Mongabay.co.id

Demi Konservasi dan Wisata, Jokowi Minta Taman Nasional Komodo Ditata, Akankah Terlaksana?

 

Binatang purba Komodo (Varanus komodoensis) sejak awal tahun 2019 mulai jadi perbincangan hangat di negeri ini. Kejadiannya bermula ketika Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat mencetuskan wacana pengelolaan Taman Nasional (TN) Komodo diserahkan kepada pemerintah provinsi NTT.

Viktor geram saat ada kejadian penangkapan warga Bima provinsi NTB yang mencuri rusa di pulau-pulau di TN Komodo. Selain itu adanya kebakaran padang savana di beberapa pulau di kawasan TNK yang sering terjadi.

“Kalau disetujui maka kami langsung anggarkan dan Rp.100 miliar untuk revitalisasi.Kami akan lakukan penutupan sehingga wisatawan tidak sembarangan masuk,” sebut Viktor, awal Januari 2019 lalu.

Semenjak itu, wacana penutupan TN Komodo mendapat banyak tanggapan, baik positif dan negatif. Aksi penolakan pun dilakukan pegiat pariwisata dan masyarakat yang tinggal di pulau Komodo dan juga Labuan Bajo kabupaten Manggarai Barat.

Beberapa kali pertemuan digelar melibatkan pengelola TN Komodo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pemerintah provinsi NTT. Berbagai rencana pun mulai disusun untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

baca : Setelah Terbongkarnya Perdagangan Komodo, Perlukah TN Komodo Dikelola Pemprov NTT?

 

Seekor komodo di Pulau Komodo dalam kawasan TN Komodo. Foto : indonesia.travel/Mongabay Indonesia

 

Bahkan presiden Joko Widodo yang berkunjung ke Labuan Bajo dan Pulau Rinca Kamis (10/7/2019) angkat bicara usai melihat dari dekat situasi kawasan TN Komodo dan binatang purba ini.

Menurut Jokowi penataan kawasan TN Komodo akan dilakukan pemerintah untuk membuat pulau Komodo menjadi lebih eksklusif dengan pembatasan pengunjung.

“Kita ingin nanti misalnya Pulau Komodo betul-betul lebih ditujukan untuk konservasi. Dengan demikian turis betul-betul kita batasi, ada kuota dan bayarnya mahal. Kalau tidak mampu membayar jangan kesana. Tetapi bila ingin melihat Komodo juga masih bisa di pulau Rinca,” ujar Jokowi.

Dia mengingatkan pengembangan sektor pariwisata juga harus mempertimbangkan daya dukung. Dirinya pun sudah memerintahkan kepala TN Komodo untuk menghitung daya dukungnya.

“Saya tadi sudah sampaikan ke kepala balai untuk betul-betul dihitung daya dukungnya. Jangan sampai kita lost, bukan hanya urusan pariwisata tapi tidak melihat bahwa wilayah ini merupakan kawasan konservasi,” ungkapnya.

baca juga : Menyongsong Wisata. Berapa Daya Dukung Lingkungan Maksimal TN Komodo?

 

Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana berjalan menyisir pantai di Pulau Rinca, kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, NTT, Kamis (11/7/2019) pagi. Foto: Humas Setkab/Mongabay Indonesia

 

Presiden menginginkan agar pembenahan kawasan TN Komodo dilakukan sebagai upaya menjaga ekosistem, agar binatang purba ini tak terganggu kehidupannya. Pemerintah akan menyiapkan desain besar untuk membatasi antara kawasan konservasi dan pariwisata di pulau Komodo, sehingga perlu pembatasan kuota kunjungan wisatawan.

Selanjutnya rancangan besar TN Komodo akan dibahas lebih lanjut dalam rapat terbatas. Namun, yang terpenting, desain pembenahannya, tegas Jokowi, dapat terhubung antara Labuan Bajo, Pulau Rinca, Pulau Komodo, serta lautnya.

Aspek lingkungan ditekankan Jokowi agar serius diperhatikan agar kawasan TN Komodo tetap alamiah. Pembenahan tersebut diharapkan akan selesai tahun 2023 dan ini merupakan pekerjaan besar dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

“Dua tahun sampai tiga tahun maksimal. Karena ini pekerjaan besar. Pengerjaan bandara selesai, hotel-hotel mulai jadi dan Taman Nasional Komodo juga jadi. Didesain dengan baik dan dikerjakan tidak parsial. Betul-betul dari turun di airport sampai ke tempat tujuan, betul-betul kelihatan sambung semuanya,” jelasnya.

menarik dibaca : Buka atau Tutup? Nasib Pulau Komodo Putus Juli 2019

 

Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana dan sejumlah pejabat mengunjungi Pulau Rinca, di kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, NTT, Kamis (11/7/2019) pagi. Foto: Humas Setkab/Mongabay Indonesia

 

Kajian Matang

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi kepada Mongabay Indonesia mengatakan semua pihak berharap dengan pendekatan konservasi , komodo bakal lestari di habitat aslinya yang terjaga.

Josef mengatakan perspektif pariwisata akan diubah dari mass tourism menjadi pariwisata yang lebih berkualitas dan eksklusif, sehingga diakui bakal terjadi penurunan jumlah wisatawan.

“Daerah habitat Komodo itu menjadi daerah hutan sehingga wisatawan yang berkunjung dan melihatnya akan kagum. Jadi bukan komodo bersahabat dengan manusia. Sebab bila bersahabat dengan manusia maka sama saja dengan binatang yang ada di kebun binatang,” ucapnya.

“Memang pembenahan harus dilakukan agar komodo bisa terus berkembang biak dan menjadi daya tarik wisatawan. Daripada sekarang dibiarkan dan komodonya tidak berkembang dan punah,” tambah Josef.

perlu dibaca : Masyarakat Tolak Pembangunan Rest Area di Kawasan TN Komodo, Apa Alasannya?

 

Para pemandu dengan tongkatnya melihat wisatawan datang hendak melihat Komodo di pulau Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Sedangkan Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi kepada Mongabay Indonesia Jumat (12/7/2019) menyetujui penutupan pulau Komodo demi konservasi. Tetapi harus diperhitungkan matang dampaknya bagi masyarakat dan pelaku pariwisata di Labuan Bajo, Flores dan NTT, terutama terkait lamanya waktu karena masyarakat disana sangat bergantung kepada aktivitas pariwisata.

“Kalau untuk konservasi dan pemulihan kesejahteraan masyarakat tidak menjadi masalah. Tapi kalau untuk kepentingan lain seperti investasi dan lainnya, kita harus menolak itu,” tegas Umbu Wulang.

Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) Rafael Todowela kepada Mongabay Indonesia menegaskan pemerintah perlu membuat kajian terlebih dahulu sebelum melakukan penutupan pulau Komodo, karena berpengaruh terhadap perekonomian yang bergantung dari pariwisata di Labuan Bajo dan Flores.

menarik dibaca : KLHK: Pengembangan Wisata Komodo Berprinsip Konservasi dan Libatkan Masyarakat, Benarkah?

 

Populasi Normal

Dari hasil monitoring oleh Balai TN Komodo dan Komodo Survival Program (KSP), pada 2017 menyebutkan jumlah populasi komodo sebanyak 2.762 ekor.

Jumlah ini tersebar di Pulau Rinca sebanyak 1.410 ekor, Pulau Komodo 1.226  ekor, Pulau Padar 2 ekor, Pulau Gili Motang sebanyak 54, Pulau Nusa Kode berjumlah 70 ekor. Sedangkan populasi rusa sebanyak 3.900 ekor  dan kerbau sebanyak 200 ekor.

 

Seekor komodo di Pulau Komodo, Flores, NTT. Foto : Jeremy Hence/Mongabay Indonesia

 

Staf Teknis Pengendali Ekosistem Hutan TN Komodo, Yunias Jackson Benu, katakan, populasi satwa komodo di kabupaten Manggarai Barat, khususnya TN Komodo sampai tahun 2018 terdata berjumlah 2.897 ekor.

Yunias kepada wartawan Senin (2/1/2019) mengatakan populasi ini cenderung normal dan stabil selama empat tahun terakhir ini. Pihaknya setiap tahun melakukan kegiatan monitoring di 10 lokasi pengamatan tetap.

“Pada tahun 2014, komodo berjumlah 3.093 ekor, kemudian tahun 2015 sebanyak 3.012 ekor. Pada tahun 2016, jumlahnya turun menjadi 2.430 ekor dan tahun 2017 naik kembali menjadi 2.884 ekor dan tahun 2018 sebanyak 2.897 ekor,” jelasnya.

Pada tahun 2016 terang Yuniar, populasi yang dihitung mengalami penurunan. Ini terjadi karena pengamatan hanya dilakukan pada 5 lokasi atau plot yakni pulau Komodo, Rinca, Padar, Gili Motang dan Nusa Kode.Jumlah ini menurun dari 10 lokasi yang seharusnya diamati karena keterbatasan anggaran.

“Batas normal atau stabil populasi komodo di kawasan TN Komodo berkisar antara 2.000 ekor sampai 2.900 ekor. Dengan begitu dapat dikatakan populasi komodo sampai tahun 2018, masih stabil atau dlam kondisi normal,” sebutnya.

baca juga : Pengamanan Komodo, Kementerian Lingkungan Perkuat Pengawasan Bersama

 

Gugusan kepulauan di Taman Nasional Komodo (TNK) yang dilintasi berbagai kapal pesiar dan kapal nelayan tanpa ada pengawasan secara ketat dan diatur lalu lintasnya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Deni Purwandana, Koordinator Yayasan Komodo Survival Program mengatakan, pengembangan pariwisata di Taman Nasional Komodo, belum signifikan berimbas pada habitat dan populasi komodo.

Zona pemanfaatan pariwisata selama ini hanya terpusat di Loh Buaya (Pulau Rinca) dan Loh Liang (Pulau Komodo). Pengaruh  dari wisatawan untuk daratan kurang 5% dari TN Komodo dan itu sangat kecil sekali.

“Hasil penelitian kami, populasi komodo untuk pulau besar, yakni Pulau Komodo dan Rinca, cenderung stabil. Yang memiliki kecenderungan menurun itu di Pulau Gili Motang dan Nusa Kode,” katanya.

Deni katakan dugaan sementara penurunan populasi karena daya dukung lingkungan mengalami perubahan seperti pakan berkurang atau perubahan savana jadi semak atau hutan. Untuk pakan, katanya, masih ada mangsa lain bagi komodo, seperti tikus, ular dan kera ekor panjang.

”Lebih penting lagi, jika perburuan itu menyebabkan penurunan populasi, harusnya solusi proteksi bukan penutupan.” saran Deni.

TN Komodo terdiri atas tiga pulau besar Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar serta beberapa pulau kecil. Wilayah darat taman nasional ini 603 km² dan wilayah total adalah 1817 km².

Pada tahun 1980 taman nasional ini didirikan untuk melindungi komodo dan habitatnya. Di sana terdapat 277 spesies hewan yang merupakan perpaduan hewan yang berasal dari Asia dan Australia, yang terdiri dari 32 spesies mamalia, 128 spesies burung, dan 37 spesies reptilia.

Bersama dengan komodo, setidaknya 25 spesies hewan darat dan burung termasuk hewan yang dilindungi, karena jumlahnya yang terbatas atau terbatasnya penyebaran mereka.

Selain itu, di kawasan ini terdapat pula terumbu karang. Setidaknya terdapat 253 spesies karang pembentuk terumbu yang ditemukan di sana, dengan sekitar 1.000 spesies ikan.

 

Exit mobile version