Mongabay.co.id

Seekor Penyu Belimbing Terjaring Nelayan Ongalereng Solor, Bagaimana Nasibnya?

 

Jumat  (7/6/2019) malam itu, Petrus Ratu Sogen (38) nelayan desa Ongalereng kecamatan Solor Barat kabupaten Flores Timur (Flotim) turun melaut di selat Solor, perairan Flores.

Persis di depan perairan antara desa Ongalereng dan Pamakayo, pukat pun dilepas dengan kedalaman 7 meter ke dasar laut.

“Sekitar pukul 23.30 WITA saya kaget karena pukat saya bergerak seperti ditarik ikan. Setelah saya tarik, ternyata seekor penyu berukuran besar tersangkut di jaring saya,” kata Petrus kepada Mongabay-Indonesia, Senin (10/6/2019).

Penyu tersebut pun dengan susah payah dibawa ke darat. Petrus tidak bisa membebaskan sendirian karena penyunya begitu berat. Membawanya pun sulit  karena menggunakan sampan dayung sehingga tiba di pantai sekitar pukul 03.00 WITA.

baca : Penyu Belimbing Ini Terjaring Nelayan, Mau Diselamatkan, Malah Hilang. Kok Bisa?

 

Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yang terjaring pukat nelayan di selat Solor depan desa Ongalereng kecamatan Solor Barat kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Vinsensius Herin/Mongabay Indonesia

 

Dirinya mengaku sempat putus asa dan hendak melepaskan penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) tersebut bersama pukat di laut. Tapi niat ini diurungkan  karena dirinya sadar penyu merupakan satwa yang dilindungi.

Penyu belimbing dengan panjang 1,3 m, lebar 1 m dan berat 110 kg ini akhirnya dilepas ke laut Sabtu (8/6/2019) disaksikan kepala desa, masyarakat dan LSM.

“Penyunya sangat berat. Kami enam orang yang mengangkatnya ke laut. Saya pernah juga sekali dapat penyu tapi beratnya dibawah 100 kilogram. Tapi itu jenis penyu hijau dan dilepas juga ke laut,” tutur Petrus.

 baca juga : Penyu Belimbing Masih Dikonsumsi Masyarakat Mentawai, Mengapa?

 

Pemilik pukat bersama nelayan lain di desa Ongalereng Solor Barat sedang melepaskan penyu belimbing yang tersangkut di jaring untuk bisa dilepaskan kembali ke laut. Foto : Vinsensius Herin/Mongabay Indonesia

 

Kesadaran Masyarakat Meningkat

Evi Odjan, kepala kantor Misool Baseftin Flores Timur kepada Mongabay-Indonesia, Senin (10/6/2019) menyebutkan, bulan Mei 2019 ada 3 ekor penyu yang terkena jaring nelayan. Yaitu desa Watanhura dan Suleng Waseng, Pulau Solor dan desa Kolaka di Tanjung Binga, ujung timur pulau Flores.

Seekor hiu paus (whale shark) juga terjaring nelayan di desa Lewomuda kecamatan Demon Pagong. Semua penyu dan hiu paus pun dilepas oleh nelayan karena sudah sadar satwa laut tersebut dilindungi dan dilarang untuk ditangkap.

Selain itu ada total 9 sarang telur penyu yang di selamatkan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) pada bulan Mei. Satu sarang di desa Lewotobi kecamatan Ilebura, 5 sarang di Suleng Waseng dan 3 sarang di  kelurahan Ritaebang kecamatan Solor Barat. Total ada 991 telur penyu.

menarik dibaca : Mengintip Semangat Pedang Wutun Lestarikan Penyu di Solor

 

Penyu belimbing yang terlilit di jaring nelayan desa Ongalereng Solor Barat telah dilepaskan dan dibawa nelayan ke pesisir pantai untuk dilepaskan. Foto : Vinsensius Herin/Mongabay Indonesia

 

“Pada prinsipnya kita lakukan sosialisasi dan sampai saat ini pun kita tetap lakukan kampanye lewat Pokmaswas sebagai duta kita di lapangan. Juga untuk melakukan monitoring dan evaluasi,” terangnya.

Apolinardus Y.L. Demoor, Kabid Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Perijinan Usaha, Dinas Perikanan Flores Timur kepada Mongabay Indonesia mengatakan kesadaran konservasi masyarakat sangat tinggi, tetapi masih terjadi pengeboman ikan. Sehingga Dinas Perikanan dan pihaknya terkait gencar melakukan operasi.

“Penyu Belimbing ini sudah ketiga kalinya terjaring pukat nelayan,Pertama di Ebak Tanjung Bunga tahun 2016, kedua di Ritaebang Solor tahun 2017 dan terakhir yang di Ongalereng kemarin,” sebutnya.

Di desa Sagu Adonara Barat  juga dapat penyu sisik 2 ekor dan dilepas. Sementara sebelumnya juga seekor penyu betina dilepas di Sulengwaseng Solor Selatan. Saat ini memang sedang musimnya penyu bertelur.

Penyu Belimbing merupakan salah satu jenis penyu yang paling langka dan paling besar. Bisa jadi penyu tersebut merupakan penyu yang sama yang dilepas di Ritaebang. Penyu belimbing hidupnya di bagian utara Jawa termasuk di laut Flores.

 menarik dibaca : Belajar dari Konservasi Penyu Belimbing di Papua Barat, Seperti Apa?

 

Masyarakat bergotong-royong mengangkat penyu belimbing berukuran besar yang telah dibebaskan dari jaring nelayan Ongalereng Solor Barat untuk dibawak ke bibir pantai dan dilepaskan. Foto : Vinsensius Herin/Mongabay Indonesia

 

Bekali Prosedur Penyelamatan

Di bulan Juni 2019 ada banyak telur penyu hijau yang sedang ditetaskan di penangkaran milik Pokmaswas. Telur di Pokmaswas Sulengwaseng ada 1.200 butir dan di Pokmaswas Pedang Wutun kelurahan Ritaebang sekitar 300 butir. Bulan Mei 2019 sebanyak 800 lebih tukik dilepas di pulau Solor baik di Lemanu, Lebao, Ritaebang dan Sulengwaseng.

Setelah kesadaran masyarakat tinggi, kata Evi, kebutuhan selanjutnya adalah membekali pengetahuan prosedur penyelamatan dan pelepasan hewan laut. Karena masih ada masyarakat yang melepaskan hiu paus dengan menaikinya atau melepaskan penyu dengan melempar ke laut.

“Pelatihan itu sudah pernah diberikan kepada Pokmaswas pada 2018 lalu saat Workshop Pokmaswas bersama DKP Provinsi NTT, BPSPL Denpasar, Dinas Perikanan Flotim dan Yayasan Misool Baseftin,” paparnya.

Dari workshop itu, banyak Pokmaswas yang sudah mengerti dan melepaskan megafauna laut sesuai prosedur, sehingga tidak membuat satwa cedera atau mati.

Petrus mengatakan dia belum bisa melaut karena pukatnya rusak sepanjang 100 m karena penyunya begitu besar. “Saya berharap pemerintah bisa mengganti pukat saya agar saya  bisa segera melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” pintanya.

Apolinardus mengatakan semua peralatan nelayan yang rusak akibat menyelamatkan satwa laut yang dilindungi pasti diganti baru. Nama-nama nelayan sudah didata termasuk kerusakannya. Dia berharap dananya segera cair agar mengganti peralatan nelayan. Untuk 1 pukat yang rusak akan digganti dua jaring.

 

Pelepasan tukik penyu hijau oleh masyarakat kelurahan Ritaebang, kecamatan Solor Barat, kabupaten Flotres Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Langkah Selanjutnya

Tantangan selanjutnya, lanjut Evi, adalah bagaimana kesadaran masyarakat tetap berlanjut meski tidak ada lagi pendampingan dari Misool.

Banyak pertanyaan dari masyarakat tentang manfaat pelepasan satwa laut yang tertangkap. Evi melihat potensi satwa laut dilindungi bisa dimanfaatkan untuk pariwisata. Tapi Misool tidak memiliki dana, kata Evi, hanya bisa mendampingi saja. Mungkin bisa didorong melalui penggunaan dana desa.

Bila pemerintah melihat itu sebagai peluang, Misool siap membantu. Evi yakin komitmen masyarakat akan tetap berlanjut, bila tahu manfaatnya.

“Kami juga senang sebab kampanye yang kami sampaikan sudah mulai berhasil. Memang kabupaten soal konservasi tidak ada sehingga kami mendorong DKP provinsi untuk menganggarkan dana untuk konservasi megafauna yang dilindungi,” tegasnya.

Meski kesadaran masyarakat di Solor Timur sudah mulai tumbuh, Evi menyadari perlu kerja keras dan waktu untuk menghentikan kebiasaan masyarakat menangkap pari manta. Apalagi Misool juga baru masuk tahun kelima berada di Flores Timur.

Sedangkan Apolinardus mengatakan meski penombakan pari manta sudah hampir tidak ada, namun masih ada tersisa penangkapan menggunakan pukat hanyut saat malam hari.

“Pemerintah kabupaten Flotim memang mendorong masyarakat dan pemerintah desa agar potensi yang ada soal konservasi ini bisa dijadikan aset wisata. Desa harus berperan aktif dan mengelolanya,” pungkasnya.

 

Exit mobile version