Mongabay.co.id

Menteri Susi dan Kaka Slank Ajak Jakarta Larang Kantong Plastik Sekali Pakai

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti (baju hijau berkacamata), ikut aksi setop penggunaan kantong plakstik sekali pakai. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Minggu pagi (21/7/19), seribuan orang berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka membawa berbagai macam poster dengan tema ajakan tak lagi gunakan kantong plastik sekali pakai. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, bersepeda di depan ribuan warga, menjadi komando aksi. Persis di belakang Susi, sebuah replika monster ikan terbuat dari sampah plastik seberat 500 kilogram diarak para peserta aksi.

“Tolak… tolak.. tolak plastik sekali pakai… tolak sekali pakai sekarang juga!” seorang peserta aksi menyanyikan yel-yel diikuti para peserta aksi yang lainnya.

Dari bundaran Hotel Indonesia, mereka berjalan beriringan menuju Taman Aspirasi Monas. Persis di seberang Istana Presiden. Berbagai pentas seni seperti tari-tarian, flashmob dan pentas musik dari grup band Slank juga Navicula ikut meramaikan suasana.

Baca juga : Benarkah Produksi Sampah Plastik Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia?

Sesaat setelah tiba di Taman Aspirasi, Susi naik ke panggung yang sudah disiapkan. Dengan lantang dan bersemangat dia berorasi.

“Monster plastik yang ada di depan kalian ini diambil dari pantai di Bali. Dikumpulkan kurang setengah hari dapat setengah ton lebih,” kata Susi.

Bali, kota yang sudah menerapkan larangan kantong plastik sekali pakai kurang setengah hari, dapat sampah setengah ton lebih. Bayangkan, kata Susi, kalau menghitung sampai di Jakarta, dengan jumlah penduduk belasan juta orang.

“Dalam setiap hari akan menghasilkan 500 monster plastik seperti ini. Ini akan terjadi kalau kita tidak mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai,” kata Susi. Jakarta, hingga kini belum punya aturan larang kantong plastik sekali pakai.

 

Monster sampah, yang dikumpulkan dari laut Bali, tak sampai setengah hari. Bali sudah terapkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai, saja masih seperti ini. Bagaimana Jakarta, dan kota lain yang belum ada aturan itu? Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, kota yang menerapkan aturan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai seperti Banjarmasin saja, sampah plastik masih banyak. Dia yakin, kota-kota lain yang belum menerapkan aturan serupa sampah plastik lebih banyak.

“Indonesia itu 71% wilayah adalah laut. Kalau kita tidak jaga, sampah-sampah plastik yang kita buang, 70% akan berakhir di lautan. Kita perlu ikan untuk makan dan industri, perlu laut indah. Kita harus jaga laut dengan tak membuang sampah plastik,” katanya.

Musisi Kaka Slank mengatakan, kampanye tolak kantong plastik sekali pakai sebenarnya ajakan merevolusi diri sendiri. Ajakan itu, bisa mulai dari hal-hal sederhana.

“Misal, ketika minum teh manis atau kelapa muda, sudah tak perlu pakai sedotan plastik. Langsung saja. Kalau kita ke mini market membeli dua tiga barang yang masih bisa kita bawa, tak usah minta kantong plastik. Sesederhana itu mulai dari diri kita sendiri,” katanya.

Baca juga : Bisakah Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen pada 2025?

Kaka menyinggung, Jakarta, sebagai ibu kota tetapi tak ada kebijakan tegas soal larangan gunakan sampah plastik. “Sebenarnya, Jakarta rada malu juga sih. Bali sudah mulai duluan. Balikpapan, Banjarmasin, Bogor, sudah mulai duluan menerbitkan aturan larangan plastik sekali pakai,” katanya.

Tiza Mafira, penggagas Gerakan Diet Kantong Plastik juga soroti hal serua. Dia mengajak, Pemerintah Jakarta dan kota-kota lain sesegera mungkin menerbitkan aturan larangan gunakan kantong plastik sekali pakai. Kebijakan ini, katanya, untuk mengurangi tumpukan sampah plastik.

“Jakarta kan posisinya sudah ada kemajuan, sudah bersiap mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Pembahasan sudah berjalan setahun ini. Saya rasa sih aksi ini jangan dilihat sebagai demonstrasi terhadap Pemprov Jakarta. Justru merupakan dukungan.”

Tiza bilang, Pemprov Jakarta, jangan ragu mengeluarkan aturan. Pembahasan mengenai rancangan Peraturan Gubernur Jakarta soal larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai sudah dimulai sejak pertengahan 2018. Draf Pergub Jakarta itu, katanya, sudah uji publik juga.

“Kalau saya dengar, Jakarta ini memang ingin lengkap peraturannya. Jadi, berada dalam konteks kebijakan pengelolaan sampah secara keseluruhan. Tidak hanya pelarangan keresek, juga ada berbagai kebijakan lain, komprehensif.”

Tiza mengatakan, daerah lain yang menerapkan kebijakan ini menunjukan perkembangan positif. DI Banjarmasin, misal. Selama tiga tahun kebijakan ini jalan, tak ada gejolak berarti dari masyarakat. Pengurangan sampah kresek plastik sampai 95%, begitu juga di tempat pembuangan akshir (TPA) tumpukan sampah berkurang.

Selama ini, katanya, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai seringkali mendapatkan penolakan dari asosiasi pelaku usaha. Industri, kata Tirza, seharusnya harus memikirkan apa yang harus dilakukan dengan sampah-sampah plastik mereka.

baca juga : Plastik Sekali Pakai, Senjata Penghancur Masa Depan Bumi

 

Desakan kepada Pemerintah Jakarta, agar terapkan larangan kantong plastik sekali pakai. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Susi ajak diet plastik

Susi mengajak warga, gunakan kantong belanja sendiri yang bisa dipakai berkali-kali. Saat mengkonsumsi minuman, katanya, warga jangan pakai sedotan plastik.

“Tak boleh lagi bawa botol air mineral. Bawa tumbler yang bisa dicuci dan dibersihkan, dipakai berkali-kali. Keresek itu butuh waktu 400 tahun supaya bisa terurai. Bayangkan, 400 tahun ini berapa generasi?”

“Kita malu jadi negara penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia. Padahal kita penghasil ikan terbesar keempat di dunia.”

Susi juga bilang, perusahaan yang memproduksi kemasan plastik, seharusnya menarik kembali kemasannya. Sampah yang dikumpulkan masyarakat, harus diambil kembali dan dikelola dengan baik. Asosiasi bisnis pun, katanya, harus ikut bertanggungjawab mengurangi tumpukan sampah plastik.

 

Aksi di Kedubes AS

Sebelumnya, pada Jumat (19/7/19), beberapa orang aksi damai di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta. Mereka menuntut, negara itu menghentikan ekspor sampah plastik ke Indonesia.

Prigi Arisandi, Koordinator Brantas River Coalition to Stop Imported Plastic Trash (BRICSIP) mengatakan, sebagai negara maju dan beradab, ternyata Amerika Serikat, bertindak tidak terpuji dengan membuang sampah ke Indonesia.

Amerika Serikat, katanya, menyusupkan sampah ke dalam kertas yang diimpor untuk bahan baku pabrik kertas. Sampah rumah tangga seperti popok bayi, bungkus makanan, sachet, tas kresek, botol oli, odol, pakaian bekas, sampah elektronik dan sampah dan kotoran jadi masalah lingkungan di Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan Surabaya.

“Sampai Juni 2019 sebanyak lima kontainer dikembalikan ke Seatle. Selasa (9/7/19), Kepala Bea Cukai Tanjung Perak menyatakan, ada 38 kontainer sampah dari Amerika Serikat yang sedang ditahan untuk diperiksa di Pelabuhan Tanjung Perak,” katanya.

 

Protes sampah impor di Kedutaan AS di Jakarta. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Jawa Timur, katanya, terdapat lebih 12 pabrik kertas yang gunakan bahan baku sampah kertas impor. Dari 43 negara eksportir sampah kertas, 10 negara pengekspor sampah kertas terbanyak ke Jawa Timur adalah Amerika Serikat, Italia, Inggris, Korea, Australia, Singapura, Yunani, Spanyol, Belanda dan New Zealand.

Temuan investigasi BRACSIP menunjukkan, impor sampah kertas disusupi kontaminan sampah rumah tangga, khusus plastik, dengan persentase mencapai 30%.

“Tingginya kontaminan sampah plastik dalam impor sampah kertas lebih banyak menimbulkan dampak lingkungan di Jawa Timur, seperti pencemaran mikroplastik di Sungai Brantas.”

Temuan Ecoton, katanya, menunjukkan, 12 pabrik kertas yang memanfaatkan bahan baku sampah impor dengan pabrik berlokasi di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Malang, Kediri dan Nganjuk, membuang limbah cair bercampur mikroplastik ke Kali Surabaya, yang jadi bahan baku PDAM bagi lima juta penduduk Jatim.

Mikroplastik, sangat berbahaya karena air akan menyerap polutan seperti detergen, pestisida, logam berat dan senyawa kimia yang selanjutnya masuk ke tubuh melalui air dan makanan yang terkontaminasi mikroplastik.

Umumnya, sampah impor hanya bisa diolah 60%, sekitar 40% akan dibakar dan sebagian untuk bahan bakar industri kecil. Pembakaran plastik akan memicu senyawa dioksin dan furan lepas. Keduanya, bahan karsinogen pendorong kanker paru-paru.

“Ini akan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengumpul dan pengepul sampah plastik. Sampah impor mendorong berkembangnya usaha pengepul sampah plastik di sekitar pabrik kertas, di mana masyarakat dapat membeli sampah plastik dari perusahaan untuk dipilah dan dijual kembali. Kontak fisik masyarakat dengan sampah potensi mengandung bahan berbahaya akan mendorong gangguan kesehatan masyarakat. Sampah impor juga berpotensi mengandung limbah berbahaya.”

Hasil analisis data BPS 2019 menunjukkan, ada peningkatan impor sampah kertas yang masuk ke Jawa Timur sebesar 35% pada 2018 dibandingkan 2017. Volume impor sampah kertas Jawa Timur 2014– 2018 menunjukkan, total impor sampah kertas 2018 mencapai 738.665 ton.

Pemerintah Amerika Serikat, katanya, harus inspeksi sampah kertas yang akan ekspor hingga kontaminasi plastik di bawah 2%-3%.

Perusahaan recycling Amerika Serikat, yang mengeskpor harus menginformasikan jumlah kontaminan plastik dalam sampah kertas.

Mereka, katanya, harus ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan oleh sampah-sampah plastik, domestik dan kotoran yang mencemari bumi, udara dan air di Jawa Timur.

“Mereka juga harus meminta maaf kepada masyarakat karena bertindak tidak etis dengan membuang sampah plastik di lingkungan Jawa Timur.”

 

Keterangan foto utama:  Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti (baju hijau berkacamata), ikut aksi setop penggunaan kantong plakstik sekali pakai. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

Indonesia bukan tempat sampah. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version