Mongabay.co.id

Pegiat Lingkungan: Perubahan Fungsi Hutan Bakal Menambah Kerusakan Bengkulu

 

 

Gubernur Bengkulu pada 8 Januari 2019, mengirim surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Surat itu berisi usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu, seluas 53.037,68 hektar.

Surat orang nomor satu di Bumi Rafflesia itu menindaklanjuti usulan empat Bupati, yakni Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, dan Seluma.

Mukomuko mengusulkan 12.417 hektar dilepaskan. Dari angka tersebut, tercatat 7.915 hektar telah dibebani izin hak guna usaha [HGU] perkebunan milik tiga perusahaan. Sedangkan beberapa titik kawasan hutan lainnya, pernah dibebani izin usaha pertambangan [IUP].

Bengkulu Utara mengusulkan pelepasan 22.671 hektar. Sekitar 80 persen, telah dibebani izin dua perusahaan pertambangan dan HGU dua perusahaan sawit.

Bengkulu Tengah mengusulkan seluas 5.267 hektar yang 95 persen luasannya telah dibebani izin tiga perusahaan tambang.

Sementara Seluma, mengusulkan pelepasan 4.644 hektar. Rinciannya, 3.375 hektar untuk menghubungkan empat desa enclave, yakni Sinar Pagi, Sekalak, Talang Empat, dan Lubuk Resam. Namun, 90 persen wilayah ini telah dikapling tambang dengan tahap izin operasi produksi.

“Itu sejumlah usulannya,” kata Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian, pada acara Diskusi di Balik Perubahan Status Hutan Bengkulu, Rabu [26/6/2019] di Bengkulu.

“Hasil analisis kami menunjukkan, sekitar 80 persen dari usulan pelepasan yang diajukan itu, lahannya telah digunakan perusahaan tambang dan perkebunan sawit,” ujar Uli.

Baca: Habis Banjir Terbitlah Petisi Tutup Tambang di Bengkulu

 

Alih fungsi hutan tidak hanya menyebabkan terjadinya bencana banjir, longsor, hingga kekeringan, tetapi juga mengganggu ekosistem lingkungan. Foto: Rhett Butler/Mongabay Indonesia

 

Ancam aliran sungai

Uli mengatakan, pelepasan hutan untuk pertambangan dan perkebunan skala besar akan meningkatkan bencana ekologis, mulai banjir, longsor, hingga krisis air. Bukan tak mungkin, bencana banjir sebagaimana Sabtu, 27 April 2019, terulang.

Alasannya, beberapa DAS di Bengkulu masuk dalam wilayah yang diusulkan dilepaskan status hutannya oleh Pemerintah Daerah Bengkulu. DAS itu adalah Air Bengkulu di Kabupaten Bengkulu Tengah dan Ketahun di Bengkulu Utara. Keduanya, pada bencana April lalu, penyumbang dampak banjir terbesar.

Genesis mencatat, 46 persen wilayah DAS Air Bengkulu sudah dikapling perusahaan pertambangan seluas 21.694 hektar, dari total wilayah DAS sebesar 51.951 hektar.

Selain itu, ada 33 lubang batubara yang belum direklamasi di area DAS Bengkulu. Paling banyak di Kabupaten Bengkulu Tengah [23 lubang], tersebar di Hutan Lindung Bukit Daun dan Taman Buru Semidang Bukit Kabu.

“Artinya kalau dikabulkan usulan perubahan fungsi hutan ini, semakin besar pula bukaan di hulu DAS Bengkulu,” tutunya.

Atas dasar kajian tersebut, Uli menyanyangkan bila usulan Gubernur Bengkulu dikabulkan KLHK. Menurut dia, situasi ini sangat menguntungkan perusahaan tambang dan sawit, sementara tidak untuk masyarakat.

“Bagi rakyat, dampak alih fungsi ini lebih banyak ruginya ketimbang manfaat. Ancaman banjir dan longsor selalu mengintai.”

Usulan pelepasan fungsi hutan juga mengancam sumber pangan di Kabupaten Mukomuko. Hulu Air Majunto yang merupakan jalur irigasi untuk 10 ribu hektar sawah akan rusak, berimbas kering. “Rusaknya irigasi, sama saja mengancam kehidupan masyarakat, sekaligus mengurangi sumber pangan,” jelasnya.

Baca: Perburuan, Perambahan dan Konsesi Batubara, Akankah Gajah Bengkulu Tinggal Kenangan?

 

Gajah sumatera yang tidak pernah sepi dari perburuan dan kerusakan habitat yang selalu menyertai. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Habitat gajah dan harimau terancam

Administrator Pelestarian Harimau Sumatera, Fauna dan Flora Internasional Indonesia Programme, Iswadi mengatakan, harimau akan terancam bila hutan dialihfungsikan.

Di Kabupaten Mukomuko, koridor harimau sumatera ada di kawasan Air Ipuh.

Usulan alih fungsi hutan di Kabupaten Bengkulu Utara juga dipastikan merambah habitat harimau dan gajah di Taman Nasional Kerinci Sablat. Tak ketinggalan Bengkulu Tengah, tepatnya di hutan Rindu Hati, tempat ini juga habitat rafflesia.

Sedangkan di Kabupaten Seluma, tiga desa mulai Sinar Pagi, Sekalak, dan Lubuk Resam juga tempat harimau.

“Selama ini harimau sudah terancam dan berkonflik dengan manusia kerena habitatnya rusak. Bila usulan ini diizinkan, lebih parah lagi kondisinya,” katanya.

Iswadi memastikan, usulan alih fungsi hutan akan berdampak pada target KLHK yang mematok peningkatan populasi harimau sumatera sebesar 10 persen rentang 2014-2019. “Bagaimana bertambah bila terancam,” tuturnya.

Baca: Opini: Daerah Aliran Sungai di Bengkulu Rusak Akibat Pertambangan Terbuka

 

Rafflesia arnoldii yang mekar di wilayah Bukit Kaba, Rejang Lebong, Bengkulu, Kamis [5/4/2018]. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Masih panjang

Melalui pesan WhatsApp, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menjelaskan kepada Mongabay Indonesia, usulan ke KLHK terkait rencana revisi RTRW Provinsi Bengkulu atas dasar usulan Bupati/Wali Kota di wilayahnya.

Dia menjabarkan, proses untuk bisa disetujui masih panjang. Untuk itu, dia akan memaparkan rekomendasi tersebut langsung ke Menteri LHK. “Surat permohonan dari Gubernur untuk penjadwalan ke Menteri sudah dikirim,” jawab Rohidin melalui pesan tertulis, Kamis [27/6/2019].

Pemerintah Provinsi Bengkulu rencananya akan membentuk Tim Terpadu yang beranggotakan berbagai komponen dari lembaga swadaya masyarakat, pakar/akademisi, dan unsur lain untuk memverifikasi teknis usulan tersebut.

Dikutip dari Bengkulu News, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu Sorjum Ahyar mengatakan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan pembangunan serta aspirasi masyarakat. Tentunya, berlandaskan optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan lestari dan berkelanjutan, serta luasan yang cukup dan sebaran proporsional.

“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, usulan wilayah Bengkulu diintegrasikan oleh Gubernur Bengkulu dalam usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu,” terangnya, Jumat [28/6/2019].

Sorjum menambahkan, ada beberapa skema perubahan yang diusulkan Pemerintah Provinsi Bengkulu, yaitu perubahan kawasan melalui perubahan fungsi, juga dengan cara Tanah Objek Reforma Agraria [TORA].

“Hasil tim inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Bengkulu, telah diusulkan perubahan kawasan melalui skema TORA seluas 25.082,87 hektar,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version