Mongabay.co.id

Walhi Bali Tolak Penyerahan Izin Lingkungan Pelindo III

 

Melalui perdebatan selama sekitar 1,5 jam, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali memutuskan menolak penyerahan dokumen terkait perluasan Pelabuhan Benoa di Denpasar yang diberikan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Penyerahan dokumen di kantor Pelindo III itu dilakukan pada Kamis (13/06/2019).

Penyerahan dokumen Pelindo III tersebut merupakan tindak lanjut dari putusan Komisi Informasi (KI) Bali terkait sengketa informasi antara Walhi Bali dan PT Pelindo III. Walhi Bali meminta agar PT Pelindo III membuka enam dokumen terkait reklamasi di Pelabuhan Benoa yaitu izin lokasi kegiatan, izin pelaksanaan kegiatan reklamasi, kerangka acuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RKL), rencana pemantauan lingkungan (RPL), dan izin lingkungan.

baca : Menggugat Keterbukaan Informasi Pelindo III soal Reklamasi Teluk Benoa

Setelah lima bulan sidang, KI Bali menyatakan bahwa PT Pelindo wajib memberikan dokumen terkait perluasan pelabuhan terbesar di Bali itu kepada Walhi Bali. Dokumen tersebut adalah izin lokasi kegiatan reklamasi, izin lingkungan, izin pelaksanaan, dan kerangka acuan AMDAL.

Dua dokumen lain yaitu RKL dan RPL, menurut KI Bali, adalah informasi tertutup dan tidak perlu diberikan kepada pemohon. KI Bali juga mengatakan bahwa dokumen itu harus diserahkan paling lama 14 hari setelah putusan dibacakan.

 

Pertemuan Walhi Bali dan PT Pelindo III untuk penyerahan dokumen terkait reklamasi oleh Pelindo. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Perdebatan

Hampir sebulan setelah putusan dibacakan pada 17 Mei 2019 lalu, PT Pelindo III pun memberikan dokumen yang dinyatakan terbuka itu kepada Walhi. Penyerahan dilakukan wakil PT Pelindo III yaitu Wilis Aji dan Astrid Fitria Kasih kepada Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama dan kuasa hukumnya I Wayan Adi Sumiarta. Hadir pula direksi PT Pelindo III Cabang Benoa.

baca : Ini Alasan Kenapa Pelindo Wajib Buka Dokumen Reklamasi Perluasan Pelabuhan Benoa

Namun, setelah melihat dokumen yang diberikan, Walhi Bali justru menolaknya karena tidak ada dokumen AMDAL yang disertakan. “Setiap informasi yang kami minta seharusnya disertakan juga dokumen pendukungnya,” kata Adi Sumiarta.

Penolakan itu melahirkan perdebatan antara Walhi Bali dan PT Pelindo III. Astrid, Kuasa hukum PT Pelindo III, mengatakan Pelindo III tidak bisa menyerahkan dokumen AMDAL karena dokumen itu tidak disebutkan dalam putusan KI Bali sebagai salah satu yang harus diberikan pada Walhi Bali.

“Kita tidak bisa menyimpang dari putusan KI. Kita kan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Tidak bisa menafsirkan sendiri,” kata Astrid.

Walhi Bali tetap ngotot bahwa AMDAL merupakan dokumen pendukung yang harus disertakan saat meminta izin lingkungan. Karena itu, menurut Sumiarta, ketika dokumen izin lingkungan diberikan, AMDAL juga seharusnya disertakan.

PT Pelindo tetap tidak bersedia memberikan AMDAL karena menurut Astrid, dokumen itu dibuat bersama konsultan, tidak hanya PT Pelindo III. Selain itu, Astrid melanjutkan, putusan KI Bali menyebutkan bahwa dokumen yang diberikan adalah dokumen yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedangkan AMDAL dibuat bersama konsultan. Bukan dikeluarkan KLHK.

“AMDAL itu menyangkut Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang harus kami lindungi,” kata Astrid.

baca juga : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]

 

Pembangunan oleh Pelindo III Cabang Benoa untuk mendukung peningkatan ekonomi Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Berlanjut Lagi di KI

Abi Wardana, Deputi Manajer PT Pelindo III Cabang Benoa menambahkan, ada mekanisme sendiri untuk memberikan dokumen AMDAL. “Kami juga harus tahu untuk apa penggunaan AMDAL yang diminta itu. Karena bisa saja nanti diberikan kepada pihak lain,” ujarnya.

Abi juga mengatakan bahwa Walhi Bali sebaiknya menghargai niat baik PT Pelindo III yang telah memberikan dokumen yang diminta sebagaimana putusan KI Bali.

Perdebatan selama sekitar satu jam itu tidak menemukan titik temu. PT Pelindo III tetap tidak mau memberikan dokumen AMDAL. Walhi Bali juga tidak bersedia menerima dokumen yang diberikan PT Pelindo III.

PT Pelindo III lalu mengusulkan agar kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa penyerahan sudah dilakukan. BAP itu antara lain menyebut bahwa dokumen AMDAL belum diberikan dan Walhi Bali masih menuntut agar diberikan.

Namun, usulan itu juga ditolak oleh Walhi Bali. Pada akhirnya, penyerahan itu pun batal tanpa ada penandatanganan BAP.

Kedua belah pihak kemudian sepakat untuk melanjutkan kembali perdebatan soal harus atau tidak disertakannya AMDAL dalam dokumen yang diserahkan itu di Kantor KI Bali. Namun, waktunya belum ditentukan kapan.

 

Pembangunan kanal oleh PT Pelindo Cabang III di Benoa. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

(Mengklaim) Peduli Lingkungan

Dalam siaran pers yang disebarkan setelah pertemuan, PT Pelindo III Cabang Benoa mengatakan bahwa mereka sebagai BUMN selalu patuh pada hukum. Perluasan yang mereka lakukan saat ini adalah bagian dari dukungan untuk meningkatkan ekonomi di Bali.

Reklamasi yang mereka lakukan bertujuan meningkatkan fasilitas pelabuhan, khususnya gedung terminal penumpang. Dari semula hanya berkapasitas 900 orang akan diperbesar agar bisa memuat 3.500 orang dalam bangunan seluas 5.600 meter persegi. Hingga Juni ini pembangunan fisik telah mencapai 79,12 persen.

PT Pelindo III juga mengklaim telah menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya. Pada Januari 2019, mereka telah menanam 50.000 bibit bakau di kawasan Pelabuhan Benoa. Penanaman itu terus dilakukan secara bertahap. Selanjutnya mereka juga akan melakukan perawatan dan pengawasan agar tumbuh dengan baik.

Selain itu, PT Pelindo III juga mengatakan saat ini telah membuat jalur kanal untuk akses kegiatan nelayan dan pengairan dumping area sehingga nelayan bisa berlayar setiap waktu. PT Pelindo III juga sedang menyiapkan tempat parkir bagi perahu nelayan dan tempat upacara bagi umat Hindu Bali.

Upaya PT Pelindo III itu dilakukan di tengah tudingan bahwa reklamasi yang mereka lakukan telah mengakibatkan kematian massal mangrove, terutama di sisi utara pelabuhan. Tanaman mangrove di sini sudah kering kerontang. Mati.

Secara kasat mata terlihat lokasi yang dulunya pesisir kini telah diuruk. Pengurukan juga dilakukan di sisi barat. Namun, menurut Wilis, kematian itu bukan akibat reklamasi oleh PT Pelindo III, tetapi oleh pihak lain. Sayangnya, Wilis tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut penyebabnya.

 

Akibat reklamasi oleh PT Pelindo, sebagian mangrove di sisi utara pelabuhan kini mati. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Banyak Ngeles

Klaim kepedulian pada lingkungan itu justru bertolak belakang dengan ketidaksediaan PT Pelindo III untuk menyerahkan AMDAL. Menurut Untung Pratama, PT Pelindo III belum memiliki niat baik untuk menyerahkan dokumen.

“Padahal, putusan KI menyatakan Izin Lingkungan dan dokumen pendukungnya wajib diberikan. Nyatanya, AMDAL sebagai dokumen pendukung tidak diberikan. Pelindo terlalu banyak ngeles,” tuding Untung.

Adi Sumiarta menambahkan, berkaca pada beberapa permintaan informasi yang dilakukan Walhi Bali, BUMN bisa saja memberikan AMDAL yang diminta. Adi mencontohkan PT Jasa Marga yang memberikan AMDAL pembangunan Jalan Tol Bali Mandara, termasuk perubahannya. Begitu pula dengan PT Angkasa Pura yang melakukan reklamasi di Bandara Internasional Ngurah Rai. Mereka juga memberikan AMDAL ketika diminta.

“Kalau terkait HAKI, keduanya juga memberikan AMDAL, tetapi dengan menghitamkan informasi terkait HAKI tersebut. Jika itu menjadi alasan, seharusnya Pelindo juga bisa melakukan kan?” tanya Adi.

 

Exit mobile version