Mongabay.co.id

Hari Raya Kasada, Sebuah Persembahan Akan Kesuburan

 

Hawa dingin tidak dapat terbendung, kabut turun disertai dengan angin yang berhembus kencang membawa debu dari pasir beterbangan. Membuat masyarakat Tengger lebih ekstra bertahan dalam mengikuti rangkaian acara Hari Raya Kasada di Gunung Bromo yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur.

Upacara yang berlangsung Kamis (18/07/ 2019) dini hari kemarin, dirayakan warga saat suhu sedang dingin ekstrim, mencapai 5-8 derajat celcius. Untuk mengusir rasa dingin itu, sebagian warga membuat api unggun yang terbuat dari kayu maupun ban bekas di luar Pura Luhur Poten.

Sementara itu, di dalam pura, sebelum dimulainya acara, pada dini hari pukul 02:00 WIB warga terus berdatangan dengan membawa sesaji hasil bumi, hewan ternak, ataupun lainya.

Sesaji tersebut kemudian akan dilemparkan ke dalam kawah gunung dengan ketinggian 2.329 mdpl itu, sebagai sarana ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Karena warga Tengger menganggap, Gunung Bromo merupakan rezeki bagi mereka.

baca : Ketika Warga “Menantang” Erupsi Bromo Saat Kasada (Bagian 1)

 

Warga Tengger membawa ongkek, sesaji utama untuk kepentingan desa untuk dilarungkan ke kawah aktif gunung Bromo dalam perayaan Hari Kasada, Kamis (18/07/ 2019) dini hari kemarin. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tumi salah satunya, perempuan paruh baya yang berasal dari Kabupaten Probolinggo sedari jam 02.00 dini, sudah berada di Pura Luhur Poten, tempat ibadah sebagian warga Tengger yang berada di tengah lautan pasir Bromo. Dia datang untuk mengikuti rangkaian prosesi upacara hari raya Kasada, diselenggarakan setiap bulan Kasada atau bulan ke-10 hari ke-14, dalam perhitungan kalender Tengger.

Perempuan ini merasa senang dengan adanya ritual Kasada. Sebab, menurutnya hari raya yang sudah ada sejak turun-temurun itu hanya diadakan setahun sekali. “Kasada ini mendatangkan keberkahan tersendiri bagi saya, karena bisa mendapatkan rezeki lebih,” kata Tumi, salah satu orang yang memburu rezeki di bibir kawah aktif gunung Bromo.

 

Persembahan dari Hasil Bumi

Dalam ritual yang diikuti oleh warga di empat kabupaten ini, warga mempersembahkan aneka hasil bumi dan sesaji ke dalam kawah aktif gunung Bromo.

Ada dua macam sesaji yang di persembahkan oleh warga Tengger, pertama yaitu sesaji perorangan, persembahan ini di bawa dan dipersembahkan secara perorangan, diantaranya berupa palawija, kembang rampai, kemenyan, kambing, ayam, uang, maupun yang lain.

baca juga : Ritual Kasada, Ritual Selaras Alam Suku Tengger (Bagian 2)

 

Warga dan Wisatawan memadati bibir kawah gunung Bromo dalam rangkaian acara Hari Raya Kasada, Kamis (18/07/ 2019) dini hari kemarin. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Kemudian yang kedua, adalah sesaji desa. Untuk sesaji ini dikerjakan sebelumnya oleh petugas khusus dengan beberapa orang, disebut ongkek yang dibuat untuk kepentingan desa sebagai sesaji utama.

Ongkek dibuat dari hasil bumi, seperti kentang, wortel, kubis, jantung pisang, terong belanda, buah kopi, bunga tanalayu atau dikenal juga dengan bunga edelweis, bunga gumitir, daun beringin (Ficus benjamina), dll.

Waktu menunjukkan pukul 03.00 Wib, upacara ritual Kasada dimulai. Warga Tengger dengan khusuk mengikuti beberapa rangkaian acara. Salah satunya pembacaan sejarah Kasada, perkawinan Rara Anteng dan Jaka Seger, kedua nama ini merupakan tokoh warga Tengger. Selain itu, dalam upacara itu juga dilakukan pemilihan calon dukun.

Setelah melakukan prosesi upacara di dalam Pura Poten, warga Tengger berjalan kaki bersama menuju kawah Gunung Bromo untuk melakukan lelabuhan, atau melemparkan sesajen di kawah aktif Gunung Bromo, mereka berpacu dengan matahari sebelum terbit. Untuk perjalanan dari Pura Punten ke puncak Bromo membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.

Sesampainya di atas puncak, warga Tengger kemudian melemparkan ongkek dan hasil bumi lainya ke kawah aktif. Disana para pemburu rezeki yang berada di bibir kawah aktif gunung Bromo, atau disebut juga dengan marit itu sudah menunggu.

perlu dibaca : Foto : Unan-Unan, Tradisi Tengger Menentukan Penanggalan Demi Kesuburan

 

Para pemburu rezeki di bibir kawah aktif gunung Bromo, atau disebut juga dengan pelaku marit menunggu sesaji yang dilemparkan warga Tengger pada perayaan Hari Kasada, , Kamis (18/07/ 2019) dini hari kemarin. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dengan membawa peralatan sarung, maupun alat penangkap yang terbuat dari karung goni, dijahit ke tongkat dari kayu maupun bambu dengan ukuran kurang lebih satu meter itu, mereka seolah sudah siap menjangkau sesaji yang dilemparkan. Mereka tidak takut terjatuh kedalam kawah, meskipun yang mereka jalani ini penuh resiko.

Berteman kabut tebal dan asap yang berasal dari kawah, dengan sigap para pelaku marit ini beradu kecepatan tangan untuk menangkap sesaji yang dilemparkan warga Tengger. Selain Tumi, ada pula Sumo yang sama juga sebagai pelaku marit.

Di kawah dengan kemiringan yang tajam itu, Sumo merasa bahwa apa yang dia lakukan itu tidak berbahaya, sebab dirinya merasa sudah terlatih, karena dari tahun ke tahun dia tidak pernah absen melakoni nya untuk mendapatkan rezeki dari kawah aktif gunung Bromo saat datang Hari Raya Kasada. “Bisa dapat uang Rp800 ribu dalam sehari. Yang senang itu kalau dapat ayam sama kambing,” kata pria asal Desa Sukapura, Probolinggo ini.

Sumo dan Tumi adalah dua diantara puluhan pelaku marit yang bertaruh nyawa demi mendapatkan rezeki dari sesaji yang di lemparkan warga Tengger di kawah aktif gunung Bromo saat Hari Raya Kasada.

menarik dibaca : Menikmati Seruni, Sunrise Point Baru di Bromo Tengger Semeru

 

Seorang warga Tengger membawa kambing untuk dilemparkan ke kawah aktif gunung Bromo, pada perayaan Hari Kasada, , Kamis (18/07/ 2019) dini hari kemarin. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Penghormatan Kepada Leluhur

Tjitjik Sriwandhani, di jurnal Aspek Ritual dan Maknanya Dalam Peringatan Kasada Pada Masyarakat Tengger Jawa Timur, menjelaskan, upacara kasada bagi warga Tengger merupakan sarana ucapan rasa syukur dari masyarakat di kawasan gunung Bromo kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan perlindunganya karena keberhasilanya. Tidak hanya menjadikan masyarakat meningkatkan sektor pertanian, tetapi juga dengan perdagangan, kerajinan dan kesejahteraan hidup mereka.

Pada perkembangan selanjutnya, menurut Tjitjik upacara ini dikaitkan dengan cikal bakal atau sesepuh desa sebagai pepunden-nya dalam memimpin seluruh kegiatan terkait dengan pelaksanaan upacara tradisional, serta penghormatan terhadap perjuangan nenek moyang (cikal bakal) masyarakat Tengger yang telah membangun dan memberikan perlindungan terhadap hidup mereka.

Tjitjik menambahkan, dalam upacara tradisional kasada, faktor kepatuhan nampak pada masyarakat pendukungnya secara patuh melaksanakan upacara tersebut, yang pada hakekatnya merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Warga Tengger tidak mau melanggar pelaksanaan upacara ini seperti mengganti hari pelaksanaan atau bahkan meniadakan upacara itu sendiri.

Faktor kepatuhan itu, menurut Tjitjik, juga nampak pada persiapan pembuatan sesaji upacara. warga Tengger secara teliti mempersiapkan macam-macam sesaji dengan lengkap, karena kalau salah satu sesaji ada yang kurang lengkap, maka mereka mempunyai kepercayaan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

 

Seekor ayam hasil tangkapan pemburu rezeki, atau disebut juga dengan pelaku marit di bibir kawah aktif gunung Bromo diikat sebelum dibawa pulang. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dia menyimpulkan, dengan adanya faktor kepatuhan itu, secara tidak langsung masyarakat mempunyai kesadaran akan arti dari kepatuhan terhadap lingkunganya. Hal ini, apabila direfleksikan, apa yang telah diperbuat oleh masyarakat yaitu untuk belajar mematuhi segala aturan yang ada.

Sejak persiapan upacara sampai dengan akhir upacara, banyak masyarakat tengger yang ikut terlibat. Keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan upacara itu, Tjitjik beranggapan, warga Tengger menunjukkan bahwa diantara mereka terjalin hubungan saling membutuhkan untuk bisa saling bersama-sama dalam melaksanakan upacara.

Seperti yang di lihat saat pengumpulan bahan-bahan sesaji. Warga Tengger Membuat ongkek dari bambu dan bermacam-macam hasil bumi yang dijadikan satu. Selain itu, juga pembersihan tempat dirumah carik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kebersamaan dan kerukunan diantara masyarakat, karena disamping mereka membuat sesaji secara perorangan juga membuat sesaji desa yang berfungsi sebagai unsur utama.

 

Salah satu pemburu rezeki di bibir kawah aktif gunung Bromo menangkap ayam usai dilemparkan warga Tengger sebagai bentuk ungkapan rasa syukur. Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version