Mongabay.co.id

Melihat Budaya Bali di Kaus Tolak Reklamasi

 

Anak-anak muda makin kreatif mendemonstrasikan suaranya tentang pelestarian lingkungan. Bahkan, bisa melakukan tur kebudayaan lewat kaus selama enam tahun kampanye tolak reklamasi Teluk Benoa ini.

Sedikitnya 108 kaus dipajang di sebuah areal terbuka Taman Baca Kesiman (TBK) Denpasar, Bali, pada Sabtu (15/6/2019). Warna gambarnya rata-rata mencolok, merah dan biru di atas kaus warna putih atau hitam.

Ini adalah event kesenian dan karya kreatif bertajuk ‘Bergerak Bersama’ yang digelar jaringan Denpasar Kolektif dan rekannya untuk penggalian dana kampanye lingkungan agar berkelanjutan. Tiap pengunjung diajak donasi Rp20 ribu, dan di akhir acara terkumpul lebih dari Rp3,5 juta.

Kaus-kaus perjuangan yang dibuat swadaya dan kolektif ini penuh simbol budaya tradisional dan konteksnya dengan alam. Indramayu For Bali, demikian teks terbaca di kaus bergambar rusa marah menginjak alat ekskavator. Di Indramayu ada loaksi penangkaran rusa Timor.

menarik dibaca : Beginilah Pernikahan Berkonsep Aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa

 

Pameran lebih dari 100 kaos simbol gerakan lingkungan dipamerkan di event Bergerak Bersama Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Dari Bali, kaus-kaus dari warga tiap kabupaten dan kota pun sangat beragam. Klungkung membuat teks Puputan –perjuangan sampai titik darah penghabisan melawan penjajah Belanda—bergambar orang mengacungkan keris ke langit. Saat ini, perlawanannya ahimsa –tanpa kekerasan– dan senjatanya adalah kaus itu sendiri.

Dari Kabupaten Gianyar, ada kelompok warga di Pantai Lebih yang membuat desain nelayan tua berteriak tolak reklamasi, membawa dayung sambil memandang ke lautan.

Pantai Lebih saat ini makin kehilangan pesisirnya karena abrasi. Lebih yang artinya berlebihan, kini makin kekurangan pasir di pantainya. Banyak bangunan hanya tersisa puingnya karena dihantam gelombang. Padahal pantai ini adalah etalase kekayaan olahan kuliner laut seperti sate, pepes, dan bakso ikan yang populer, dan ramai dikunjungi warga.

Abrasi sekitar pesisir selatan ke arah timur Bali ini diyakini dampak reklamasi Pulau Serangan di Denpasar. Dari sekitar 100 hektar, diurug menjadi lebih dari 300 hektar untuk tujuan wisata oleh investor keluarga Cendana saat berkuasa. Kemudian mangkrak karena krisis ekonomi, dan kini beralih kepemilikan untuk daratan hasil reklamasi.

menarik dibaca : Kegelisahan Saras Dewi pada Rusaknya Lingkungan Bali

 

Aneka eksplorasi desain kaos yang menerjemahkan makna ritual, tradisi, dan simbol budaya dan alam bertema kampanye lingkungan hidup termasuk kampanye tolak reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Dari Kabupaten Badung, ada kelompok warga Abiansemal yang membuat kaus dengan gambar pulau Bali dengan tupai (semal) yang makin digerogoti, tercabik-cabik. Identitas daerah ini lekat dalam kaus-kaus lainnya.

Mari ke daerah Badung lainnya, Munggu. Anak mudanya menggunakan simbol atraksi budaya Mekotekan yang sangat terkenal. Tradisi ini seperti gerebek, simbol kemenangan dharma (kebajikan) atas adharma (kebatilan) dan dilaksanakan saat Hari Raya Kuningan di desanya.

Mekotekan di kaus ini direkonstruksi melawan alat berat pengeruk laut, simbol penolakan reklamasi atau perusakan alam.

Ada kaus yang mengatasnamakan desa, dan kelompok warga. “Jika desanya secara resmi menyatakan penolakan, maka kausnya atas nama desa,” kata Gilang, penggerak gerakan Bergerak Bersama ini.

Sebagian besar kaus dari sekitar 100 kaus adalah koleksi pribadinya. Saat melihat tumpukan kaus di rumah, ia tergerak untuk membagi kisah-kisah di balik kaus ini dengan memamerkannya. Seperti pameran seni, kaus-kaus ini pun bebas diintepretasikan.

menarik dibaca : Seniman Street Art Menyuarakan Energi Esok Hari

 

Suara perlawanan juga dari zine dan merchandise lain tentang kampanye penyelamatan lingkungan, termasuk gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Gilang menyontohkan perubahan desain kaus dari Desa Sumerta, Denpasar. Di awal-awal gerakan, desa belum bersikap resmi. Namun kelompok warganya sudah menyatakan sikap dengan ikut aksi dan membuat kaus. Teksnya Sumerta Bergerak Tolak Reklamasi Berkedok Revitalisasi Teluk Benoa dan gambarnya penari Baris, kesenian khas daerah setempat yang bermakna kepahlawanan. Ada sedikit perubahan di kaus saat desa bergabung dengan desa lain menyatakan penolakan pada rencana reklamasi dengan tambahan logo Pasubaya Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa.

Kabupaten di Bali Timur, Karangasem juga menggunakan simbol budaya. Seniman Gebuk Ende dari Seraya yang menghadang alat pengeruk. Ini juga simbol perlawanan kultural.

Selanjutnya ada Canggu dengan gambar peselancar, Nusa Penida mengisahkan ikan Mola-mola, satwa favorit yang mengundang wisatawan bawah laut ke pulau ini. Ekor ikan raksasa yang tubuhnya pilih ini menghancurkan eskavator.
“Ini belum semua, masih ada kaus dari daerah lain yang belum terkoleksi,” lanjut Gilang. Kaos-kaus ini bisa menceritakan lamanya perlawanan untuka mempertahankan kawasan konservasi. Ia berniat ingin menuliskan kisah-kisah di balik kaus, sebagai arsip.

menarik dibaca : Semangat Robi Navicula Menjaga Asa Bali Tetap Lestari

 

Pengunjung bisa sablon gratis di kaosnya sendiri dari pilihan desain cukil kampanye tolak reklamasi Teluk Benoa Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.

 

Jika belum memiliki kaus dengan desain-desain seperti yang dipamerkan, kolektif Bergerak Bersama Bali ini mempersilakan pengunjung membawa kausnya sendiri lalu disablon di lokasi, gratis. Misalnya Yulia, membawa 4 kaus untuk disablon, akan dibagikan untuk anaknya. Ia mengatakan terus mendukung gerakan tolak reklamasi ini walau sampai kini tak sependapat dengan suaminya. Ia mengaku lebih menyukai kaus dengan suara dan simbol perlawanan yang tak menunjukkan asal daerah.

Selain itu ada workshop cetak cukil, pameran atau lapak merchandise dan zine-zine (buletin) pergerakan oleh komunitas. Di pojok lain, ada panggung musik yang digunakan untuk konser musik atau aksi gig fundraising.

Satu demi satu musisi dan band mengisi panggung untuk menunjukkan aksi gotong royong mendanai gerakan bersama. Forum Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) merencanakan aksi lagi pada Minggu, 23 Juni 2019 di rute langganan, Lapangan Perjuangan Rakyat Bali yang disekelilingnya berlokasi kantor pemerintah, seperti Gubernur dan DPRD Bali.

 

Exit mobile version