Mongabay.co.id

Hukuman Ringan untuk Penembak Orangutan dengan 74 Peluru

 

 

Masih ingat peristiwa penembakan orangutan sumatera sebanyak 74 peluru? Tidak hanya ditembaki, orangutan betina bernama Hope itu juga dibacok dengan senjata tajam, di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh, pada 10 Maret 2019.

Pelakunya telah ditangkap Kepolisian Daerah Aceh. Mereka adalah AIS [17] tan SS [16 tahun] yang merupakan warga setempat.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, hasil penyelidikan dan pemeriksaan kasus ini selesai dilaksanakan. Dikarenakan pelakunya di bawah umur, mereka hanya diberi sanksi sosial.

“Setelah mengetahui kejadian, BKSDA Aceh langsung membuat laporan ke Polda Aceh. Penyedikan dilakukan pelakunya ditangkap,” ujarnya, Jumat [02/8/2019].

Baca: Keji! Ditembaki Senapan Angin, 74 Peluru Bersarang di Induk Orangutan ini, Bayinya Mati Kekurangan Gizi

 

Hope yang ditembaki 74 peluru. Foto: Sumatran Orangutan Conservation Programme [SOCP]

 

Sebelumnya, pada 29 Juli 2019, sambung Sapto, pihaknya menerima berita acara kesepakatan musyawarah diversi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Aceh, Direktorat Reserse Kriminal Khusus “Projustitia” Nomor : 01/BAKMD/VI/RES.5.2/2019/Tipiter perihal Penanganan Kasus Penganiayaan Orangutan Sumatera “Hope”.

“Kejadian ini mengakibatkan satu bayi orangutan jantan usia satu bulan mati. Induknya luka parah dengan 74 butir peluru senapan angin bersarang di tubuh. Saat ini “Hope” di Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara, dengan kedua mata buta. Proses penyembuhan terus dilakukan termasuk kondisi psikologis,” terangnya.

Sapto mengatakan, penanganan pelaku telah dilakukan. Dugaan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sebagaimana pasal 21 ayat [2] huruf a Jo pasal 40 ayat [2] Undang-undang RI No.5 Tahun 1990.

“Musyawarah diversi dilaksanakan di Polsek Sultan Daulat. Dihadiri personil Polda Aceh, orang tua pelaku, Balai Kemasyarakatan [BAPAS] Aceh Singkil, Dinas Sosial Kota Subulussalam, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak [P2TP2A], dan beberapa perwakilan.

Baca: Dokter Hewan: Orangutan dengan 74 Peluru, Dipastikan akan Buta dan Cacat Seumur Hidupnya

 

Hope yang tidak hanya ditembaki tapi juga dibacok senjata tajam. Foto: SOCP

 

Hasilnya, disepakati kedua pelaku diberikan sanksi sosial yaitu, wajib azan Maghrib dan Isya di Mesjid Desa Bunga Tanjung Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam selama satu bulan. Diawasi langsung BAPAS dan aparat desa. Bila dilanggar diulang lagi dari awal. Pelaku juga harus membersihkan tempat ibadah.

“Semoga hukuman ini bisa memberikan efek jera.”

Sapto mengatakan, BKSDA Aceh menghormati hukum dan keputusan yang telah dibuat. Harapannya, penyelidikan terus dilakukan, apakah ada keterlibatan orang lain.

“Ketika satwa dilindungi masuk kebun masyarakat, yang salah bukan satwa itu, tapi orang yang telah merusak hutan. Kita harus marah pada perusak lingkungan,” jelasnya.

Baca: Senapan Angin, Ancaman Serius Pembantaian Orangutan di Alam Liar

 

Hasil X-Ray tubuh Hope, ada 74 peluru senapan angin di tubuhnya. Foto: SOCP

 

Terlalu ringan

Ketua Forum Orangutan Aceh [FOR A], Akmal Qurazi mengatakan, hukuman yang diberikan terlalu ringan. Tidak setimpal dengan perbuatan. “Mereka sangat sadis, berani menembak orangutan. Sanksi sangat menguntungkan kedua pelaku, padahal sangat mengancam satwa terancam punah itu.”

Akmal menilai, sanksi yang diberikan tidak sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Padahal, pelaku sudah memenuhi unsur kejahatan.

“Kami berharap, mereka dihukum sesuai aturan yang berlaku. Tujuannya, memberi efek jera bagi pihak-pihak yang ingin melakukan tindak kejahatan pada satwa liar dilindungi. Seharusnya, semua pihak berkomitmen dan serius, jangan memberi peluang dan membiarkan kejadian serupa terulang lagi,” ungkapnya.

Baca juga: Peluru Senapan Angin Bersarang di Tangan Anak Orangutan Ini

 

Hope juga kehilangan anaknya usia satu tahun akibat ia ditembaki 74 peluru senapan angin di Subulussalam, Aceh. Foto: SOCP

 

Akmal menilai, kelakuan dua remaja yang menyiksa Hope tidak hanya dilihat dari usia, tapi perbuatan sadisnya yang tidak sesuai dengan umurnya.

“Mereka berani menyiksa orangutan seperti itu, bisa jadi akan melakukan juga pada manusia. Ini harus menjadi pertimbangan, perbuatannya tidak wajar,” paparnya.

 

Hope saat ini berada di Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara. Ia mengalami cacat permanen, kedua matanya buta. Foto: SOCP

 

Rendahnya hukuman juga dikomentari Ketua Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Center [YOSL-OIC], Panut Hadisiswoyo. Dia khawatir, kejadian ini akan dimanfaatkan pemburu satwa liar.

“Kami khawatir, hukuman pembunuh atau penganiaya satwa liar jika sebatas sanksi sosial, akan berdampak buruk terhadap penyelamatan satwa dilindungi di Indonesia,” ujarnya.

Panut khawatir, pemburu akan memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk memburu satwa liar dilindungi. Mengingat, hukumannya sangat ringan. “Bukan kita tidak melihat perlindungan anak, tapi dampak kelakuan mereka juga harus diperhatikan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version