplinan tentang sampah yang akan berdampak pada kesehatan lingkungan.

“Jadi kesehatan penting, pariwisata juga penting,” tegasnya.

menarik dibaca : Benarkah Produksi Sampah Plastik Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia?

 

Unit intersepsi sampah plastik dengan metode river cleaning up system (RCS) di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Program ini merupakan percontohan kerjasama Indonesia dan Belanda untuk penanganan sampah sungai yang menuju laut. Foto : KLHK/Mongabay Indonesia

 

Agar program penelitian dengan sistem RCS bisa semakin terasa manfaatnya, Pemerintah melibatkan multi pihak, termasuk swasta. Tercatat, ada keterlibatan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BBWS CC-PUPR), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah DKI Jakarta (DLH-DKI), Danone-AQUA dan lembaga penelitian Solid Waste Indonesia (SWI).

Menurut Luhut, program tersebut menjadi kelanjutan dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Program Percontohan Pembersihan Sungai-Sungai di Wilayah Jakarta pada 12 Juli 2017 yang di lanjutkan dengan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Belanda pada 26 April 2018 lalu. Karenanya, penelitian di Cengkareng Drain diharapkan dapat membantu dalam memahami karakterisasi sampah plastik di sungai;

“Mencakup juga tentang kajian daur ulang sampah, serta metode pengumpulan sampah plastik sebelum mencapai laut,” sebutnya.

Diketahui, RCS adalah salah satu sistem yang dibangun dengan tujuan utama untuk membuat lautan bebas dari plastik. Sistem ini akan mengekstraksi sampah plastik yang mengalir di sungai, menampungnya dalam kantong-kantong besar melalui conveyor belt , kemudian dibawa ke tepi sungai untuk diangkut ke tempat penampungan sementara.

Selanjutnya, hasil ekstraksi akan dipilah dan didaur ulang agar jumlah sampah yang diangkut ke tempat penampungan akhir (TPA) semakin sedikit. Seluruh sistem RCS digerakkan dengan tenaga listrik panel surya yang terpasang di atap RCS dan terdapat 14 belas kantong besar untuk menampung sampah. Isi kantung dan rotasi penggantiannya akan disesuaikan dengan aliran sungai, kecepatan, jumlah sampah dan jenisnya.

“Asumsi untuk saat ini adalah ini sekali sehari,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

perlu dibaca : Hari Peduli Sampah, Pemerintah Luncurkan Gerakan Indonesia Bersih

 

Unit penanganan sampah plastik dengan metode river cleaning up system (RCS) di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Program ini merupakan percontohan kerjasama Indonesia dan Belanda untuk penanganan sampah sungai yang menuju laut. Foto : Pusat Teknologi Lingkungan BPPT/Mongabay Indonesia

 

Ekstraksi Sampah

Menurut Siti, di masa mendatang, jika memang diperlukan, maka operasional akan lebih sering dilakukan. Tetapi, untuk dua bulan pertama sejak pertama kali operasi, sistem RCS akan beroperasi maksimal 8 jam sehari dengan asistensi ahli berada di lokasi. Setelah pelatihan semua operator, sistem dapat meningkatkan waktu operasional hingga 16 dan 24 jam per hari.

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek, dan Budaya Maritim Kemenkomar Safri Burhanuddin mengatakan, dengan menggunakan sistem RCS, sampah yang akan diambil kemudian dipilah dan diproses menjadi bahan produk sekunder yang dapat diekstraksi dan dikonversi menjadi nilai lain. Konsep ini, sekaligus alternatif untuk meningkatkan kondisi ekonomi yang didukung visi Pemerintah, inovasi dan perusahaan swasta.

Safri menyebutkan alat RCS sudah beroperasi sejak Maret 2019. Untuk permulaan, komposisi sampah yang diekstrak terdiri dari metal, kaca, karet kulit, tekstil, dan kayu di luar sampah organik. Sampah plastik prosentasenya masih menjadi yang tertinggi. Sementara, untuk sampah non organik dikelompokkan menjadi ekonomis dan non ekonomis.

“Hasil program ini akan dilaporkan setelah 12 bulan beroperasi dan dari data yang terkumpul akan dibangun sistem pengelolaan yang merupakan bagian dari infrastruktur pengelolaan sampah di Jakarta. Sehingga sampah plastik yang terkumpul dapat ditangani dengan baik dan sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia,” paparnya.

Menteri Infrastruktur dan Lingkungan Belanda yang diwakili Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol pada kesempatan yang sama berterima kasih kepada Indonesia karena diberikan kesempatan untuk terlibat dalam penelitian di Cengkareng Drain. Baginya, persoalan sampah plastik harus menjadi persoalan semua negara di dunia.

Rob menyebutkan, setiap tahun di seluruh dunia, sebanyak delapan juta ton sampah plastik masuk ke lautan luas, mencakup di antaranya adalah wilayah laut Indonesia. Menurutnya, laut akan menerima dampak luar biasa jika tidak diambil langkah segera untuk membersihkan sampah plastik. Diperkirakan, pada 2050 nanti di laut akan lebih banyak sampah plastik dibandingkan ikan.

***

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version